Koalisi Sebut 9 Pelanggaran HAM yang Jadi Alasan Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) kembali mengingatkan publik dan negara atas deretan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sepanjang pemerintahan mantan presiden Soeharto. Mereka menegaskan hingga hari ini tidak ada satu pun dari sembilan kasus pelanggaran HAM berat tersebut yang dibawa ke pengadilan untuk mengadili pertanggungjawaban sang penguasa Orde Baru.

GEMAS merujuk pada hasil penyelidikan Komnas HAM berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Lembaga tersebut telah menyatakan bahwa sembilan kasus yang terjadi di masa kekuasaan Soeharto merupakan pelanggaran HAM berat, dan menyelesaikannya melalui jalur hukum adalah keniscayaan konstitusional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sembilan kasus itu dimulai dari Peristiwa 1965–1966, ketika Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) mengoordinasikan penangkapan, pembunuhan, dan pembuangan massal ke Pulau Buru. Komnas HAM menyebut praktik ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

GEMAS juga menyoroti Operasi Penembakan Misterius pada 1981–1985 yang menewaskan ribuan orang tanpa proses hukum. Kebijakan ini disebut sebagai bentuk efek kejut atas kriminalitas, sebagaimana tercantum dalam otobiografi Soeharto dan laporan Amnesty International.

Peristiwa Tanjung Priok 1984 dan Talangsari 1989 menjadi dua titik berdarah akibat kebijakan represif negara dalam menerapkan asas tunggal Pancasila. Dalam kedua kasus ini, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengalami penyiksaan, pengusiran paksa, dan penghilangan kemerdekaan.

Operasi militer di Aceh selama status Daerah Operasi Militer (DOM) antara 1989–1998 juga masuk dalam daftar pelanggaran HAM berat. Komnas HAM mencatat ratusan korban kekerasan seksual, penyiksaan, hingga penghilangan paksa yang terjadi secara sistematis selama periode ini.

Di penghujung kekuasaannya, Soeharto diduga terlibat dalam penghilangan paksa aktivis 1997–1998 yang melibatkan Tim Mawar dari Kopassus. Dari 23 aktivis yang diculik, hanya 9 yang kembali, sementara sisanya hilang hingga kini.

Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II menewaskan mahasiswa yang memprotes kepemimpinan Soeharto dan militerisme dalam politik. Komnas HAM telah menyatakan bahwa peristiwa ini termasuk pelanggaran HAM berat.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 menjadi babak akhir kekuasaan Soeharto yang sarat kekerasan massal, pembunuhan, perkosaan, penjarahan, dan penyerangan terhadap etnis Tionghoa, dengan aparat keamanan dinilai gagal menjalankan tanggung jawab konstitusional mereka.

GEMAS juga menambahkan pembunuhan massal terhadap dukun santet di Banyuwangi dan sekitarnya pada 1998 ke dalam daftar kasus pelanggaran HAM berat yang patut diselidiki tuntas.

Desakan Keadilan dan Penuntasan Impunitas

“Negara tidak boleh abai terhadap mandat konstitusi,” demikian pernyataan perwakilan GEMAS Jane Rosalina saat aksi menolak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto di depan Kemensos Jakarta Pusat, Kamis, 15 Mei 2025. Mereka mengingatkan bahwa Undang-Undang HAM menjamin peran masyarakat sipil untuk terlibat dalam penegakan HAM, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UU Nomor 39 Tahun 1999.

Koalisi ini juga mendesak agar seluruh temuan penyelidikan pro-yustisia Komnas HAM segera ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung, dan mendesak Presiden serta DPR untuk tidak lagi melanggengkan impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM berat.

“Upaya rekonsiliasi tidak bisa menjadi pengganti penegakan hukum,” katanya. “Keadilan bagi korban dan keluarga korban hanya bisa ditegakkan melalui proses hukum yang adil dan transparan.”

GEMAS mengingatkan bahwa pengabaian atas kejahatan HAM berat masa lalu tidak hanya melukai sejarah, tetapi juga membuka ruang berulangnya kekerasan oleh negara di masa depan.

Sebelumnya Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan nama Soeharto sudah memenuhi syarat sebagai calon kandidat penerima gelar pahlawan nasional.

Menteri yang akrab disapa Gus Ipul ini menjelaskan, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat Kementerian Sosial sedang mengkaji lebih dari 10 nama yang diusulkan ke Kemensos.

Kemensos menerima 10 daftar nama calon penerima gelar pahlawan nasional, termasuk mantan Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Gus Ipul menuturkan bahwa pihak keluarga sudah memberikan surat persetujuan atau rekomendasi nama Soeharto sebagai calon penerima gelar pahlawan nasional.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |