Beberapa Sorotan AS Soal Beleid Produk Halal Indonesia: Rumit dan Berbelit

5 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyoroti kebijakan produk halal Indonesia yang dinilai sebagai hambatan perdagangan non-tarif. Protes ini tertuang dalam Foreign Trade Barriers Report 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS atau United States Trade Representative disingkat USTR.

Dalam laporan tersebut, AS menyampaikan kekhawatiran terhadap cara pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan halal yang dianggap tidak transparan, memberatkan, dan merugikan pelaku usaha asing, terutama dari AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurang Transparansi dalam Proses Regulasi

Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Indonesia mewajibkan sertifikasi halal untuk berbagai kategori produk, mulai dari makanan dan minuman hingga produk farmasi dan alat kesehatan.

Meski tujuannya adalah untuk memberikan kepastian bagi konsumen Muslim di dalam negeri, AS menilai proses penerapan kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam perdagangan internasional.

Dalam laporannya, USTR menyoroti pola yang berulang di mana Indonesia mengesahkan peraturan-peraturan pelaksana terlebih dahulu tanpa memberitahu Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atau membuka ruang konsultasi dengan pelaku industri asing.

Contohnya, Keputusan Menteri Agama No. 748/2021 dan No. 816/2024 langsung diberlakukan tanpa proses dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan, termasuk eksportir luar negeri.

Prosedur ini dianggap melanggar komitmen Indonesia dalam perjanjian Hambatan Teknis terhadap Perdagangan atau Technical Barriers to Trade (TBT) di WTO yang mewajibkan negara anggota untuk memberi pemberitahuan sebelum menerapkan peraturan yang berpotensi memengaruhi perdagangan global.

Proses Akreditasi dan Sertifikasi Dianggap Berbelit

Kebijakan Indonesia juga mengharuskan lembaga sertifikasi halal asing (HCB) untuk melalui proses akreditasi yang dinilai rumit dan tidak efisien. Berdasarkan BPJPH Regulation No. 3/2023, setiap lembaga asing harus memenuhi berbagai persyaratan administratif, termasuk dokumen tambahan, persyaratan ketat bagi auditor, serta kewajiban menandatangani perjanjian pengakuan timbal balik (MRA) dengan BPJPH.

USTR menyatakan bahwa ketentuan ini tidak hanya meningkatkan beban administratif, tetapi juga menyebabkan penundaan dalam akreditasi HCB dari AS. Biaya tambahan dan waktu tunggu yang lama ini mempersulit pelaku industri AS untuk mengekspor produk ke Indonesia, khususnya di sektor makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik.

Dampak terhadap Perdagangan dan Pelaku Usaha

Kewajiban sertifikasi halal yang luas dinilai menciptakan ketidakpastian hukum dan komersial bagi perusahaan AS. Ketentuan yang mewajibkan halal untuk alat kesehatan kelas D pada tahun 2039 berdasarkan Keppres No. 6/2023, serta regulasi tambahan seperti Peraturan Pemerintah No. 42/2024 yang memperpanjang tenggat waktu halal makanan impor hingga 2026, membuat pelaku usaha asing harus menyesuaikan operasional dan logistiknya secara drastis.

AS juga menyoroti bahwa beberapa kebijakan produk halal Indonesia tidak didasarkan pada pertimbangan ilmiah atau keselamatan pangan, tetapi pada alasan administratif yang dapat berubah sewaktu-waktu. Hal ini mempersulit eksportir untuk merancang strategi jangka panjang dalam memasuki pasar Indonesia.

Amerika Serikat terus menyuarakan protesnya dalam forum WTO. Mereka mendesak Indonesia untuk segera menyempurnakan regulasi halal agar lebih selaras dengan prinsip perdagangan bebas dan adil.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |