TEMPO.CO, Jakarta - Raden Ajeng Kartini adalah sosok pahlawan nasional yang dikenal dengan perjuangannya untuk mendapatkan hak-hak perempuan. Kartini bukan hanya simbol perlawanan terhadap ketidakadilan gender, tetapi juga inspirasi bagi banyak perempuan untuk berani bersuara dan menentukan jalan hidupnya sendiri.
Pilihan Editor: Aneka Pesan Krusial dari Sineas Indonesia
Artikel ini akan mengulas sejumlah film yang merefleksikan semangat emansipasi perempuan, baik dari kisah nyata maupun fiksi. Film-film ini membawa pesan kuat tentang keberanian, ketekunan, dan kekuatan perempuan dalam menghadapi tekanan sosial dan budaya.
Film tentang Kesetaraan Perempuan
1. Kartini
Film Kartini dibesut Hanung Bramantyo, mengangkat kisah hidup Raden Ajeng Kartini, seorang perempuan bangsawan Jawa yang dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan di Indonesia.
Dalam film ini, Dian Sastrowardoyo berperan sebagai Kartini. Berlatar di Jepara pada akhir abad ke-19, film ini menyoroti perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk memperoleh pendidikan yang setara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak kecil, Kartini tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat pada tradisi nenek moyang, termasuk tradisi pingitan yang memaksa perempuan untuk menjalani kehidupan di rumah.
2. Marlina, Si Pembunuh Dalam Empat Babak
10_SENI_filmMarlina,-SiPembunuhdalamEmpatBabak
Berlatar di bentang alam tandus dan sunyi Sumba, film ini mengisahkan perjalanan seorang janda bernama Marlina yang mengalami peristiwa tragis, lalu bangkit memperjuangkan keadilan dengan caranya sendiri. Cerita dimulai ketika sekelompok pria asing mendatangi rumah Marlina dan dengan keji merampok serta mengancam akan melecehkannya.
Sesuai judulnya, film ini dibagi dalam empat babak, yakni perampokan, perjalanan, pengakuan, dan kelahiran. Setiap babak menyajikan sisi berbeda dari pengalaman Marlina, mulai dari trauma, keteguhan, hingga keberanian menghadapi kenyataan yang tak berpihak padanya sebagai perempuan di tengah masyarakat patriarkal.
3. Sokola Rimba
Film ini merupakan adaptasi dari kisah nyata Butet Manurung, seorang aktivis pendidikan yang memperjuangkan hak belajar masyarakat adat di pedalaman hutan Sumatra.
Cerita berfokus pada karakter Butet, diperankan Prisia Nasution, seorang fasilitator pendidikan yang tergabung dalam program literasi untuk komunitas terpencil. Saat ia bertugas di wilayah hulu Makekal, ia mengalami berbagai kesulitan, baik dari sisi medan maupun penerimaan masyarakat adat yang masih memegang teguh tradisi mereka.
Namun, semua itu tidak menghalangi niat tulus Butet untuk mengenalkan huruf dan angka kepada anak-anak suku Nyungsang Bungo, demi membuka jalan bagi mereka menuju masa depan yang lebih mandiri.
4. Little Woman
Poster film Little Women. Foto: Wikipedia.
Little Women adalah film adaptasi dari novel klasik karya Louisa May Alcott. Film ini mengisahkan kehidupan empat bersaudara perempuan dalam keluarga March, yakni Meg, Jo, Beth, dan Amy yang tumbuh di masa pasca-Perang Saudara di Amerika Serikat.
Meski terikat oleh darah dan cinta keluarga, masing-masing dari mereka memiliki impian, kepribadian, dan pandangan hidup yang berbeda.
Melalui sudut pandang Jo, penonton diajak merenungkan makna menjadi seorang perempuan, kebebasan dalam memilih jalan hidup, dan pentingnya saling mendukung dalam keluarga.
5. Mulan
Mulan adalah film live-action produksi Disney yang mengangkat legenda klasik dari Tiongkok tentang keberanian, kehormatan, dan pengorbanan. Film ini mengisahkan perjalanan Hua Mulan, seorang gadis muda yang menyamar sebagai pria demi menggantikan ayahnya yang sakit untuk ikut dalam wajib militer.
Dalam dunia yang masih kental dengan nilai patriarki, Mulan menghadapi tantangan besar, bukan hanya di medan perang, tetapi juga dalam menyembunyikan identitas aslinya. Dengan tekad dan keteguhan hati, ia melatih kemampuannya hingga menjadi prajurit tangguh dan memperoleh kepercayaan dari rekan-rekannya maupun atasannya.
6. Yuni
Film Yuni. Dok. Disney+ Hotstar.
Film ini bercerita tentang seorang siswi SMA bernama Yuni, yang cerdas dan bercita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Namun, kehidupan Yuni mulai dihadapkan pada kenyataan pahit ketika ia menerima beberapa lamaran pernikahan meski usianya masih belia.
Penolakan demi penolakan yang ia lakukan justru menimbulkan desas-desus bahwa dirinya membawa kesialan, sejalan dengan mitos lokal yang mempercayai bahwa perempuan yang menolak lamaran lebih dari dua kali akan sulit menikah.
Film Yuni menjadi suara bagi banyak perempuan muda yang ingin menentukan masa depannya tanpa harus tunduk pada tekanan tradisi atau stigma.
7. Gangubai Kathiawadi
Ganga, seorang gadis muda dari keluarga baik-baik di Gujarat, dibujuk untuk meninggalkan rumahnya dengan janji palsu akan kehidupan yang lebih baik bersama pria yang ia cintai.
Namun kenyataan berkata lain, ia justru dijual ke rumah bordil dan dipaksa menjalani kehidupan sebagai pekerja seks. Alih-alih menyerah pada nasib, Ganga perlahan menjelma menjadi Gangubai, seorang pemimpin karismatik yang memperjuangkan hak-hak dan martabat perempuan di Kamathipura.
Gangubai bukan hanya menjadi sosok pelindung bagi para wanita yang bernasib sama dengannya, tetapi juga seorang orator yang berani menyuarakan aspirasi ke tingkat politik.
IMDB