Bonnie Triyana Minta Dedi Mulyadi Pikir Ulang Soal Rencana Kirim Anak Nakal ke Tentara

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana, mengatakan perlu ada pertimbangan mendalam mengenai gagasan pengiriman siswa bermasalah ke barak militer. Bonnie menyampaikan hal ini merespons adanya rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirimkan anak-anak yang dinilai nakal untuk dididik ala militer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," kata Bonnie dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 April 2025.

Menurut Bonnie, pendidikan militer bukan cara yang tepat untuk menguatkan karakter siswa khususnya anak bermasalah. “Penanganan siswa bermasalah harus dipahami secara holistik dengan menelaah keluarga, lingkungan pergaulan, dan aktivitas di sekolah," ujar dia.

Menangani siswa bermasalah, ia melanjutkan, memerlukan pendekatan psikologis. "Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa bermasalah jauh lebih tepat ketimbang mengirim mereka ke barak militer," tutur politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu.

Bonnie berpendapat mengirimkan anak bermasalah ke barak militer untuk dididik secara militeristik bukan satu-satunya cara menyelesaikan masalah kedisiplinan remaja. Apalagi anak-anak memiliki latar belakang sosial yang beragam. "Cara instan menyelesaikan problem kenakalan remaja tidak akan bisa menyelesaikan masalah hingga ke dasarnya, yang seringkali berakar ke problem sosial," kata Bonnie.

Bonnie mengingatkan bahwa setiap anak bermasalah memiliki karakter yang berbeda, termasuk latar belakang yang menyebabkan perilaku mereka menjadi bermasalah. “Jadi tidak bisa disamaratakan seperti itu. Harus ditemukan pola yang paling tepat untuk memperbaiki sikap mereka sesuai dengan kebutuhan anak-anak ini seperti apa. Kalau seperti ini dengan gaya militeristik, kayaknya malah jadi ke mana-mana,” ujar dia.

Lebih lanjut, Bonnie menilai pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi seharusnya memastikan keberadaan guru konseling di setiap sekolah. Guru-guru itu harus yang terlatih dalam mengatasi siswa bermasalah. Bonnie mengatakan para pemangku kepentingan perlu memperhatikan kebutuhan dasar anak didik, yakni kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan dari tenaga pengajar. 

Ia meminta agar para pemangku kepentingan memahami fungsi maupun tupoksinya masing-masing. "Sebaiknya jangan sampai merepotkan tentara yang sedang bertugas menjaga NKRI dari potensi ancaman yang datang dari luar ke negeri kita dengan menambah-nambahi beban kerja yang tak relevan,” ujar Bonnie.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani juga mengatakan rencana pengiriman siswa ke barak militer itu memerlukan kajian mendalam. Gagasan itu, menurut dia, membutuhkan dialog antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, praktisi pendidikan, hingga masyarakat.

Lalu Ari, sapaan akrab Lalu Hadrian, berpendapat rencana Dedi Mulyadi itu bisa membangun karakter disiplin, nasionalisme, bahkan kesiapan bela negara bagi anak-anak muda. “Namun, gagasan ini bisa saja tidak sesuai dengan konteks pendidikan formal dan dinilai berpotensi membebani siswa,” kata Lalu Ari ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 30 April 2025.

Misalnya, ia melanjutkan, ada kekhawatiran bahwa gagasan ini dapat mengalihkan fokus dari tujuan utama pendidikan, yaitu pengembangan akademik dan keterampilan hidup siswa.

Ia menyebut pendidikan karakter, nasionalisme, hingga kesiapan bela negara sudah ada di kurikulum siswa. Pembinaan tersebut dilakukan melalui pendidikan bela negara yang diintegrasikan dalam beberapa mata pelajaran, salah satunya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

“Konsep bela negara lebih ditekankan pada pembangunan kesadaran nasionalisme, cinta tanah air, dan kesiapan mental-spiritual untuk membela negara, bukan melalui pelatihan militer fisik,” ujar Lalu Ari.

Dia menekankan pendidikan bela negara tidak boleh mengabaikan hak-hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan yang menyeluruh dan berorientasi pada pengembangan potensi siswa.

Dedi Mulyadi sebelumnya menyatakan rencananya untuk menyerahkan anak-anak Kota Depok yang dianggapnya nakal ke institusi TNI dan Polri untuk dididik ala militer. Kebijakan ini, kata dia, akan diterapkan mulai Mei 2025.

Ia berharap Wali Kota Depok Supian Suri bisa berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan militer setempat. "Saya mau buat program, anak-anak yang nakal di rumahnya enggak mau sekolah, pengen jajan terus, balapan motor terus, sama orang tuanya melawan diserahin ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di komplek militer dan komplek polisi. Setuju enggak?" kata Dedi saat menghadiri acara HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025.

Menurut Dedi, ia akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan hingga satu tahun agar anak-anak yang dianggapnya berperilaku nakal dibina TNI dan Polri. "Nanti udah baik baru dibalikin ke orang tuanya," kata Dedi.

Namun demikian, sejumlah pihak mengkritik rencana Dedi mengirim anak-anak ke barak militer. Menanggapi itu, Dedi mengatakan gagasannya adalah untuk mengubah paradigma anak-anak sekarang yang tidak kompetitif.

Ia mengklaim banyak orang tua dan guru sekarang yang tidak lagi sanggup menghadapi murid nakal. Apalagi ada tren mengkriminalisasi guru yang bersikap tegas. “Maka, salah satu pilihannya adalah melibatkan TNI-Polri menjadi bagian dari upaya pembinaan mereka,” kara Dedi saat ditemui di Kompleks Parlemen DPR/MPR di Jakarta, 29 April 2025. 

Ia mengatakan orang tua akan membuat surat pernyataan dan mengantar anaknya ke barak TNI untuk dibina. Ia memastikan anak tersebut tidak akan kehilangan status pelajarnya. Mereka akan tetap belajar seperti biasa. Hanya saja wajib mengubah pola hidup, misalnya, tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 04.00 WIB. 

Kemudian, anak tersebut diajarkan disiplin seperti membereskan ruang tidur, sarapan, dan olahraga tepat waktu. Bahkan, kata Dedi, anak-anak tersebut akan diajarkan puasa Senin-Kamis atau mengaji bada magrib bagi yang muslim. 

“Ini adalah arah pembinaan yang tidak didapatkan di lingkup kehidupan pribadi mereka di lingkungan rumah mereka. Dan tidak ada pelatihan militer. Jadi masuk barak militer bukan latihan perang-perangan, bukan,” ujar Dedi. 

Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Mengapa Daerah Otonomi Baru Tak Berkembang Optimal

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |