Ayam Goreng Widuran Jual Produk Non-Halal, Apa yang Dilanggar?

1 week ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Restoran populer di Solo, Ayam Goreng Widuran, menjadi sorotan setelah mengumumkan bahwa produk mereka non-halal pada Jumat, 23 Mei 2025. Padahal tempat makan ini sudah melayani pelanggan sejak 1973 atau 52 tahun.

“Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik,” tulis pemberitahuan yang disampaikan di media sosial Instagram @ayamgorengwiduransolo pada Jumat, 23 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengelola menyatakan permohonan maaf sekaligus menyatakan telah mencantumkan keterangan non-halal di seluruh outlet mereka.

“Manajemen sudah memberikan pengumuman jika rumah makan tersebut non-halal. Baik lewat spanduk di depan rumah makan, media sosial restoran, dan di Google Maps,” tutur seorang pegawai, Ranto kepada wartawan, di outlet Jalan Sutan Syahrir nomor 71 Solo, Minggu, 25 Mei 2025.

Dia menyebut menu yang viral disebut non-halal tersebut adalah kremes ayam gorengnya. Sedangkan ayamnya halal. “Pencantuman keterangan non-halal sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Kebanyakan pelanggan sejak dulu memang nonmuslim,” katanya.

Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menilai Dinas Perdagangan Pemerintah Kota Surakarta harus bertindak cepat untuk menindak restoran Ayam Goreng Widuran yang setelah berpuluh tahun ternyata terungkap tidak halal.

“Dinas Perdagangan setempat pun harusnya bertindak cepat, untuk memberikan sanksi (pencabutan izin) administratif pada resto tersebut,” kata Tulus di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025, seperti dikutip Antara.

Ia menambahkan, penting bagi regulator setempat seperti Dinas Perdagangan dan Dinas Kesehatan untuk lebih ketat dalam pengawasan.

Selain itu, Tulus menilai kasus seperti ini perlu untuk dilihat secara holistik.

“Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemik, khususnya dari aspek pengawasan, baik pengawasan pra pasar (pre-market), maupun pengawasan pascapasar (post-market),” kata dia.

Tulus menambahkan, kejadian ini juga dapat menjadi bentuk evaluasi terkait pelanggaran produk halal oleh pelaku usaha, yang harus diperketat regulasinya.

Menurut dia, hal itu karena dalam UU tentang Cipta Kerja, masalah sertifikasi halal boleh dilakukan secara self declaration, khususnya untuk pelaku usaha level UKM-UMKM.

Self declaration sangat berpotensi disalahgunakan oleh sektor usaha, dan karena itu model seperti ini sangat lemah dari sisi perlindungan konsumen, dan publik secara luas, apalagi di era digital economy seperti sekarang ini,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tulus mengajak konsumen yang dirugikan atas kasus tersebut, untuk mengadukannya melalui surel resmi FKBI [email protected].

Wali Kota Solo Perintahkan Restoran Ditutup

Wali Kota Solo Respati Ardi bersama Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Perdagangan Kota Solo mendatangi Rumah Makan Ayam Goreng Widuran Solo, Jawa Tengah, Senin, 26 Mei 2025.

Karena pemilik restoran tidak ada di tempat, Respati lalu minta dihubungkan dengan telepon. Dalam percakapan di telepon, wali kota minta agar warung makan tersebut ditutup untuk dilakukan asesmen ulang terhadap kehalalan dan ketidakhalalan produk yang dijual. Permintaan itu pun dipenuhi oleh sang pemilik.

Respati mengatakan pihaknya menyerahkan semua keputusan kepada pemilik usaha apakah akan tetap mempertahankan status kulinernya nonhalal maupun halal ke depannya. Jika memang pemilik mau menyatakan halal, dia mempersilakan untuk mengajukan ke pihak terkait. Demikian juga jika tidak, dipersilakan mengajukan ketidakhalalan.

Langgar Undang-undang

Masalah makanan halal diatur dalam UU Jaminan Produk Halal. Dalam Pasal 26 Ayat 2  Undang-undang nomor 33 tahun 2014 itu disebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.

Bunyi Pasal 26: ayat 1: Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20 dikecualikan dari mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

Ayat 2: Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada Produk.

Untuk sanksi pelanggarannya, diatur dalam Pasal 27, ayat 2: Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; atau c. denda administratif.

Nandito Putra dan Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |