Tarif Impor: Serba-serbi Donald Trump Sebut Tengah Berunding dengan Cina

9 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menyatakan pada Kamis waktu setempat, 17 April 2025, bahwa negaranya tengah melakukan negosiasi dengan Cina terkait tarif. Ia optimistis bahwa kedua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dapat mencapai kesepakatan guna mengakhiri ketegangan perang dagang yang berkepanjangan.

Trump menyebutkan bahwa pembicaraan telah berlangsung sejak ia memberlakukan kenaikan tarif terhadap Cina hingga mencapai 145 persen. Sebagai tanggapan, Cina menerapkan tarif balasan dalam jumlah besar, yang juga berdampak pada beberapa negara lain. Pemerintah AS menyebut langkah tersebut sebagai "Hari Pembebasan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, Trump tampak berhati-hati saat ditanya apakah ia telah berkomunikasi langsung dengan Presiden Cina, Xi Jinping. Sebelumnya, ia sempat memberikan isyarat bahwa komunikasi langsung tersebut telah terjadi.

"Saya tidak pernah mengatakan apakah hal itu terjadi atau tidak," katanya ketika ditanya tentang pembicaraan dengan Xi Jinping. "Itu tidak pantas."

Tarif Impor untuk Cina akan Dinaikkan Jadi 245 persen

Ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina semakin meningkat. Pernyataan dari Gedung Putih mengenai rencana pengenaan tarif impor hingga 245 persen terhadap sejumlah produk asal Cina memicu kebingungan, tak hanya di Beijing tetapi juga secara global.

Bagi banyak eksportir Cina, Amerika Serikat merupakan pasar utama, sehingga kehilangan akses ke pasar tersebut menjadi pukulan yang berat. Mereka pun harus mencari alternatif pasar lain, seperti Uni Eropa, untuk menutupi potensi kerugian, terutama di tengah perlambatan ekonomi Cina yang sangat bergantung pada ekspor.

Di sisi lain, pemerintahan Trump terus memperbesar tekanan terhadap Cina dan mendorong negara-negara mitra dagangnya untuk memilih antara menjalin hubungan dengan Beijing atau Washington.

Kalkulasi Gedung Putih untuk Angka 245 Persen?

Gedung Putih menyatakan bahwa Cina kini dikenai tarif impor hingga 245 persen untuk masuk ke pasar Amerika Serikat sebagai konsekuensi dari langkah-langkah balasan yang diambilnya.

Seorang pejabat Gedung Putih menjelaskan kepada Newsweek bahwa angka tersebut mencerminkan total tarif maksimum yang dapat dikenakan pada sejumlah produk asal Cina. Perhitungan ini mencakup kombinasi dari tarif balasan, tarif atas fentanil, serta tarif berdasarkan Pasal 301 yang saat ini mencapai 100 persen.

Sebagai contoh, kendaraan listrik masih dikenai tarif 100 persen berdasarkan Pasal 301 yang belum dicabut sejak era pemerintahan Biden, sehingga produk-produk tersebut harus menghadapi total beban tarif sebesar 245 persen.

Cina Ngaku Tidak Takut untuk Berperang

Sejak awal, Cina telah menyatakan bahwa mereka tidak gentar menghadapi konflik dalam bentuk apa pun. Pemerintah Cina telah menginstruksikan maskapai domestiknya untuk menolak pengiriman pesawat Boeing serta menghentikan impor peralatan dan suku cadang dari perusahaan-perusahaan Amerika. Selain itu, layanan pos Hong Kong juga mengumumkan penghentian pengiriman surat ke Amerika Serikat.

Penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap produk-produk Cina sudah cukup untuk membuat ekspor ke AS menjadi sangat sulit, apalagi jika rencana Trump menaikkan tarif hingga 245 persen benar-benar terwujud. “Biaya yang harus ditanggung kedua belah pihak akan sangat besar,” kata Vina Nadjibulla, wakil presiden bidang riset dan strategi di Asia Pacific Foundation of Canada, kepada Al Jazeera. "Siapa yang akan menyerah lebih dulu tergantung pada siapa yang lebih tahan menghadapi tekanan dan lebih siap secara strategi," tambahnya.

Meskipun Cina menunjukkan sikap tegas, kenyataannya negara tersebut memiliki kerentanan ekonomi yang lebih besar dibandingkan Amerika Serikat. Jika perang dagang terus berlarut, dampaknya bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang pada ekonomi Cina yang sangat bergantung pada ekspor.

Dampak Tarif Impor Trump Terhadap Ekonomi Global

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Rabu menyampaikan bahwa volume perdagangan global diperkirakan akan menyusut sebesar 0,2 persen pada tahun 2025 jika kondisi saat ini tetap berlangsung — angka ini disebut "hampir tiga poin persentase lebih rendah" dibandingkan skenario dengan tarif rendah.

WTO juga memperingatkan bahwa dampak lanjutan dari kebijakan "tarif timbal balik" yang diberlakukan oleh Donald Trump — meskipun sebagian besar ditangguhkan hingga Juli — berpotensi menyebabkan penurunan perdagangan barang global sebesar 1,5 persen. Hal ini dinilai akan sangat merugikan negara-negara berkembang yang mengandalkan ekspor.

Sementara itu, Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen untuk tahun 2025. Dalam evaluasinya, UNCTAD mencatat bahwa laju pertumbuhan di bawah 2,5 persen sering kali menjadi indikator awal terjadinya resesi global.

Dewi Rinw Cahyadi dan Ida Rosdalina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Perang Dagang Tarif Trump Impor

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |