TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) untuk melacak kasus sebuah grup Facebook yang diduga berisi konten hubungan sedarah atau inses.
Komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Pornografi dan Cyber Kawiyan, mengatakan pelacakan tersebut akan memprioritaskan anak yang menjadi korban. "KPAI berkomitmen untuk menyelamatkan anak-anak yang menjadi korban," kata dia ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 18 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kawiyan, dengan jumlah anggota grup bernama Fantasi Sedarah yang mencapai 32 ribu orang, potensi jumlah anak yang menjadi korban kekerasan seksual sangat besar. Karena itu, ia menilai aparat kepolisian bersama kementerian atau lembaga terkait harus segera melacak dan mendata kasus-kasus tersebut, lalu mengambil langkah untuk memisahkan anak-anak dari orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap mereka.
"Anak-anak yang menjadi korban tindakan inses tersebut adalah anak yang membutuhkan perlindungan khusus," ujarnya.
Kawiyan menjelaskan perlindungan khusus adalah bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi atau kondisi tertentu, guna menjamin rasa aman dari berbagai ancaman yang dapat membahayakan keselamatan dan mengganggu proses tumbuh kembangnya.
KPAI juga mengutuk keras grup Facebook inses tersebut. Grup bernama Fantasi Sedarah itu telah dihapus oleh Meta karena melanggar aturan. Kawiyan mengatakan terungkapnya grup tersebut menjadi bukti bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak masih marak terjadi dan sebagian besar belum terungkap, layaknya fenomena gunung es.
"Bahkan kebanyakan kasus kekerasan seksual dilakukan oleh orang-orang terdekat, termasuk oleh orang tua sendiri," kata dia.
Media sosial saat ini kata Kawiyan, masih sering dimanfaatkan sebagai wadah untuk menyebarkan konten-konten negatif, termasuk pornografi. Padahal, hal tersebut seharusnya dapat dicegah karena sudah diatur dalam regulasi, yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Tetapi masih banyak terjadi pelanggaran terhadap UU tersebut. Masih banyak pihak yang mengunggah konten yang melanggar kesusilaan," ujar dia.
Adapun kegiatan yang ada di grup Facebook inses itu, kata Kawiyan, melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.