Info Event - Setelah lima tahun hening, TEDxPadjadjaran University kembali menggaungkan ide-ide cemerlang di Museum Sri Baduga, Bandung. Mengusung tema “Gaungan Kujang”, acara tahun ini membangkitkan kesadaran akan pentingnya koneksi manusia dengan lingkungan sekitar—koneksi yang tidak hanya dirasakan, tetapi juga direspons secara kritis dan penuh aksi.
Sebagai bagian dari platform global TED (Technology, Entertainment, Design), TEDxPadjadjaran hadir secara independen dengan semangat “Ideas Change Everything.” Di tahun keduanya pascapandemi, para mahasiswa Universitas Padjadjaran tidak hanya menyelenggarakan acara utama, tetapi juga memperkaya rangkaian dengan pre-event kolaboratif bersama The Lodge Maribaya yang berhasil melibatkan 80 partisipan.
Menggabungkan semangat modern TED dan kearifan lokal Sunda, peserta disambut dalam mini exhibition bertajuk Simpul Sukma—pameran seni yang membuka ruang perenungan akan tema. Mereka juga diajak menjelajahi perpustakaan TEDx dan memainkan alat musik tradisional seperti Calembung, Karinding, dan Goong Tiup. Suasana semakin hidup dengan penampilan teater dari komunitas Teater Djati dan vokal solo yang menyentuh.
Tahun ini menjadi momen pertama TEDxPadjadjaran menghadirkan dua pembicara lokal dari sivitas kampus: Kevin Noelee, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, membawakan ide “The Talent to Learn”—sebuah refleksi atas proses meraih prestasi melalui semangat belajar tanpa batas. Sementara Sarah Ardiwinata, alumni Fakultas Hukum dan mantan Wakil Ketua BEM 2020, menyuarakan pentingnya self-leadership sebagai pondasi perubahan personal.
Sesi demi sesi diselingi penampilan singkat yang memantik rasa penasaran. Lola Amaria, produser dan sutradara film, membuka cakrawala peserta melalui “The Power of Film”. Baginya, film bukan sekadar hiburan, melainkan peluru tajam sekaligus pelukan hangat yang bisa mengubah cara pandang manusia.
Iklan
Tak kalah menggugah, jurnalis, musisi, dan aktris Azizah Hanum mengajak peserta merenung dalam sesi bertajuk “What Is Normal”, menggali empati dan keberagaman dalam masyarakat. Ia membuka dengan pertanyaan tajam: “Siapa yang pernah harus berubah demi diterima orang lain?”
Sesi berlanjut ke isu literasi bersama penulis Dhianita Kusuma Pertiwi. Ia menekankan pentingnya membaca sebagai bekal pembelajaran seumur hidup, terlebih di era yang serba instan. Sementara jurnalis sepak bola Aun Rahman mengangkat bagaimana budaya suporter, seperti Bobotoh Persib, menjadi cermin identitas budaya yang kuat dan dinamis.
TEDxPadjadjaran bukan hanya panggung ide, tapi juga ruang interaksi. Melalui networking session, para peserta saling bertukar gagasan, menjalin relasi, dan berdiskusi langsung dengan para pembicara. Acara ditutup meriah dengan penampilan Teater Djati yang kembali menyentuh hati.
“Semoga peserta benar-benar merasakan makna ‘Gaungan Kujang’—mampu memahami lingkungan dan bertindak secara kritis,” ujar Kraanti, Executive Producer TEDxPadjadjaran University 2025. “Kami ingin TEDx ini menjadi titik awal munculnya Padjadjaran Ideators—generasi pembawa perubahan bagi lingkungannya.” (*)