Berapa Lama Liburan yang Ideal untuk Kesehatan Mental?

10 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penenelitian membuktikan kaitan antara liburan dengan kesehatan mental dan fisik yang awet muda. Tapi, berapa lamakah waktu liburan yang ideal untuk mendapatkan manfaatnya?

Menurut sebuah penelitian terbaru dalam Journal of Applied Psychology yang mengulas temuan-temuan sebelumnya tentang topik yang sama, ada efek langsung pada kesehatan mental dan fisik seseorang, lebih dari yang diperkirakan sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu penelitian menemukan bahwa wisatawan yang melakukan perjalanan setahun sekali selama sembilan tahun berturut-turut, meningkatkan umur panjang sekitar 20 persen. Selain itu, risiko kematian yang berhubungan dengan jantung menurun hingga 30 persen.

Satu kali liburan setahun itu juga mengurangi tekanan darah tinggi, menurunkan kadar gula darah, dan menjaga kadar kolesterol dan trigliserida. Semua masalah tersebut dapat menyebabkan kondisi jantung yang serius jika diabaikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Brooks B. Gump, seorang profesor kesehatan masyarakat di Universitas Syracuse dan rekan-rekannya, mengatakan bahwa orang yang berlibur secara keseluruhan mengurangi sindrom metabolik mereka. Sindrom ini dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2 hingga 25 persen.

Durasi Liburan yang Ideal

Menurut penelitian, libur seminggu adalah hal yang ideal, tetapi liburan singkat pun memiliki manfaat kesehatan. Para peneliti telah menemukan bahwa mereka yang mengubah suasana, bahkan untuk beberapa hari, tidak secara teratur atau jarang merasa stres, lelah, atau tertekan dibandingkan dengan mereka yang hampir tidak menggunakan waktu cuti mereka.

"Liburan menyediakan penyangga terhadap stres kronis dan peradangan, yang keduanya mendatangkan malapetaka pada tubuh," kata Gump kepada Washington Post.

Selain itu, traveling juga memungkinkan orang untuk membayar utang tidur yang sangat dibutuhkan. Menurut Sune Lehmann, profesor ilmu data sosial di Universitas Kopenhagen, jika seseorang tidak banyak tidur di rumah, maka tidur di tempat baru mungkin menjadi kesempatan untuk mengejar ketertinggalan. 

Terlepas dari semua manfaat liburan, generasi milenial sering kali merasa bersalah ketika mengambil cuti. Sebuah survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama merek es teh Halfday mengungkapkan bahwa 58 persen generasi milenial AS tidak mengambil cuti tanpa merasa bersalah karenanya.

Namun, hanya 55 persen dari Generasi Z yang merasa bersalah karena melakukannya sendiri. Adapun generasi boomer tidak memiliki masalah untuk liburan. Kurang dari setengah generasi yang lahir antara 1946 dan 1964 merasa bersalah karena menggunakan hari libur mereka.

NEW YORK POST | WASHINGTON POST
Pilihan Editor: Tanda Post Holiday Blues Setelah Libur Panjang
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |