Beberapa pekan terakhir, kita menyaksikan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki problem serius, yaitu komunikasi publik. Presiden mengakuinya dalam wawancara dengan sejumlah pemimpin redaksi dan jurnalis di rumahnya, Ahad, 6 April 2025. Salah satu persoalan yang mencuat adalah pernyataan Hasan Nasbi soal teror kepala babi ke tempat kami bekerja.
Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan, pada Jumat, 21 Maret 2025, menyarankan agar kepala babi itu dimasak saja. Ia meminta agar persoalan itu tidak dikaitkan dengan pemerintah, Hari itu, Hasan tak mengecam teror yang sebenarnya bukan hanya ditujukan kepada Tempo tapi juga mengancam kebebasan pers. Sayangnya, Prabowo setali tiga uang dengan Hasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah komunikasi tak hanya muncul sekali itu. Sejak awal Prabowo berkuasa, anak buahnya kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial. Sebagian di antaranya muncul ketika kritik menderas kepada pemerintah. Hasan Nasbi sebelumnya juga menuai kritik ketika ia menuding para penolak revisi UU TNI menyebarkan provokasi dan narasi bohong.
Pekan lalu, wartawan Tempo mewawancarai sejumlah pejabat dan orang-orang di lingkaran Prabowo. Dari mereka kami mendapatkan cerita bagaimana Hasan Nasbi mendapat sorotan karena mengeluarkan pernyataan yang tak patut. Perannya sebagai Kepala Komunikasi Kepresidenan kini mulai dipersempit.
Kami pun menemui sejumlah mantan juru bicara presiden. Kami menggali cerita mereka ketika bertugas di Istana, termasuk saat menghadapi masalah serius. Dewi Fortuna Anwar, misalnya, menceritakan bagaimana ia menghadapi wartawan setelah B.J. Habibie mengeluarkan pernyataan soal referendum Timor Timur, kini Timor Leste.
Seorang juru bicara tidak mewakili dirinya sendiri, melainkan tuannya. Ia harus melekat dengan presiden agar bisa mengetahui isi kepala atasannya itu. Sebagian besar juru bicara, sebelum Prabowo memerintah, punya akses langsung dengan presiden. Hasan Nasbi tampaknya tidak demikian.
Lepas dari itu, komunikasi pemerintah menjadi cermin jalannya pemerintahan. Ketika komunikasi publik Istana acak-acakan, maka sulit untuk mengatakan pemerintahan berjalan di jalur yang benar. Anda bisa membaca persoalan buruknya komunikasi Istana di rubrik nasional Majalah Tempo pekan ini. Selamat membaca.
Pilihan editor: