Ahli Gizi Beberkan Penyebab Potensial Keracunan Makanan di Program MBG

7 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencuat di sejumlah daerah mendapat sorotan dari ahli gizi Tan Shot Yen. Ia menilai, peristiwa semacam ini sangat mungkin terjadi apabila prinsip dasar pengolahan makanan massal tidak dipenuhi secara ketat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang harus dipahami adalah konsep hazard analysis and critical control point (HACCP), yaitu analisis bahaya di titik-titik kritis sejak bahan pangan dibeli sampai makanan dikonsumsi," kata Tan saat dihubungi Tempo pada Jumat, 25 April 2025.

Menurut Tan, ada enam titik krusial dalam rantai penyediaan makanan yang harus diawasi ketat agar tak menimbulkan risiko keracunan. Pertama, pemilihan bahan pangan. Ia menegaskan, bahan makanan harus segar, tidak busuk atau berjamur, dan memenuhi standar kualitas tertentu.

Kedua, penyimpanan bahan makanan. "Misalnya, daging harus dibekukan sebelum dimasak. Begitu pula telur dan sayuran harus disimpan sesuai ketentuannya," ujar dia.

Titik ketiga adalah proses memasak. Tan mengingatkan agar semua bahan tambahan, seperti kecap, saus, maupun bumbu dapur, dipastikan tidak kedaluwarsa atau terkontaminasi. "Penggunaan zat tambahan yang tidak dibutuhkan tubuh, seperti penyedap rasa berlebihan, juga sebaiknya dihindari."

Keempat, metode pengemasan makanan. Tan menyoroti larangan penggunaan styrofoam atau plastik, meski berlabel BPA-free, jika makanan masih dalam kondisi panas. "Itu bisa menimbulkan reaksi kimia yang berbahaya."

Kelima, proses distribusi. Menurut Tan, makanan yang disalurkan dalam jumlah besar harus dijaga pada suhu di atas 60 derajat Celsius untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Ia menyebut rentang suhu 5–60 derajat Celsius sebagai zona bahaya bagi kontaminasi mikroba.

"Alat pemanas makanan bukan untuk membuat makanan tetap hangat, tapi untuk memastikan suhu makanan tidak memasuki zona kritis pertumbuhan bakteri," ujar dia.

Terakhir, proses penyajian di sekolah juga harus diawasi. Sendok dan alat makan wajib bersih, dan anak-anak harus dibiasakan mencuci tangan sebelum makan.

Tan menilai, pelatihan dan simulasi teknis seharusnya dilakukan sebelum program diluncurkan. "Kalau memang belum siap, ya harus berani bilang belum siap. Jangan hanya karena ambisi pimpinan, masyarakat jadi korban," ujarnya.

Ia juga menilai pemerintah seharusnya menguji pelaksanaan MBG secara menyeluruh, bukan hanya secara seremonial. "Uji coba tata kelola itu jauh lebih penting dari sekadar peluncuran simbolik."

Sebagai langkah pencegahan ke depan, Tan menyarankan agar dapur umum dibangun di sekolah, memanfaatkan kantin yang sudah ada. "Pemilik kantin sudah terbiasa masak untuk anak-anak. Mereka tahu selera anak dan bisa dimodifikasi jadi lebih sehat, seperti bakso dari ikan tenggiri."

Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan puskesmas, khususnya unit kesehatan lingkungan (kesling), untuk memantau kualitas dan kebersihan dapur secara berkala. "Ini bukan sekadar soal distribusi makanan, tapi sistem pengawasan dan tata kelola yang harus dibenahi dari hulu ke hilir."

Kasus dugaan keracunan makanan dalam MBG mencuat di berbagai daerah. Setidaknya empat wilayah telah melaporkan insiden serupa sejak program ini berjalan awal tahun 2025. 

Kasus terbaru terjadi di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, tepatnya di SDN 33 Kasipute pada Rabu, 23 April 2025. Belasan murid muntah setelah mencium aroma amis dari paket MBG yang berisi nasi, chicken karaage, tahu goreng, dan sayur sop.  

Peristiwa serupa juga terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, melibatkan 78 siswa dari MAN 1 dan SMP PGRI 1. Peristiwa itu menjadi bagian dari kejadian luar biasa (KLB) yang ditetapkan pemerintah daerah, setelah total 176 warga mengalami gejala serupa akibat konsumsi makanan, termasuk dari acara hajatan warga. 

Di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, 29 siswa SD Katolik Andaluri dilarikan ke fasilitas kesehatan usai menyantap makanan MBG pada 18 Februari 2025. Para siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan seperti mual dan muntah. 

Insiden serupa juga terjadi di SDN Dukuh 03 Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 16 Januari 2025. Sekitar sepuluh murid dari total 200 siswa yang menerima makanan MBG mengalami sakit perut dan mual usai makan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |