HAMAS mengumumkan pada Minggu, 11 Mei 2025, bahwa mereka akan membebaskan sandera Israel-Amerika, Edan Alexander, yang telah ditahan di Gaza selama lebih dari 550 hari. Langkah ini merupakan bagian dari upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut, Axios melaporkan.
Beberapa sumber mengindikasikan bahwa pembebasan Alexander dipandang sebagai isyarat dari Hamas kepada Presiden Donald Trump, yang dijadwalkan mengunjungi Timur Tengah akhir pekan ini. Utusan Gedung Putih, Steve Witkoff, telah menginformasikan kepada orang tua Alexander mengenai rencana Hamas dan diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Israel pada Senin menjelang pembebasan.
Bagaimana Proses Negosiasi Pembebasan Alexander?
Witkoff telah terlibat dalam negosiasi dengan Qatar, Mesir, dan Hamas, serta melakukan pembicaraan dengan Iran di Oman. Pembicaraan-pembicaraan ini ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengamankan kesepakatan Gaza dan memajukan negosiasi perdamaian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel dikabarkan tidak terlibat langsung dalam kesepakatan tersebut dan pertama kali mengetahui perkembangannya melalui badan intelijennya. Menurut sumber, Israel tidak akan diminta untuk membebaskan tahanan Palestina sebagai imbalan atas pembebasan Alexander. Namun, Israel harus menyetujui gencatan senjata sementara dan menangguhkan penerbangan pesawat tak berawak di atas Gaza untuk jangka waktu tertentu guna memastikan Alexander keluar dengan selamat dari daerah kantong tersebut.
Pembebasan Alexander difasilitasi dengan keterlibatan Qatar, Mesir, dan Turki, menurut para pejabat Hamas. Negosiasi langsung telah melibatkan para pejabat dari AS, Qatar, Mesir, dan Hamas. Utusan khusus AS menggambarkan langkah tersebut sebagai langkah positif dan meminta Hamas untuk juga membebaskan jasad empat warga AS lainnya yang diculik pada serangan 7 Oktober lalu.
Apa Komentar Hamas?
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menyatakan kesediaannya untuk "segera memulai negosiasi intensif dan menginvestasikan upaya serius untuk mencapai kesepakatan akhir untuk mengakhiri perang, mencapai pertukaran tahanan yang disepakati, dan solusi untuk pemerintahan di Jalur Gaza oleh individu-individu profesional yang independen”.
Hamas telah menyatakan kesiapannya untuk membebaskan semua sandera yang tersisa jika Israel menyetujui gencatan senjata permanen dan penarikan sepenuhnya dari Gaza.
Bagaimana Reaksi Israel?
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam sebuah sesi tertutup dengan Komite Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Knesset, menggambarkan periode saat ini sebagai "hari-hari yang sangat penting." Israel telah menetapkan akhir perjalanan Presiden Trump sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan baru tentang penyanderaan dan gencatan senjata. Jika tidak ada kesepakatan yang tercapai, Israel telah mengancam akan melancarkan operasi besar-besaran yang bertujuan untuk menduduki dan meratakan daerah kantong tersebut serta mengusir penduduknya.
Situasi kemanusiaan di Gaza tetap mengerikan, dengan lebih dari 52.800 warga Palestina terbunuh dan penduduknya sangat bergantung pada pasokan bantuan yang semakin menipis karena blokade yang sedang berlangsung.
Siapa Edan Alexander?
Dilansir Ynet, Edan Alexander dibesarkan di Tenafly, New Jersey, dan pindah ke Israel pada usia 18 tahun untuk menjadi sukarelawan di Brigade Golani IDF. Ia tinggal bersama kakek-neneknya di Tel Aviv dan di Kibbutz Hazor, di mana ia tinggal bersama para prajurit lainnya. Ia adalah putra dari pasangan Yael dan Adi dan memiliki dua adik laki-laki, Mika dan Roy. Di sekolah menengah, dia adalah perenang yang kompetitif dan menyukai olahraga ekstrem.
Dia diculik pada 7 Oktober, saat dia tidak diwajibkan untuk tetap berada di pangkalan. Karena ibunya sedang berkunjung dari luar negeri, Alexander bisa saja pulang ke rumah pada akhir pekan, seperti yang biasa dilakukan oleh tentara yang bertugas sendirian, tetapi dia memilih untuk tetap tinggal agar orang lain tidak perlu menanggung tugas penjagaannya.
Selama Alexander ditawan, keluarganya berapa kali menerima tanda kehidupan darinya. Tanda-tanda kehidupan pertama datang dari seorang wanita yang diculik dari Nir Oz yang kemudian dibebaskan. Wanita itu mengatakan kepada Yael bahwa dia telah melihat Edan pada 7 Oktober, karena semua sandera awalnya ditahan di satu ruangan sebelum akhirnya dipisahkan.
Wanita yang duduk di seberang Edan, menggambarkannya dalam keadaan diborgol dan berseragam. Dia meminta para penculik untuk memberinya air dan membuka borgolnya agar dia bisa minum. Edan mengatakan kepadanya bahwa dia berasal dari Amerika Serikat dan bahwa ibunya mengunjunginya di Tel Aviv. Mereka sempat berbincang-bincang sebelum para penculik memisahkan para sandera ke dalam beberapa kelompok.
Seorang perempuan lain yang diculik bersama suaminya dan kemudian dibebaskan juga bertemu dengan Edan. Dia ingat bahwa dia tersenyum padanya dan menenangkannya, berkata, "Kamu adalah warga sipil, tidak terlibat dalam kekacauan ini. Kamu akan dibebaskan." Dia mengatakan bahwa ketenangan Edan membantunya dan suaminya menjadi tenang. Dia ingat bahwa pada saat itu, Edan dan anak laki-laki itu tidak lagi diborgol, karena para penculik tampaknya menyadari bahwa mereka bukan ancaman.
Mengapa Akhirnya AS Berusaha Membebaskannya?
Pada akhir November 2024, 421 hari setelah penculikan Edan, Hamas merilis video pertama yang memperlihatkannya dalam tahanan. Klip berdurasi 90 detik yang direkam di ruang bawah tanah yang remang-remang itu menunjukkan Alexander duduk di dinding beton, wajahnya tirus tapi tenang. Mengenakan kaus abu-abu polos, ia menyampaikan pesan yang menggabungkan permohonan pribadi dengan kritik politik, yang mencerminkan penggunaan perang psikologis oleh Hamas. Keluarganya, setelah berkonsultasi dengan pejabat keamanan Israel, menyetujui perilisan video tersebut untuk menarik perhatian dunia terhadap situasinya.
Dalam video tersebut, Alexander menyapa mantan Presiden Trump: "Presiden Trump, nama saya Edan Alexander. Saya adalah warga negara AS-Israel yang ditawan di Gaza. Sebagai orang Amerika, saya selalu percaya pada kekuatan Amerika Serikat. Sekarang, saya memohon kepada Anda - gunakan kekuatan dan pengaruh Anda untuk menegosiasikan pembebasan kami. Setiap hari di sini terasa seperti keabadian. Rasa sakit di dalam semakin memburuk. Tolong jangan buat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan [Joe] Biden. Senjata yang dia kirimkan membunuh kami. Saya tidak ingin mati seperti Hersh, teman Amerika lainnya."
Dia juga berbicara kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu: "Saya mendengar Anda berbicara tentang rakyat Israel di berita dan saya sangat kecewa. Anda menawarkan $5 juta kepada siapa pun yang mengembalikan kami dalam keadaan hidup? Seorang perdana menteri seharusnya melindungi warga negara dan tentaranya - tetapi Anda telah meninggalkan kami. Penjaga kami memberi tahu kami tentang instruksi baru yang mereka terima. Saat IDF mendekati lokasi kami, ketakutan kami memuncak. Kami mati ribuan kali setiap hari, dan tidak ada yang merasakan kami."
Perilisan video tersebutlah yang mendorong tindakan segera dari pemerintahan Trump, yang telah melakukan pembicaraan melalui jalur belakang dengan Hamas sejak awal 2025. Adam Boehler, utusan Trump untuk penyanderaan pada saat itu, memimpin negosiasi di Doha, Qatar, dengan para pemimpin politik Hamas. Tiga putaran perundingan berlangsung pada Maret 2025.
Saat ini Alexander adalah satu-satunya warga negara Amerika yang masih hidup di antara 59 sandera yang masih ditahan oleh Hamas. Dari jumlah tersebut, hanya 21 orang yang dipastikan masih hidup, dan status tiga orang lainnya masih belum jelas. Empat sandera yang telah meninggal - Itay Chen, Gadi Haggai, Judi Haggai, dan Omer Nuetra - juga adalah warga negara Amerika Serikat.