Mantan PM Tunisia Dipenjara 34 Tahun saat Jadi Oposisi Pemerintah

12 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Perdana Menteri Tunisia Ali Larayedh dijatuhi hukuman 34 tahun penjara oleh pengadilan Tunisia atas tuduhan memfasilitasi keberangkatan para milisi ke Suriah. Tuduhan itu dibantah keras oleh tokoh oposisi tersebut.

"Saya tidak bersimpati, tidak terlibat, tidak netral, atau lunak terhadap kekerasan, terorisme," kata Larayedh kepada hakim pada Jumat, 2 Mei 2025, dikutip dari Aljazeera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Larayedh menolak apa yang dia dan partainya, Ennahdha, nilai sebagai penuntutan bermotif politik itu. Adapun putusan tersebut menjadi pukulan terbaru bagi partai Ennahdha, kekuatan oposisi utama bagi Presiden Tunisia Kais Saied.

Larayedh, perdana menteri yang menjabat dari 2013 hingga 2014, telah ditahan sejak 2022.

Hukuman terhadapnya dijatuhkan hanya sepekan setelah penangkapan kritikus vokal Saied Ahmed Souab dan hukuman penjara baru yang dijatuhkan kepada lawan politik, tokoh media, dan pengusaha atas berbagai tuduhan konspirasi.

Menurut kantor berita negara TAP, hukuman tersebut berlaku untuk delapan orang, dengan hukuman penjara berkisar antara 18 hingga 36 tahun. Pengadilan tidak menyebutkan nama-nama terpidana bersama Larayedh.

Ennahdha membantah semua tuduhan terkait terorisme. Partai itu beralasan bahwa kasus tersebut merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap perbedaan pendapat yang telah meningkat sejak Saied menangguhkan parlemen dan mengambil alih kekuasaan yang luas pada 2021. 

Adapun pemerintah menyatakan bahwa peradilan Tunisia bersifat independen, menolak klaim adanya campur tangan politik.

Meski begitu, kelompok hak asasi manusia mengatakan tindakan keras terhadap suara-suara oposisi, termasuk pemenjaraan Souab, menandai eskalasi yang berbahaya. Banyak pihak yang memperingatkan bahwa keuntungan demokrasi di tempat kelahiran Musim Semi Arab pada tahun-tahun sejak revolusi 2011 terus-menerus dibatalkan.

Protes terhadap Presiden Tunisia

Saied menghadapi protes pada Kamis ketika para penentang turun ke jalan-jalan di Tunis. Para demonstran menuduhnya menggunakan peradilan dan polisi untuk membungkam perbedaan pendapat.

Demonstrasi tersebut, yang kedua dalam seminggu, terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas apa yang oleh para kritikus dianggap sebagai pergeseran otoriter di negara tersebut yang memicu Musim Semi Arab.

Berbaris di sepanjang Jalan Habib Bourguiba, para pengunjuk rasa anti-Saied meneriakkan slogan-slogan termasuk "Saied pergi, kamu seorang diktator" dan "Rakyat menginginkan jatuhnya rezim" sebagaimana seruan yang memicu pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan mantan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.

Pendukung Saied mengadakan unjuk rasa tandingan di jalan raya yang sama, meneriakkan, "Tidak untuk campur tangan asing" dan "Rakyat menginginkan Saied lagi".

Oposisi menuduh Saied merusak demokrasi yang dimenangkan dalam revolusi 2011, karena dia mengambil alih kekuasaan ekstra pada tahun 2021 ketika menutup parlemen terpilih dan mulai memerintah dengan dekrit sebelum mengambil alih otoritas atas peradilan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |