Pesona Desa Adat Ratenggaro di Sumba dengan Kuburan Batu

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Di timur Indonesia, terdapat satu wilayah bernama Desa Adat Ratenggaro yang menarik perhatian banyak wisatawan. Desa adat yang berada di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Desa Maliti Bondo Ate, Kecamatan Kodi Bangedo, berjarak 40 kilometer dari pusat kota, Tambolaka.

Desa ini menarik bukan hanya pesona alamnya, tetapi juga masyarakatnya yang memegang erat adat-istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Di sana, wisatawan bisa menemukan kubur batu yang berusia ribuan tahun dan rumah adat yang unik.

Asal-usul Nama Desa Adat

Nama Ratenggaro merupakan hasil gabungan kata dari Rate yang berarti kuburan, dan Garo yang berarti orang-orang Garo. Laman Indonesia.go.id menuliskan bahwa desa ini awalnya terbentuk usai perang antarsuku, di antaranya melibatkan warga dari Suku Garo. Perang berakhir ketika Suku Garo dikalahkan lawan, warga yang terbunuh dimakamkan di sekitar wilayah peperangan. Itulah sebabnya desa ini disebut dengan Ratenggaro.

Kuburan Batu Zaman Megalitikum

Saat memasuki kawasan desa adat, pengunjung akan disambut dengan kuburan batu atau menhir yang berserak di sekitar desa. Jumlahnya mencapai 304 buah. Kuburan batu yang diperkirakan berusia 4.500 tahun itu umumnya berbentuk seperti meja batu datar yang ditopang oleh pilar. Di antara kubur batu tersebut terdapat makam pendiri Ratenggaro, yaitu sepasang suami-istri bernama Gaura dan Mamba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tepi pantai, ada tiga menhir besar dengan ukiran di salah satu sisinya. Dua di antara menhir ini merupakan makam milik Ratondelo, anak dari pasangan pendiri Ratenggaro. Warga setempat meyakini bahwa dia merupakan Raja Sumba. Kemudian, makam satunya bernama Rato Pati Leko, tokoh pejuang yang dihormati warga setempat.

Selain semua itu, terdapat menhir yang berfungsi sebagai tugu untuk penanda teritori desa adat, yaitu segel kampung. Kemudian ada dua tugu Katoda yang dipercayai masyarakat setempat dapat mendatangkan kemenangan saat berperang. Tugu berikutnya merupakan kubur Ambu Lere Loha. Tugu ini dipercaya memiliki kekuatan guntur kilat. Tugu terakhir ialah tugu untuk meminta hujan.

Rumah Adat

Bagian yang langsung menarik perhatian saat menginjak kaki di sini ialah rumah adat Uma. Desain rumah ini mencerminkan kepercayaan budaya dan spiritual yang dianut oleh masyarakat Sumba–kepercayaan Marapu. 

Atapnya menjulang bak menara, tertinggi di antara rumah adat lain di seluruh Pulau Sumba. Tingginya mencapai 15 sampai 30 meter. Selain melambangkan status sosial, menara ini merupakan simbol penghormatan terhadap arwah para leluhur.

Memasuki bagian dalam rumah, masing-masing memiliki tiga ruang utama. Bagian depan merupakan ruang untuk menerima tamu. Bagian tengah difungsikan untuk tempat tidur, sementara bagian belakang digunakan untuk memasak dan tempat penyimpanan. Pada bagian dinding rumah dihiasi oleh ukiran dan lukisan yang menceritakan tentang folklor setempat.

Mengenai bentuk rumah panggung, masyarakat adat sana percaya bahwa selain menjaga diri dari hewan buas, juga melindungi mereka dari roh jahat.

Pantai Ratenggalo

Berjalan sekira 500 meter menuju belakang desa adat, pengunjung akan dimanjakan dengan pesona Pantai Ratenggelo yang terkesan instagramable. Pasirnya putih dan bersih. Masyarakat setempat biasanya menyewakan kuda mereka untuk ditumpangi pengunjung yang ingin menyusuri garis pantai. 

Ombak laut cukup besar karena berasal dari arus selatan Samudra Hindia. Pengunjung dapat bermain air tak jauh dari bibir pantai. Di bagian lain, Terdapat muara Sungai Wai Ha yang mengalirkan antara air sungai ke laut.

Masyarakat setempat juga menjual berbagai kerajinan tangan, seperti kain tenun khas Sumba hingga taring babi hutan.

MUHAMMAD RIFAN PRIANTO
Pilihan Editor: Menenun Asa di Bumi Flobamora
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |