Polemik Stairlift Borobudur untuk Kunjungan Macron-Prabowo, Berapa Harga Pemasangannya?

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Gambar dan video pemasangan alat bantu di Candi Borobudur beredar luas di media sosial. Narasi yang menyertainya menyebut alat tersebut sebagai eskalator, dan dikaitkan dengan rencana kunjungan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 28 atau 29 Mei 2025.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi menegaskan alat yang dipasang bukan eskalator, melainkan stairlift atau alat bantu naik tangga. Fasilitas ini disiapkan untuk memudahkan kedua kepala negara mencapai puncak candi. "Borobudur itu kira-kira setinggi lantai kita ini, gedung 12 lantai. Jadi, Presiden Prancis kunjungan kenegaraan waktunya terbatas, sehingga disiapkan fasilitas menapaki setiap lantai dan tingkat di Borobudur," ujar Hasan di kantornya, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Biaya Pemasangan Stairlift

Menurut situs Lifeway Mobility, biaya pemasangan stairlift bervariasi tergantung beberapa faktor, seperti merek, model, bentuk tangga, serta apakah unitnya baru, bekas, atau disewa. Stairlift dengan rel lurus sepanjang 14 kaki (sekitar 4,2 meter) biasanya dibanderol US$2.800–US$8.000 atau sekitar Rp44,8 juta hingga Rp128 juta (asumsi kurs Rp16.000 per dolar AS), termasuk biaya pemasangan.

Unit bekas dengan rel lurus bisa dibeli mulai dari US$2.200 atau sekitar Rp35,2 juta, tergantung kondisi dan mereknya. Untuk stairlift luar ruangan, harganya umumnya lebih tinggi karena memerlukan material tahan cuaca dan kursi dengan penutup pelindung.

Sementara itu, stairlift dengan rel lengkung yang disesuaikan dengan bentuk tangga dihargai jauh lebih mahal. Biaya pemasangannya mulai dari US$11.300 atau sekitar Rp180,8 juta, tergantung konfigurasi tangga dan lokasi pemasangan.

Respons Umat Buddha

Pembina di Parisadha Wajrayana Kasogatan, Upashaka Pandhita Tarra Lozhang, menanggapi viralnya pemasangan alat bantu tersebut. Ia menilai istilah “eskalator” yang digunakan di media sosial menimbulkan kesan seolah alat yang dipasang seperti yang ada di pusat perbelanjaan. "Kalau dipasang eskalator (yang dinaiki dengan cara) berdiri seperti di mal, kami keberatan. Tapi jika negara menghendaki demikian, kami juga tidak punya hak untuk menolak, cuma menyayangkan saja," kata Tarra saat dihubungi Tempo, Senin, 26 Mei 2025.

Menurutnya, pemasangan eskalator seperti di pusat perbelanjaan akan merusak situs bersejarah. Namun, jika yang dipasang adalah stairlift seperti penjelasan dari Kepala PCO, maka tetap perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap struktur candi.

Tarra menyebut belum mengetahui apakah penggunaan stairlift aman bagi situs. Ia mengkhawatirkan potensi kerusakan apabila pemasangannya menempel pada badan candi. “Dan batu candi kan susunannya susun kunci. Kalau menopang beban pasti bergeser. Apakah nanti enggak dicor atau dibor biar kokoh? Kan itu mengubah struktur dan estetika juga,”ujarnya.

Ia menekankan dua hal penting dalam pemasangan alat bantu ini: kepentingan negara dan perlindungan situs. Agar keduanya bisa terpenuhi, Tarra mengusulkan dua alternatif solusi. "Pertama, ditandu pakai tandu kenegaraan," ucapnya. Menurut Tarra, para biksu lansia selama ini naik ke atas Candi Borobudur dengan cara digendong oleh dua sampai tiga orang.

Solusi kedua, menutup tangga dengan kayu agar bisa dilalui kursi roda yang didorong. Ia menyebut akses semacam ini sudah diterapkan di Angkor Wat, Kamboja, dan Pagoda Shwedagon, Myanmar. “Kalau Candi Borobudur lebih curam untuk kursi roda. Mungkin memerlukan pengamanan khusus,” ujar Tarra.

Ia berharap dua solusi ini bisa mencegah kerusakan pada candi. “Atau silakan dipikirkan cara lain yang tidak membahayakan situs, tetapi juga tetap bisa memfasilitasi kepentingan negara,” tutupnya.

Hendrik Yaputra dan Pito Agustin Rudiana berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |