TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PT PLN menanggapi soal tagihan listrik senilai Rp 12,7 juta yang dibebankan kepada seorang konsumen asal Jombang bernama Masruroh.
Manager PT PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang Dwi Wahyu Cahyo Utomo lalu membeberkan duduk perkara yang belakangan viral diberitakan tersebut. Awalnya tagihan hingga belasan juta itu dibebankan kepada pelanggan saat BUMN setrum itu melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik atau P2TL.
Dalam penertiban pada 14 September 2022, ditemukan bahwa rumah yang ditempati Masruroh dengan nama pelanggan Naif Usman menyambungkan listrik ke instalasi rumah tanpa melalui pengukuran dan pembatas daya.
Setelah kegiatan penertiban itu, keluarga Masruroh menyetujui akan membayar tagihan susulan senilai Rp 19 juta dengan metode angsuran. Pada bulan itu juga, pelanggan membayar uang muka P2TL sebesar Rp 3,8 juta.
“Namun dikarenakan pelanggan tidak melakukan pembayaran angsuran sejak bulan Desember 2022, maka dilakukan pemutusan listrik,” kata Dwi melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Ahad, 27 April 2025.
Kemudian, pada Maret 2025, Dwi mengatakan PLN melakukan pemeriksaan persil pelanggan atas nama Chusnul Cotimah—bersebelahan dengan persil milik Naif Usman/Masruroh—dan menemukan levering atas sambungan listrik tegangan rendah yang menyalur ke persil lain.
PLN lalu berkoordinasi dengan Chusnul dan memutus aliran listrik. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan umum yang berpotensi membahayakan masyarakat.
“Pada hari ini 26 April 2025 PLN segera menindaklanjuti hal tersebut dengan memberi edukasi keamanan ketenagalistrikan dan pemahaman terhadap tunggakan yang masih berjalan,” kata Dwi. Ia berujar, Masruroh sepakat melunasi tagihan listrik dengan keringanan angsuran sebanyak 36 kali.
Pilihan Editor: Cerita di Balik Macetnya Pensiun Dini PLTU Cirebon
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini