Pengamat Nilai Rencana Setop Impor BBM dari Singapura akan Merugikan Indonesia

6 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai rencana pemerintah menyetop impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura sebagai langkah keliru. Sebab, kata Fahmy, rencana impor BBM tidak rasional secara ekonomi dan justru berpotensi merugikan Indonesia.

Fahmy berpendapat rencana itu juga mengabaikan realitas rantai pasok dan efisiensi energi. Ia menjelaskan, BBM dari Singapura telah melalui proses blending di kilang mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan domestik, terutama jenis seperti Pertalite yang tidak dijual di pasar global. “Kalau kita impor dari Amerika atau negara lain, belum tentu bisa sesuai spesifikasinya, apalagi ongkos kirimnya lebih mahal,” ujar Fahmy saat dihubungi, Senin, 12 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fahmy mengatakan, sebenarnya BBM yang diimpor dari Singapura merupakan hasil pengolahan dari minyak mentah dari kawasan Timur Tengah. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa negara tersebut menjadi eksportir BBM terbesar di Indonesia. “Singapura memang tidak punya cadangan minyak, tapi mereka punya kilang canggih dan infrastruktur yang lengkap. Itu sebabnya BBM dari sana bisa memenuhi spesifikasi kilang kita,” kata Fahmy.

Fahmy menduga wacana pengalihan impor BBM ini tak lepas dari tekanan dagang Amerika Serikat, terutama sejak era Presiden Donald Trump. “Amerika ingin menekan defisit perdagangan dengan Indonesia. Karena tidak mungkin kita impor mobil atau produk manufaktur, maka minyak menjadi sasaran,” ujarnya.

Namun, dari sisi ekonomi, kata Fahmy, rencana ini keliru. “Kalau dihitung dari aspek cost and benefit, lebih besar ruginya. Belum lagi risiko rantai pasok yang terganggu,” katanya.

Untuk mengurangi impor BBM, menurut Fahmy, Indonesia harus serius mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), bukan sekadar mengandalkan peningkatan produksi minyak dalam negeri. “Produksi minyak mentah kita makin menurun, sementara konsumsi terus naik. Solusinya ya dengan substitusi energi seperti B40, bukan dengan manuver dagang yang berisiko,” katanya.

Fahmy mengingatkan bahwa tanpa terobosan nyata dalam EBT, ketergantungan pada impor BBM akan terus membebani neraca energi nasional. “Kalau tidak ada langkah serius ke arah sana, semua ini hanya wacana politik yang tidak menyentuh akar masalah,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah berencana menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura. Ia menyoroti lebih dari separuh atau sekitar 54 persen total impor BBM Indonesia berasal dari negara tersebut. "Singapura bukan produsen minyak, tapi kita malah membeli dari sana," kata Bahlil dalam diskusi bertema Arah Kebijakan Geostrategi dan Geopolitik Indonesia yang diselenggarakan DPP Partai Golkar di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025.

Bahlil juga mengungkapkan bahwa sekitar 34 persen BBM yang diproduksi Singapura dipasarkan ke Indonesia, meskipun negara itu tidak memiliki cadangan minyak signifikan. Ia menilai situasi tersebut sebagai kelemahan strategi energi nasional. "Harga BBM dari Singapura setara dengan harga dari Timur Tengah. Ini bukan hal yang patut dibanggakan. Karena itu, saya putuskan bahwa dalam enam bulan ke depan, Indonesia harus menghentikan impor BBM dari Singapura,” ujarnya.

Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |