TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menanam ribuan bibit pohon untuk menyediakan pakan dan melestarikan habitat lutung kokah (Presbytis femoralis) di sejumlah area produksi minyak dan gas bumi di Riau. Di Hutan Kojo, 2.000 bibit matoa dan 1.000 bibit jengkol telah ditanam sebagai investasi jangka panjang bagi ruang hidup primata pemalu tersebut.
“Harapannya kelak pohonnya menjulang tinggi dan menjadi lumbung pakan alami. Daun pucuk jengkol juga menjadi makanan lutung kokah dan pohonnya berguna menjadi tempat mereka beraktivitas,” kata Manager Community Involvement & Development (CID) PHR Iwan Ridwan Faizal pada Tempo, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah serupa juga dilakukan di Taman Hutan Raya Sutan Syarif Hasyim, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, yaitu 1.000 bibit matoa dan 500 bibit jengkol ditanam untuk memperkuat upaya konservasi di kawasan yang menjadi populasi lutung kokah terbesar di wilayah kerja PHR.
PHR juga berupaya memperluas habitat lutung kokah ke kawasan hutan Pematang Pudu, Kabupaten Bengkalis, dengan menanam 500 bibit matoa. “Upaya ini bukan sekadar seremonial belaka. Ini wujud komitmen mengembalikan keseimbangan ekosistem, memastikan bahwa jejak kaki lutung kokah tetap menghiasi tanah Riau di masa depan,” ungkap Iwan.
Lutung kokah, dengan wajah dan bulu hitam keperakan yang khas, merupakan primata endemik Sumatera. Dulunya, hewan itu leluasa melompat dari dahan ke dahan di rimba Riau, namun seiring perkembangan pemanfaatan hutan, lanskapnya pun ikut berubah.
Berdasarkan data Rimba Satwa Foundation (RSF), mitra pelaksana program konservasi PHR, di Hutan Talang tersisa sekitar 20 ekor lutung kokah. Sedikit lebih banyak ditemukan di Hutan Kojo, mencapai 24 ekor. Harapan tampak di Tahura Minas, yang masih menampung 139 ekor. Sementara di Giam Siak Kecil ditemukan sekitar 90 ekor.
Namun, upaya konservasi lutung kokah tidak mudah. Alih fungsi lahan memecah belah populasi lutung kokah. Hutan yang dulunya terhubung, kini terfragmentasi, yang menyulitkan pergerakan dan perkawinan antar-kelompok. Tak hanya itu, pakan yang terbatas juga menjadi persoalan pelik. Ketika hutan menyempit, sumber makanan alami pun berkurang.
Konservasi lutung kokah butuh sinergi dari berbagai pihak. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PHR juga berupaya membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian primata ini. Edukasi, patroli hutan, dan upaya mitigasi konflik menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi konservasi yang dijalankan.
“Masa depan lutung kokah di rimba raya bergantung pada komitmen semua kalangan hari ini, sebelum mendapat status terancam punah oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN),” tutup Iwan.