Mahasiswa Indonesia Ditangkap Imigrasi AS karena Demo BLM

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas imigrasi federal Amerika Serikat menangkap seorang mahasiswa Indonesia di Minnesota di ruang bawah tanah rumah sakit beberapa hari setelah visa pelajarnya dicabut.

Seperti dilansir Newsweek pada Senin, Aditya Harsono, yang tinggal di Marshall dan bekerja sebagai manajer rantai pasokan rumah sakit, ditahan oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) pada 27 Maret.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pria Indonesia berusia 33 tahun itu telah tinggal secara sah di Amerika Serikat hingga 23 Maret, ketika visanya tiba-tiba dicabut. Saat ini, ia ditahan di Penjara Daerah Kandiyohi.

"Yang paling meresahkan tentang keadaan seputar penangkapan Aditya adalah bahwa pihak rumah sakit, yang sangat menghormatinya, pada dasarnya dipaksa untuk mengadakan pertemuan di ruang bawah tanah rumah sakit hanya untuk memfasilitasi penangkapannya oleh ICE," kata pengacara keluarga, Sarah Gad, kepada Newsweek.

Keluarga memilih untuk tidak mengungkapkan nama rumah sakit tempat Aditya bekerja, dengan alasan kekhawatiran atas potensi dampak buruk. Aditya diberhentikan dari jabatannya setelah penangkapannya.

Newsweek menghubungi pihak rumah sakit, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), ICE, dan Departemen Luar Negeri AS untuk memberikan komentar.

Presiden Donald Trump telah berjanji untuk melakukan operasi deportasi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat karena pemerintahannya berupaya untuk mendeportasi jutaan imigran yang tidak berdokumen. Gedung Putih telah mengatakan siapa pun yang tinggal di negara ini secara tidak sah dianggap sebagai "penjahat" oleh pemerintah federal.

Sejak awal masa jabatan kedua Trump, ribuan migran telah ditangkap. Di bawah pemerintahan Trump, ICE telah memperoleh kewenangan yang lebih luas dalam penegakan hukum, termasuk hak untuk melakukan penggerebekan di rumah sakit dan lokasi sensitif lainnya.

Pencabutan visa Aditya bermula dari vonis pelanggaran ringan pada 2022 akibat grafiti dan penangkapan selama protes Balck Live Matters yang dipicu kematian George Floyd. Aditya didakwa atas tindakan berkumpul secara tidak sah.

Dakwaan terkait protes itu kemudian dibatalkan demi kepentingan keadilan, menurut dokumen yang dilihat oleh Newsweek. Keluarganya yakin bahwa aktivisme politik Aditya di masa lalu mungkin telah memengaruhi keputusan pemerintah untuk mencabut visanya.

Seorang hakim imigrasi mengabulkan pembebasan Aditya, yang sempat memberi harapan kepada keluarganya untuk dibebaskan. Namun, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) kini mengajukan banding atas keputusan tersebut, yang semakin mempersulit upaya untuk menyatukannya kembali dengan keluarganya. Status imigrasinya saat ini sedang dalam proses penyesuaian.

"Hal itu membuat kami terpecah belah, mengacaukan hidup kami tanpa alasan yang jelas, dan hal itu terjadi pada banyak keluarga," kata istrinya, Peyton Harsono, kepada Newsweek.

Penahanan tersebut berdampak besar bagi keluarganya, termasuk istrinya dan putri mereka yang berusia 8 bulan. Peyton mengatakan bahwa ia telah mengalami tekanan emosional dan finansial yang parah. Ia menghadapi tantangan dalam menghidupi rumah tangganya sendirian setelah Aditya kehilangan pekerjaannya saat berada dalam tahanan.

"Ini sangat kacau dan melelahkan. Saya bekerja di pusat perawatan ketergantungan zat kimia, jadi saya terus-menerus merawat orang lain 40 jam seminggu, dan kemudian saat saya tiba di rumah, saya yang merawat bayi kami," katanya.

Ia menambahkan bahwa sangat menyedihkan bahwa suaminya tidak melihat momen-momen penting dalam perkembangan putri mereka.

"Ia telah banyak berubah; ia melakukan hal-hal yang tidak dapat ia lakukan ketika suaminya pergi, ia mengatakan hal-hal yang tidak dapat ia katakan sebelumnya, dan suaminya tidak melihat semua itu," kata Peyton.

Aditya, seorang Muslim yang taat, juga tidak menghadiri perayaan Idulfitri pertamanya bersama putrinya.

ICE telah mengklaim dalam sebuah surat yang ditinjau oleh Newsweek bahwa visa Aditya dicabut karena ia menimbulkan "ancaman terhadap keselamatan publik AS."

Surat itu juga menyatakan bahwa pencabutan tersebut akan "diam-diam" dan bahwa departemen luar negeri tidak akan memberi tahu Aditya tentang perubahan tersebut karena "keamanan operasional ICE yang sedang berlangsung."

"Tampaknya ia sangat berbahaya sehingga Anda tidak dapat memberikan pemberitahuan untuk mencabut visanya," kata Peyton, menyindir.

Peyton yakin bahwa "mungkin" suaminya ditahan karena dukungannya terhadap Palestina. Dia mengatakan mereka sering membicarakannya di rumah.

Keluarga berpendapat bahwa Aditya tetap berada di AS secara sah karena masih ada permohonan penyesuaian status I-130 dan I-485 yang tertunda, yang diajukan sebelum visanya dicabut.

I-130 adalah petisi untuk menetapkan hubungan keluarga yang memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu hijau, dan I-485 adalah permohonan untuk menyesuaikan status menjadi penduduk tetap. Bersama-sama, keduanya membantu imigran yang memenuhi syarat menjadi penduduk tetap yang sah melalui warga negara AS atau kerabat pemegang kartu hijau.

"Keputusan ICE untuk mencabut visanya tanpa pemberitahuan dan kemudian menuduhnya 'melewati batas waktu' visanya hanya empat hari kemudian merupakan upaya yang jelas untuk melabelinya sebagai imigran 'ilegal'," kata Gad.

"Namun, bahkan tanpa visa pelajarnya, Aditya tetap secara sah di AS karena pengajuan aplikasi I-130 dan I-485 yang tertunda untuk penyesuaian status, yang kami ajukan jauh sebelum visa pelajarnya dicabut secara sewenang-wenang oleh DHS."

Aditya adalah mahasiswa ketiga yang kuliah di Southwest Minnesota State University (SMSU) yang visa pelajarnya dicabut dalam beberapa bulan terakhir.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |