Alasan Pengobatan Kanker Pankreas Sulit Ditemukan di Stadium Dini

6 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan pengobatan penyakit kanker pankreas adalah salah satu penyakit yang menantang. Salah satu akibatnya kebanyakan penyakit kanker pankreas ditemukan pada stadium tinggi, seperti stadium 3 dan 4. "Sulit ditemukan pada stadium dini karena hampir tidak ada modalitas untuk mendeteksi kanker pancreas secara dini," katanya pada acara Siloam Oncology Summit ke-5 pada 17 Mei 2025 di Jakarta.

Menurutnya, metode deteksi dini kanker pankreas tidak banyak dan juga belum populer. Hal ini berbeda dengan beberapa metode deteksi dini kanker lain. “Kalau kanker payudara ada mamografi, kanker serviks ada Pap smear, kanker prostat ada PSA. Sedangkan kanker pankreas, sulit dideteksi dini dengan USG maupun CT scan," kata Aru. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker pankreas adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI bila merasakan beberapa gejalanya. Gejala paling umum penyakit kanker pankreas adalah sakit perut, atau bahkan terkadang tidak merasakan gejala apapun. Secara logika, kata Aru, orang tidak akan langsung melakukan pemeriksaan MRI bila gejalanya hanya sakit perut. Maklum pemeriksaan MRI cukup mahal harganya. "Siapa yang mau periksa MRI kalau tidak ada keluhan apa-apa?” kata Aru.

Menurut Globocan 2018, diperkirakan terdapat 4.940 kasus baru kanker pankreas di Indonesia, dengan 4.812 kematian akibat penyakit tersebut. “Ini kanker yang paling ditakuti. Sulit diobati, pasien sering kali datang terlambat, dan penderitaan yang ditimbulkannya sangat besar karena nyeri. Nyeri muncul akibat kanker di pankreas, penyebaran kanker di empedu sehingga menimbulkan sumbatan, kanker di prostat, maupun kanker di tulang,” kata Aru.

Aru menjelaskan sebanyak 95 persen kanker pankreas berhubungan dengan faktor lingkungan, kebiasaan sehari-hari, dan pola makan. “Selain itu, risiko kanker pankreas juga meningkat pada mereka dengan diabetes. Karenanya pada pasien diabetes, gula harus dikontrol dengan baik,” kata Aru. 

Sebelumnya, MRCCC Siloam Hospitals Semanggi kembali mengadakan Siloam Oncology Summit ke-5 yang berlangsung di Jakarta, 16-18 Mei 2025. Acara ini diikuti oleh 700 partisipan yang terdiri dari dokter subspesialis, dokter spesialis, dokter umum, radiologis, perawat, perwakilan rumah sakit, dan lain-lain yang terkait dengan manajemen kanker. 

Executive Director MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Edy Gunawan menjelaskan, Agenda Siloam Oncolgy Summit ke-5 terdiri dari workshop, simposium, dan pameran poster. Melibatkan 100 pembicara, terdiri dari 11 pembicara dari luar nageri, dan 89 pembicara dari Indonesia, di antaranya 24 dokter subspesilias di bidang onkologi. 

"Kami selalu memposisikan diri tidak hanya sebagai Rumah Sakit tapi berperan menanggulangi besarnya beban kanker di Indonesia.  Data kanker 60-70 persen terdiagnosis dalam stadium lanjut inilah yang bikin berat beban pembiayaan. Pengobatan lebih kompleks, outputnya tidak sebaik jika deteksi dan penanganan sejak dini,” kata Edy. 

Salah satu sesi adalah simposium Gastrointestinal Cancer pada 17 Mei 2025. Para pembicara membahas tentang kanker pankreas. Kanker ini relatif jarang, tapi sangat agresif dan sering kali didiagnosis pada tahap lanjut karena gejalanya tidak jelas, dan sulit dideteksi secara dini. Steve Jobs dan aktor pemeran Ghost (1990) Patrick Swayze, adalah dua orang tersohor yang meninggal akibat penyakit tersebut.

Pengobatan Terkini Kanker Pankreas

Secara umum, ada tiga jenis pengobatan kanker: lokal (tumor diambil melalui operasi ataupun dihilangkan dengan radioterapi), regional (modifikasi atau perubahan struktur melalui endoskopi), dan sistemik (pemberian obat melalui aliran darah) misalnya dengan kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi. “Bila ditemukan dalam stadium dini, kita masih bisa mengharapkan kanker terkendali. Namun pada stadium lanjut, maka pilihan pengobatan hanya regional atau sistemik, untuk meringankan penderitaan,” ujar Aru. 

Pembicara tamu dari Thailand, dokter bedah dari Bangkok Hospital Thawee Ratanachu-Ej menjelaskan soal inovasi di bidang endoskopi dalam tatalaksana kanker pankeas. Ia membagikan pengalamannya melakukan operasi by-pass untuk membuka sumbatan pada saluran empedu tanpa operasi besar, yaitu menggunakan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) dan EUS (Endoscopic Ultrasound). “Ini adalah teknologi yang bisa membantu kita dalam upaya mengembalikan kualitas hidup pasien,” ujarnya.

Ada pula Dokter Gastroenterologi di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Rinaldi A. Lesmana menjelaskan soal inovasi endoskopi baik ERCP maupun EUS untuk melakukan tindakan by-pass saluran empedu, juga sudah bisa dilakukan di MRCCC. “Sumbatan pada saluran empedu akibat kanker pankreas ataupun kanker di saluran empedu, akan memengaruhi kondisi pasien. Dahulu, pilihannya hanyalah operasi. Kini ada pilihan yang lebih minimal invasif, yaitu dengan inovasi di bidang endoskopi. Ini bisa menjadi pilihan bagi pasien terutama yang sudah stadium lanjut, yang sangat berisiko bila menjalani tindakan berat seperti operasi,” kata Rinaldi.

Pembicara terakhir adalah Dokter dari Institution The Netherlands Cancer Institute Marcel P.M. Stokkel menjelaskan soal PRRT (Peptide Receptor Radionuclide Therapy), jenis terapi radioisotop yang digunakan untuk mengobati tumor neuroendokrin. Terapi ini menggunakan obat-obatan radioaktif yang terikat pada peptida untuk menargetkan dan membunuh sel-sel kanker pada tumor neuroendokrin. “Semua pasien yang memiliki gejala terkait tumor neuroendokrin seperti diare, jantung berdebar atau demam, dengan menggunakan PRRT, 75% kasus menghasilkan perbaikan gejala. Ini adalah langkah yang sangat besar, dan merupakan tujuan penting yang telah kita capai,” katanya.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |