Analisis Penyebab AC Milan Gagal Raih Tiket Liga Champions

9 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - AC Milan menjalani musim buruk pada 2024/2025 ini. Finis di luar posisi enam besar, mereka dipastikan gagal lolos ke kompetisi Eropa. Jangankan Liga Champions, Liga Europa atau Liga Conference juga tak mereka dapatkan.

Posisi di Serie A itu seperti melengkapi hasil buruk di kompetisi lain. Di Coppa Italia mereka gagal juara setelah kalah 0-1 dari Bologna di babak final. Di Liga Champions, mereka tersingkir di playoff, setelah kalah agregat 1-2 dari Feyenoord. Musim ini menjadi salah satu yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir bagi Rossoneri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa penyebab rangkaian kegagalan itu? Sejumlah faktor saling berkaitan mempengaruhi performa mereka, seperti disarikan dari Football Italia dan Mundo Deportivo:

Kepemimpinan dan Manajemen Klub yang Lemah

Salah satu akar masalah terbesar AC Milan musim ini adalah ketidakstabilan di level manajemen. Setelah pergantian direktur olahraga dan keputusan kontroversial untuk mencopot Paolo Maldini dari jabatannya, klub terlihat kehilangan identitasnya. Legenda pelatih Arrigo Sacchi bahkan menyindir bahwa manajemen lebih fokus pada “peragaan busana” daripada kerja keras di lapangan. Selain itu, CEO Giorgio Furlani dan pemilik Gerry Cardinale dikritik karena kerap absen dalam momen-momen krusial, seperti final Coppa Italia, sehingga memperkuat persepsi bahwa mereka tidak sepenuhnya terlibat dalam pengelolaan klub.

Penunjukan Pelatih yang Kurang Pas

Sergio Conceicao diangkat sebagai pelatih baru pada Desember 2024 setelah pemecatan Paulo Fonseca. Sayangnya, kedatangannya tidak membawa perbaikan. Meskipun punya reputasi besar dari Porto, Conceicao gagal membangun chemistry dengan para pemain dan tidak mampu memberikan formula taktik yang stabil. Ia dilaporkan kehilangan kontrol atas ruang ganti, dengan bek Matteo Gabbia menyatakan suasana tim penuh kekecewaan pasca kekalahan di final Coppa Italia. Kontroversi seperti protes keras terhadap wasit dan keluhan tentang ketidakadilan VAR semakin merusak citranya sebagai pelatih yang tenang dan profesional.

Kebijakan Transfer yang Buruk

Di bursa transfer, Milan melakukan pembelian besar-besaran dengan total anggaran sekitar 120 juta euro, tetapi investasi tersebut tidak membuahkan hasil yang signifikan. Pemain pinjaman seperti Joao Felix (1 gol dalam 16 pertandingan) dan Kyle Walker (yang langsung dikembalikan ke Manchester City) gagal memenuhi ekspektasi. Pembelian Alvaro Morata yang kemudian dipinjamkan ke Galatasaray setelah enam bulan juga menunjukkan kebingungan manajemen dalam menentukan kebutuhan tim. Sementara itu, potensi kehilangan pemain kunci seperti Tijjani Reijnders karena gagal lolos ke Eropa semakin memperburuk prospek masa depan skuad.

Inkonsistensi Performa Tim dan Kegagalan di Momen Krusial

Secara statistik, Milan hanya meraih 17 kemenangan dari 37 pertandingan Serie A, dengan kekalahan-kekalahan krusial yang sering terjadi di saat-saat penentu. Final Coppa Italia menjadi contoh nyata ketika lini serang tidak mampu menembus pertahanan Bologna, sementara gol tunggal Dan Ndoye di babak pertama sudah cukup untuk mengakhiri harapan Milan. Insiden kartu merah Santiago Gimenez saat melawan Roma pada menit ke-21 juga menunjukkan kurangnya disiplin dan mental juara. Pemain-pemain yang biasanya diandalkan seperti Theo Hernandez dan Rafael Leao juga tampil inkonsisten, gagal menunjukkan performa terbaik mereka di laga-laga besar.

Apa Dampak Kegagalan Lolos ke Eropa?

Kegagalan lolos ke Eropa akan membuat Milan kehilangan potensi 100 juta euro (sekitar Rp 1,4 triliun), termasuk pendapatan dari hak siar, tiket, dan bonus UEFA. Kerugian ini memperberat beban keuangan klub, terutama setelah investasi besar yang tidak membuahkan hasil. 

Di sisi lain, krisis identitas juga mulai terasa. Sebagai salah satu klub tersukses di Italia, Milan akan sulit menarik pemain top tanpa kompetisi Eropa. Sentimen publik semakin memanas, dengan suporter dan media menyebut musim ini sebagai “bencana” dan menyerukan perombakan total di semua lini.

Tanpa perubahan mendasar dan restrukturisasi besar, Rossoneri berisiko terbenam dalam lingkaran ketidakpastian yang sama untuk beberapa musim ke depan. Musim 2025/2026 akan menjadi ujian seberapa besar Milan mampu bangkit dari keterpurukan ini.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |