Wawancara Lutesha: Transformasi Jadi Ketua Gangster

1 day ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Lutesha melakukan serangkaian perubahan demi memerankan karakter Vanya dalam film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal yang akan tayang mulai Kamis, 5 Juni 2025 di bioskop. Sebagai ketua gangster di Korea Selatan yang memiliki tato di hampir seluruh bagian tubuhnya dan cenderung mengintimidasi lawan bicaranya, Vanya menjadi karakter penting dalam menggerakkan alur cerita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam wawancara eksklusif bersama Tempo pada Jumat, 23 Mei 2025, Lutesha menceritakan berbagai hal menarik yang dialami selama mempersiapkan film produksi Adhya Pictures dan Relate Films ini. Selama tiga pekan, ia melakukan syuting di beberapa kota di Korea Selatan, termasuk Seoul, Dangjin, dan Seosan. Proses syuting dilakukan pada Agustus 2023. Saat itu sedang musim panas dan menjadi tantangan tersendiri bagi Lutesha yang harus menjaga tato-tato temporer di tubuhnya agak tidak pudar.

Sampai Jumpa, Selamat Tinggal adalah film bergenre drama romantis karya sutradara Adriyanto Dewo, peraih penghargaan Sutradara Terbaik di Festival Film Indonesia 2014 untuk Tabula Rasa. Film ini mengikuti kisah Wyn (Putri Marino) yang pergi ke Seoul untuk mencari pacarnya yang hilang, Dani (Jourdy Pranata). Ia bertemu dengan Rey (Jerome Kurnia), warga negara Indonesia yang telah tinggal di sana selama lebih lima tahun. Mereka meminta bantuan teman Rey, Anto (Kiki Narendra), yang menggunakan jaringannya untuk mencari Dani. Selama pencarian, Wyn dan Rey semakin dekat.

Agar Wyn bisa tinggal lebih lama, Rey meminta bantuan Vanya (Lutesha), warga negara Indonesia yang bekerja untuk gangster Korea. Melalui Vanya, Rey menemukan Dani, yang kini menggunakan nama lain, tetapi merahasiakannya. Setelah bertemu dan tinggal bersama Dani, Wyn menyadari bahwa Dani bukan lagi orang yang dikenalnya. Dani tidak ingin kembali ke Indonesia dan bahkan mengusir Wyn dari tempat tinggal mereka. Saat Rey mencoba melupakan Wyn, Anto memberi tahu bahwa Wyn hilang. Rey harus menemukan Wyn yang hilang.

Bagaimana karakter Anda di film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal?

Di sini aku berperan sebagai Vanya. Dia bisa dibilang yang memegang nasib semua karakter yang ada di film ini. Dia posisinya adalah bos gangster. Dia yang menyalurkan pekerjaan ilegal terhadap imigran-imigran ini. Dia karakternya karismatik tapi dia juga manipulatif, dan dia juga licik. Bisa dibilang, dia itu antagonisnya di film ini. Dia yang memberikan konflik, masalah, dan hambatan terhadap cerita dan karakter yang di sini.

Penampilan Anda di film ini sangat berbeda. Bagaimana proses perubahan tersebut?

Aku tipe aktor yang lumayan mengulik dan berkreasi terhadap penampilan fisik sebuah karakter. Di film ini karena dibantu sama Mas Adri juga, kami benar-benar berdiskusi. Kayak tatonya Vanya mau apa? Mau kayak bagaimana gambarnya? Untuk gaya rambut mau seperti apa? Awalnya mau cepak. Awalnya pengen pendek banget. Tapi akhirnya aku memberikan penawaran, bagaimana kalau diwarnain aja. Diwarnain, terus detail-detail kecil yang mungkin gak terlalu keliatan kaya dari warna kuku, pemilihan anting, piercing terus alisnya juga di-bleach.

Potret Lutesha saat memerankan Vanya di film "Sampai Jumpa Selamat Tinggal". Foto: Instagram/sampaijumpaselamattinggal

Lumayan tampilan yang cukup berani dan beda. Mas Adri pengen rata-rata tatonya binatang. Terus karena aku memandang Vanya ini sebagai karakter yang licik dan culas, oh ya sudah kami ambil binatangnya seperti mangsa dan predator aja. Ada laba-laba, laba-laba kan suka menjaring korbannya.

Mas Ardi bisa diajak diskusi. Aku ingat banget sampai H-2 sebelum aku terbang ke Korea, aku nge-thrift ke Pasar Baru untuk beli leather jacket buat Vanya. Kami benar-benar menciptakan karakter ini bareng-bareng. Aku emang ingin bikin aneh yuk sekalian. Untungnya mereka memfasilitasi.

Berapa lama proses pembuatan tato temporer?

Tatonya di tangan sama kaki juga. Itu memang sengaja aku bikin appointment-nya mendekati hari H ketika aku mau terbang ke Korea, soalnya takut luntur. Bikinnya di Jakarta, pakai teknologi namanya fruit ink. Jadi harusnya bertahan sekitar dua mingguan, tapi untuk jaga-jaga ya sudah aku tatonya mendekati hari H sebelum ke Korea aja. 

Tapi ternyata nampaknya tipe kulitku itu yang cepat regenerasi. Jadi enggak tahu kenapa setelah berapa hari itu gampang luntur. Nah, repot banget. Lalu lucunya di Korea itu kami syuting bulan Agustus 2023, Itu lagi musim panas, itu lagi heat wave, panas banget. Terus aku tahu kalau misalnya aku semakin sering mandi, itu akan semakin luntur. Jadi aku tahan-tahan dalam lima hari cuman mandi 3 kali. Dan untungnya, aku bukan yang tipe yang gampang keringetan atau bagaimana. 

Aku dibantu juga sama Jourdy Pranata. Soalnya kami di sini timnya kecil, jadi makeup artisnya cuman bisa menangani satu orang atau beberapa orang. Jadi ketika dia lagi kerja, terus aku minta Jourdy 'tolong tebelin dong, touch up tato gue dong' terus ya sudah touch up aja.

Bagaimana cerita Anda belajar menggunakan rokok elektronik pertama kali untuk karakter Vanya?

Aku enggak merokok dan nge-vape sama sekali, jadi itu mesti belajar. Lucunya, aku belajarnya baru pas sampai Korea. Sama anak art dikasih vapenya, pinjem biar terbiasa. Aku ingat banget vape itu rasa mangga, terus awal-awal aku enggak bisa sedotnya, karena susah banget. Terus Jourdy atau Jerome ngomong ’oh, lu sedotnya kayak lagi sedot mi’. Terus bisa. Pas aku sampai Korea, aku enggak langsung syuting. Aku ada jarak waktu sekitar mungkin lima hari atau berapa hari. Aku sedot si rasa mangga itu, belajar nge-vape.

Apakah setelah syuting menjadi kecanduan rokok elektrik sampai sekarang?

Enggak. Tapi, menariknya adalah aku merasa Vanya itu tipe berbicaranya cukup lamban. Sengaja aku perlambat, menandakan dia itu orangnya sangat strategik. Dia itu observant terhadap lawan bicaranya, jadi dia tahu apa yang harus dia katakan untuk menjaring atau memanipulasi lawan bicaranya. Nah, uniknya dengan alat vape ini aku jadi bisa mengisi kekosongan. Misalnya, ketika lawan bicaranya ngomong, terus sekarang waktunya aku ngomong, aku enggak mau langsung ngomong. Aku langsung nge-vape aja. Terus ada bunyinya lumayan mengganggu sih, dan itu lumayan memakan waktu. Jadi kayak ada bunyi, pasti orangnya agak awkward kan, ini orang kenapa enggak ngomong. Jadi lumayan mengintimidasi.

Anda dan Jerome Kurnia bermain di film lain dengan latar Korea Selatan juga. Bagaimana kalian beradaptasi dalam perubahan karakternya?

Aku berteman lama sama Jerome. Jadi kami berdua saling tahu soal metode kami dan emang anaknya santai banget sih dan untung kami tipenya sama. Kami enggak terlalu menganalisa terlalu lama dan dalam. Lumayan spontan, on the spot, tapi kami juga baca dulu sebelumnya. Untuk membedakannya, dari cerita filmnya beda banget sih. Yang satu dark, yang satu happy ending. Jadi mungkin karena dibantu oleh kekontrasan dua film ini sebenarnya.

Karakter Anda digambarkan sebagai orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Korea. Bagaimana Anda belajar bahasa Korea untuk film ini?

Sebelumnya belum pernah, jadi ini pertama kali belajar bahasa Korea. Tapi kami disediakan dialect coach. Semua naskah yang harus bahasa Korea sudah diterjemahkan. Kami diajarkan cara cengkoknya, konteksnya seperi apa, pelafalannya bagaimana. Belajar selama kurang dari satu bulan.

Menariknya, saat kami reading-nya online. Dia (dialect coach) itu orang Indonesia yang sudah lama di Korea. Ketika kami sampai Korea, kamu punya fixer namanya Jae, orang Korea asli. Dia dari production service. Dia kasih masukkan, 'ini bahasanya terlalu formal, kamu ganti saja. Kalau anak zaman sekarang ngomongnya kayak gini'. Jadi kita dapat dua versi.

Profil Lutesha:

Nama: Lutesha Sadewa

Lahir : Jakarta, 23 Juni 1994 

Debut: Film pendek The Junk Society (2012)

Debut Layar Lebar: My Generation (2017)

Sofwa Najla Tsabita Sunanto turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |