TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TII), Themis Indonesia dan Trend Asia melaporkan pelanggaran etik oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Kamis, 22 Mei 2025. Pengaduan ke DKPP ini dibuat berkaitan dengan penyewaan jet pribadi yang digunakan KPU RI saat penyelenggaraan Pemilu 2024.
Peneliti TII, Agus Sarwono, mengatakan pelaporan yang dilakukan sekitar pukul 13.40 WIB itu, berangkat dari dugaan pelanggaran aturan biaya perjalanan dinas oleh KPU. “Kami melaporkan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum, terkait dengan sewa private jet dalam konteks penyelenggaraan Pemilu 2024. Karena ada aturan yang jelas soal standar biaya umum untuk perjalanan dinas,” kata dia, pada Kamis, 22 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain pelanggaran pada aspek penggunaan fasilitas, Agus menilai praktik tersebut mencerminkan cacat perencanaan dalam pengadaan perjalanan dinas. Ia menyebut bahwa KPU seharusnya telah melakukan mitigasi risiko dan perencanaan logistik jauh sebelum tahapan pemilu dimulai. “Durasi 75 hari masa pemilu memang singkat, tapi bukan alasan. Seharusnya KPU sudah merancang semuanya dari awal, termasuk distribusi logistik ke daerah," ujar Agus.
Kejanggalan Nilai Kontrak
Agus membeberkan nilai kontrak penyewaan pesawat pribadi yang tak sesuai dengan pagu anggaran KPU tahun 2024. Agus menyebut pagu yang dimiliki KPU saat itu hanya Rp 46 miliar, sementara nilai kontrak pengadaan jet pribadi itu mencapai Rp 65 miliar pada Januari hingga Februari tahun lalu.
"Ya kami melihat ada dugaan mark-up (penggelembungan anggaran) ya. Karena nilai kontraknya itu jauh di atas pagu. Nah keduanya terdapat selisih yang lumayan besar. Nah kami rasa penting bagi KPK untuk mendalami itu," kata dia dalam laporan terpisah, 8 Mei lalu.
Menurut dia, selama ini KPU tidak secara terbuka soal menyewa pesawat pribadi tersebut. Agus mengatakan banyak celah yang sudah terjadi di KPU untuk melakukan praktik korupsi. "Nah dalam analisis kami, ternyata di purchasing (pembelian) itu tidak terbuka-terbuka banget. Berarti masih banyak celah sebetulnya yang terjadinya praktik curang dalam proses pengadaan," kata dia.
Agus menyebut pihak KPU seharusnya terbuka untuk melakukan tawar-menawar harga dalam penyewaan private jet itu. Dia menduga penggunaan pesawat pribadi ini juga tidak sesuai dengan peruntukannya, baik dari waktu hingga kegunaan pesawat yang seharusnya hanya sebagai tahapan distribusi logistik pemilu.
"Sehingga kalau mau ya sudah dibuka saja proses ketika terjadi purchasing, ketika pengadaan lewat purchasing, buka saja informasinya bagaimana proses tawar menambah harga," ucap Agus.
TII menjelaskan bahwa pengiriman logistik ke ibu kota kabupaten atau kota telah selesai pada 16 Januari 2024. Selanjutnya, periode 17 Januari hingga 13 Februari 2024 merupakan tahap distribusi dari kabupaten atau kota ke tempat pemungutan suara (TPS).
Sementara itu, penggunaan private jet oleh KPU terjadi pada Januari hingga Februari 2024. "Ada dugaan penggunaan private jet justru tidak digunakan untuk logistik pemilu. Ini semakin memunculkan kuatnya indikasi kerugian negara dalam pengadaan sewa private jet," ujar Agus pada Ahad, 27 April 2025 lalu.
Instansinya turut menelusuri data melalui aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP. Dari penelusuran itu, ditemukan adanya dua kontrak untuk penyedia yang sama. Artinya, perusahaan tersebut menangani dua paket pekerjaan dalam satu pengumuman rencana umum (RUP).
Adapun perusahaan yang dimaksud adalah PT Alfalima Cakrawala Indonesia, yang memang bergerak di bidang layanan penyewaan private jet. Kejanggalan dari penyedia pesawat tersebut, kata Agus, adalah PT Alfalima Cakrawala Indonesia baru berdiri pada 2022.
Dia mengatakan perseroan tersebut baru berusia dua tahun dan tanpa pengalaman sebagai penyedia dalam proyek pemerintah, perusahaan ini justru terpilih oleh KPU untuk pengadaan sewa jet pribadi. "Jika ditelusuri melalui situs Sistem Informasi Penyedia di website LKPP, perusahaan ini justru dikualifikasikan sebagai usaha kecil," kata dia.