TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung memastikan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, bukan buronan dan kediamannya belum pernah digeledah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
“Tidak benar,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menanggapi isu yang menyebut Nadiem masuk daftar pencarian orang (DPO), saat ditemui di kantornya, Senin, 2 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harli juga mengatakan bahwa penyidik belum menjadwalkan pemeriksaan atau penggeledahan terhadap Nadiem. “Kalau ada nanti kami sampaikan,” ujarnya.
Rumor soal status hukum Nadiem mencuat setelah Kejagung menggeledah rumah dan apartemen milik tiga mantan staf khususnya, termasuk Jurist Tan dan Fiona Handayani, pada 21 Mei 2025. Juga satu staf khusus sekaligus ahli teknis Kemendikbudristek, Ibrahim pada Jumat, 23 Mei 2025. Dari penggeledahan itu, penyidik menyita barang elektronik dan dokumen yang kini tengah dianalisis.
Pekan lalu, Kejagung menyatakan tidak menutup kemungkinan memeriksa Nadiem jika dibutuhkan untuk mengungkap perkara korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook tahun anggaran 2019–2022. “Tergantung kebutuhan penyidik, pihak mana pun bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan,” kata Harli pada Selasa, 27 Mei 2025.
Kasus ini masih di tahap penyidikan umum, tapi jaksa menyebut telah ditemukan indikasi tindak pidana dalam pengadaan laptop itu yang merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan semasa Nadiem menjabat. Program ini menelan anggaran hingga Rp 9,9 triliun, dengan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp 6,3 triliun.
Kejagung menilai pengadaan Chromebook tidak sesuai dengan rekomendasi hasil uji coba 1.000 unit laptop serupa pada 2018–2019. Uji coba menyimpulkan penggunaan Chromebook tidak efektif karena keterbatasan infrastruktur internet di sejumlah daerah.
Tim teknis pun merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu tidak dijalankan.
Kejagung menduga ada pemufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis pengadaan agar tetap mengunggulkan Chromebook. Caranya dengan mengubah kajian teknis yang menolak penggunaan sistem operasi Chromebook.
Saat ini penyidik masih mendalami siapa sosok yang mengorkestrai pemufakatan jahat pengadaan laptop Chromebook tersebut. “Setelah ditelaah dan dilakukan penyelidikan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga ditingkatkan ke penyidikan,” katanya.