APPA NTT minta eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma, tersangka kekerasan seksual anak, dihukum kebiri
21 Mei 2025 | 06.00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memantau dugaan pencabulan anak oleh eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Pasalnya kasus ini mandek kurang lebih dua bulan di tahap pengerjaan berkas perkara.
“Aliansi Peduli Perempuan dan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Komisi III DPR RI untuk mengawasi dan mengawal proses hukum AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sukmaatmaja, eks Kapolres Ngada,” kata Asti Laka Lena, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) NTT, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III di gedung parlemen, Selasa, 20 Mei 2025.
Asti menyorot penanganan kasus tersebut yang saat ini masih belum sampai ke tahap pelimpahan berkas kepada kejaksaan atau P21. “Sampai saat ini berkas perkaranya masih bolak-balik di Kepolisian Daerah NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT sejak awal Maret 2025, jadi sudah lebih dari dua bulan,” ujarnya.
Istri dari Gubernur NTT itu mendesak agar proses hukum dijalankan transparan, akuntabel, dan tidak tunduk pada kekuasaan struktural pelaku. Ia berharap tersangka dijatuhkan hukuman penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia. Selain itu ia meminta agar korban, keluarga korban, dan saksi dilindungi.
Ketua Komisi Hukum DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan keresahannya karena kasus ini tak kunjung selesai. “Seharusnya enggak sulit, ini perkara yang bisa dengan cepat diproses sampai ke persidangan dan dihukum hukuman yang paling berat terhadap pelaku ini,” katanya.
Ia berjanji Komisi Hukum akan mengawal kasus tersebut. DPR berencana memanggil Kapolda dan Kajati NTT, juga Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), untuk rapat di gedung DPR pada Kamis, 22 Mei mendatang. “Kita akan kawal terus,” ujarnya.
Habiburokhman juga berjanji Komisi Hukum akan mengirim tim tenaga ahli untuk memantau sidang secara langsung saat kasus ini mencapai meja hijau.
Adapun polisi telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur. Komisi Kode Etik Polri juga telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepadanya.
Fajar disebut terbukti bersalah karena melecehkan, merekam, dan mencabuli anak di bawah umur saat menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia juga terbukti mengonsumsi narkotika.
Kasus eks Kapolres Ngada itu terbongkar setelah Kepolisian Australia melapor ke Divisi Hubungan Internasional Polri ihwal adanya video pencabulan anak yang diunggah ke situs pornografi. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa video tersebut diunggah dari Kota Kupang.
Kepolisian Daerah NTT kemudian menyelidiki kasus tersebut, hingga ditemukan keterlibatan seorang perempuan berinisial “F” yang diduga berperan sebagai penyedia anak di bawah umur untuk AKBP Fajar.
“Kami mendalami dugaan bahwa wanita berinisial 'F' menerima imbalan sebesar Rp 3 juta dari AKBP Fajar untuk menyediakan anak di bawah umur,” ujar Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga pada Jumat, 14 Maret 2025.
Polisi juga telah mengumpulkan beberapa bukti dalam kasus ini. Beberapa di antaranya adalah hasil visum pelecehan seksual terhadap korban, compact disc (CD) berisi delapan rekaman video kekerasan seksual yang dibuat oleh eks Kapolres Ngada itu, serta bukti pemesanan kamar hotel pada 11 Juni 2024.
Polda NTT pertama kali melimpahkan berkas perkara kepada Kejati NTT pada 23 Maret 2025. Beberapa hari kemudian, Kejati mengembalikan berkas kepada Polda karena masih ada persyaratan yang belum lengkap. Sebulan berselang, bolak-balik berkas kembali terjadi antara Polda dan Kejati. Saat ini, berkas perkara masih dikerjakan oleh penyidik kepolisian.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PODCAST REKOMENDASI TEMPO