DPR Wanti-Wanti Ada Pihak Memperlemah Kasus Eks Kapolres Ngada

17 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mewanti-wanti agar para penegak hukum terus mengusut kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada. Ia mengaku khawatir ada pihak yang akan memperlemah kasus ini secara hukum.

Andreas berpandangan penanganan kasus AKBP Fajar Widyadharma ini sudah berlarut terlalu lama di tahap pengerjaan berkas sejak Maret 2025. Namun, hingga sekarang berkas perkara belum dilimpahkan ke kejaksaan. “Dan kami dari awal memang mengkhawatirkan, jangan sampai kasus ini menghilang atau diperlemah secara hukum,” ujarnya kepada wartawan di gedung parlemen, Selasa, 20 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu waswas akan terjadi upaya pelemahan seperti jual beli kasus. Ia mengatakan kasus ini merupakan kasus kejahatan seksual, sehingga tidak bisa diperlakukan selayaknya kasus biasa.

Andreas juga menekankan bahwa kasus eks Kapolres Ngada sudah mendapat atensi internasional, karena pihak berwenang Australia yang pertama kali mengungkapnya. “Kalau ini tidak (ditindaklanjuti), ya sudah nanti secara internasional saja kita bongkar ini, supaya menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum,” kata dia.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan eks Kapolres Ngada Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sukmaatmaja sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Komisi Kode Etik Polri juga telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya.

Fajar disebut terbukti bersalah karena melecehkan, merekam, dan mencabuli anak di bawah umur saat menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia juga terbukti mengonsumsi narkotika.

Kasus eks Kapolres Ngada terbongkar setelah Kepolisian Australia melapor ke Divisi Hubungan Internasional Polri ihwal adanya video pencabulan anak yang diunggah ke situs pornografi. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa video tersebut diunggah dari Kota Kupang.

Kepolisian Daerah NTT kemudian menyelidiki kasus tersebut, hingga ditemukan keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga berperan sebagai penyedia anak di bawah umur untuk AKBP Fajar. “Kami mendalami dugaan bahwa wanita berinisial 'F' menerima imbalan sebesar Rp 3 juta dari AKBP Fajar untuk menyediakan anak di bawah umur,” ujar Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga pada Jumat, 14 Maret 2025.

Kepolisian menemukan korban pencabulan Fajar ada empat orang, dan tiga di antaranya adalah anak di bawah umur. “Anak satu berusia 6 tahun, anak dua berusia 13 tahun, anak tiga berusia 16 tahun, dan orang dewasa inisial SHDR berusia 20 tahun,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko saat konferensi pers di Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.

Polisi telah mengumpulkan beberapa bukti dalam kasus ini. Beberapa di antaranya adalah hasil visum pelecehan seksual terhadap korban, compact disc (CD) berisi delapan rekaman video kekerasan seksual yang dibuat oleh eks Kapolres Ngada itu, serta bukti pemesanan kamar hotel pada 11 Juni 2024.

Polda NTT pertama kali melimpahkan berkas perkara kepada Kejati NTT pada 23 Maret 2025. Beberapa hari kemudian, Kejati mengembalikan berkas eks Kapolres Ngada kepada Polda karena masih ada persyaratan yang belum lengkap. Sebulan berselang, bolak-balik berkas kembali terjadi antara Polda dan Kejati. Saat ini, berkas perkara masih dikerjakan oleh penyidik kepolisian.

Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |