Cerita Nasabah Koperasi Melania Kesulitan Cairkan Uang Ayahnya yang Sudah Meninggal

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Awalnya, Neneng Nurjanah—anggota Koperasi Melania atau Melania Credit Union (MCU)—tidak pernah mengalami kesulitan mencairkan uang tabungannya pada koperasi yang diduga mengalami gagal bayar anggota senilai ratusan miliar rupiah itu.

Neneng mengatakan dia telah menjadi anggota Koperasi Melania cabang Cirata, Bandung selama sekitar 10 tahun. Namun beberapa tahun belakangan ini, Neneng mendengar desas-desus kantor pusat koperasi simpan pinjam itu mengalami permasalahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Awal-awalnya sih bagus, sampai saya pernah menyimpan deposito dan aman. Mulai kacaunya itu tiga tahun belakangan," kata Neneng saat dihubungi pada Ahad, 20 April 2025.

Selama dua hingga tiga tahun terakhir, kata Neneng, para nasabah mulai kesulitan untuk mencairkan ataupun meminjam uang dengan nominal di atas Rp 10 juta dari Koperasi Melania. Neneng mengatakan, prosedur penarikan uang di atas nominal Rp 10 juta dilakukan di kantor pusat.

Neneng mengatakan, usai mengetahui keadaan kantor pusat, para nasabah lain jadi ogah untuk membayarkan simpanan wajib. “Sudah pada gak mau, udah pada khawatir,” ujar dia.

Dengan kondisi itu, Neneng diminta ayahnya yang juga nasabah Koperasi Melania. untuk mengambil uang mereka. “Bapak saya tahu (keadaan) di pusat begitu, jadinya diantisipasi,” ujar dia.

Selain menunaikan simpanan wajib, setidaknya ada dua produk simpanan milik Koperasi Melania yang digunakan Neneng untuk mendepositokan uangnya. Produk itu adalah Tabungan Saham Khusus Anggota (Taska) dan Tabungan Perumahan (Taperma).

Neneng mengatakan ada dana sekitar Rp 8 juta miliknya yang tersisa pada Koperasi Melania. Sementara tabungan ayahnya yang tertahan di koperasi adalah sekitar Rp 15 juta. “Bapak saya nyimpen deposito sekitar Rp 50 juta, nah itu diambil-ambilin dengan dicicil,” ujar dia.

Neneng mengatakan baru-baru ini dia mendatangi kantor Koperasi Melania cabang Cirata untuk mengambil tabungan ayahnya yang telah meninggal. Ia juga hendak menutup tabungannya dari koperasi itu. Alasannya, kantor koperasi tersebut jauh dari kediamannya saat ini.

Saat mengajukan penarikan dana, Neneng menyatakan dia mendapatkan nomor antrean di atas 100. Adapun daftar antrean itu dibentuk pengurus koperasi karena koperasi tidak memiliki dana untuk mencairkan uang nasabah.

“Sekitar tiga tahun atau empat tahunan (bisa cair),” kata Neneng menirukan ucapan pengurus koperasi soal peluang tabungannya cair berdasarkan nomor antrean. Neneng heran dengan jawaban pengurus. Musababnya, menurut dia, dana yang tertahan pada koperasi itu terbilang kecil. “Ayah saya Rp 15 juta, saya Rp 8 juta, ada saudara saya Rp 2 juta.”

Neneng sempat mempertanyakan sumber dana yang digunakan koperasi untuk mencairkan uang nasabah. Menurut keterangan Koperasi Melania, mereka akan mengandalkan uang dari angsuran wajib nasabah. Neneng mengatakan, pengurus koperasi itu memperkirakan uang angsuran yang diterima mereka dalam sebulan adalah Rp 1,5 juta.

Mengetahui kondisi keuangan koperasi itu, ia pun pesimistis uangnya akan cair dalam tiga tahun. “Kalau sebulan cuma Rp 1,5 juta, kebayang kan saya dapat antrean nomor 100 sekian.”

Neneng mengatakan dia ikut dalam barisan anggota Koperasi Melania yang menempuh jalur hukum terhadap dugaan gagal bayar yang menyulitkan mereka.

Dalam dokumen yang diterima Tempo, kejanggalan manajemen keuangan Koperasi Melania itu tercium oleh anggotanya pada 2023 silam. Anggota Koperasi Melania menyatakan risiko likuiditas koperasi itu tercatat rendah, yakni 0,77 persen pada 31 Desember 2022.

Koperasi Melania pun mengalami krisis likuiditas pada 2023 dan anggotanya kesulitan melakukan pencairan dana. Kendati demikian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jawa Barat justru menyatakan Koperasi Melania dalam kondisi cukup sehat dengan perolehan skor likuiditas sebesar 85,00. 

Seluruh pengawas Koperasi Melania mengundurkan diri sebelum agenda Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2023. Pada RAT 2023 yang dihelat pada April 2024, pengurus mengumumkan ada kenaikan kredit macet atau non-performance loan (NPL) dari 4,85 persen menjadi sekitar 86 persen dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. 

Para anggota pun menolak laporan pertanggungjawaban pengurus. Selepas itu, pengurus Koperasi Melania mengundurkan diri. Dari sana, sejumlah anggota mengajukan diri menjadi pengurus dan pengawas koperasi yang baru. Pengurus dan pengawas pengganti itu membentuk tim verifikasi dan pengurus pengawas verifikasi untuk mendalami alasan Koperasi Melania kolaps.

Tim verifikasi dan pengurus pengawas verifikasi mengungkapkan bahwa komposisi kredit bruto Koperasi Melania pada 2023 menunjukkan disparitas yang signifikan antara kredit macet dan kredit lancar. Kredit macet Koperasi Melania pada 2023 adalah 87,3 persen sedangkan kredit lancar hanya 13,7 persen. Terdapat lima peminjam yang menyumbangkan uang lebih dari Rp 226 miliar. 

Pada Mei 2024, tim verifikasi dan pengurus pengawas verifikasi menyelenggarakan Rapat Anggota Khusus untuk memberikan laporan kepada anggota dan mengembalikan kepengurusan kepada manajer lama agar mereka bertanggung jawab atas utang. Mereka pun membentuk Komite Krisis Koperasi Melania untuk menempuh jalur hukum.

“Kami menyampaikan temuan-temuan tersebut dalam rapat dan kemudian mengundang anggota secara sukarela untuk menempuh jalur hukum,” kata Susi. 

Sebulan setelahnya, Komite Krisis Koperasi Melania mengumpulkan anggota yang hendak menempuh jalur hukum. 

Anggota Koperasi Melania yang melakukan pelaporan kepada polisi mendapatkan pendampingan hukum dari Priyo Konsultan Hukum. Terdapat 229 anggota koperasi dengan total kerugian Rp 57 miliar yang akhirnya menyerahkan kasus ini kepada penasehat hukum. 

Pada September 2024, anggota Koperasi Melania yang sudah melaporkan kasus ini kepada Direktorat Kriminal Umum Polda Jawa Barat bersama 20 orang lain dan penasehat hukum hendak membuat laporan ke bagian Direktorat Kriminal Khusus.

Kendati demikian, pejabat kepolisian di sana menyarankan mereka untuk fokus pada kasus yang dilaporkan di Polrestabes Bandung dan tidak membuat laporan baru kepada Direktorat Kriminal Khusus. 

Alasannya, sudah ada laporan yang sama yang dilayangkan kepada bagian umum. 

Kasus ini akhirnya naik ke tahap penyidikan di Polrestabes Bandung pada 2024. Kepolisian baru melakukan pemeriksaan terhadap saksi yakni anggota Komite Krisis Koperasi Melania pada Februari 2025. Sebulan setelahnya, seorang anggota Koperasi Melania memberikan keterangan kepada Polda Jawa Barat pada Maret lalu. 

Polrestabes Bandung mengonfirmasi bahwa proses hukum yang diajukan anggota Koperasi Melania itu berada pada tahap penyidikan. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung Abdul Rahman mengatakan penyidik masih melakukan pemanggilan terhadap beberapa saksi untuk diperiksa.

“Sudah ada 6 saksi yang diperiksa,” kata Rahman saat dikonfirmasi, Kamis, 17 April 2025. 

Rahman mengatakan, kepolisian akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lain pada Senin, 21 April 2025.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |