PASKAH merupakan momen penting dalam kalender umat Kristiani, memperingati kebangkitan Yesus Kristus pada hari ketiga setelah penyaliban. Namun, di balik makna religiusnya, Paskah juga dikenal dengan simbol-simbol unik seperti telur, kelinci, dan cokelat yang telah melekat dalam budaya populer. Mengapa ketiga hal ini begitu identik dengan perayaan Paskah?
Kelinci dan Telur
Tradisi Paskah yang kita kenal saat ini tak lepas dari pengaruh berbagai kebudayaan, baik religius maupun pagan. Kelinci, misalnya, telah lama dianggap sebagai simbol kesuburan dan kehidupan baru. Hewan ini dikenal memiliki tingkat reproduksi yang tinggi, sehingga dijadikan lambang pembaruan dan kelahiran kembali, tema yang sejalan dengan makna kebangkitan dalam Paskah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam tradisi rakyat Eropa, muncul tokoh mitos bernama Easter Bunny atau Kelinci Paskah. Menurut kisah yang populer di Jerman sejak abad ke-18, kelinci ini akan datang pada malam sebelum Paskah untuk menyembunyikan telur warna-warni dan hadiah bagi anak-anak yang berperilaku baik—mirip peran Sinterklas saat Natal.
Adapun telur, sejak zaman kuno telah melambangkan kehidupan baru. Dalam konteks Paskah, telur paskah mewakili kubur kosong Yesus Kristus dan kehidupan yang bangkit. Oleh karena itu, tradisi menghias dan membagikan telur menjadi bagian penting dalam perayaan. Di berbagai negara, kegiatan Perburuan Telur Paskah bahkan menjadi acara keluarga yang dinanti-nantikan.
Tradisi Paskah bagi umat Kristiani biasanya dimulai dengan mencari telur paskah pada subuh hari Minggu. Di beberapa daerah, ziarah ke makam juga dilakukan pada pagi hari. Karena hari Minggu adalah hari ketiga setelah Jumat Agung dan itu hari kebangkitan. Hari di mana Maria berkunjung ke makam Yesus dan tak melihat Yesus ada di makamnya.
Dilansir melalui Jurnal Menggagas Penggunaan Benih dalam Perayaan Paskah, ada yang beranggapan bahwa telur ini merupakan penggambaran adanya kehidupan setelah kematian, kehidupan baru, dan sukacita di balik warna-warninya.
Sebenarnya ini tidak lepas dari kebiasaan di Eropa. Paskah selalu jatuh di awal musim semi, dan untuk merayakannya Indo-Eropa selalu membagi-bagikan telur. Tradisi ini juga sudah mulai diikuti oleh berbagai negara, sebagai contoh Raja Edward I memerintahkan untuk merebus 450 butir telur menjelang paskah dan diberi nama, mereka juga harus membungkusnya dengan corak keemasan sebelum dibagi-bagikan.
Jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, memang tidak ada perayaan telur di paskah yang menjadi landasan penggambaran-penggambaran umat Kristen tentang telur paskah ini. Ini hanya tradisi barat untuk menyambut musim semi yang akhirnya melebar hingga ke Indonesia.
Jejak Pagan dan Nama Eostre
Asal usul Paskah sendiri dipercaya berasal dari festival pagan yang merayakan datangnya musim semi di Belahan Bumi Utara. Saat itu, masyarakat kuno menganggap equinox, yaitu peristiwa ketika panjang siang dan malam setara, sebagai waktu sakral, simbol keseimbangan dan permulaan baru.
Nama "Easter" dalam bahasa Inggris diyakini berasal dari Eostre, dewi Anglo-Saxon yang melambangkan musim semi dan kesuburan. Kelinci sebagai binatang peliharaan dewi tersebut pun kemudian dikaitkan dengan Paskah dalam budaya Eropa Barat.
Menariknya, beberapa wilayah lain memiliki simbol binatang Paskah yang berbeda. Di Swiss, misalnya, burung kukuk disebut-sebut sebagai pembawa telur Paskah. Sedangkan di beberapa cerita rakyat Prancis, rubah turut diasosiasikan dengan perayaan ini.
Cokelat dan Komersialisasi Paskah
Seiring waktu, Paskah mengalami komersialisasi, terutama sejak abad ke-19. Industri mulai memproduksi telur dan kelinci dari cokelat, yang disambut antusias oleh masyarakat, terutama anak-anak. Kartu ucapan, mainan, dan pernak-pernik bertema kelinci dan telur juga mulai meramaikan pasar setiap musim Paskah.
Meskipun di negara-negara seperti Australia Paskah dirayakan saat musim gugur, tradisi seperti perburuan telur dan cokelat tetap dijalankan karena pengaruh budaya Eropa. Perpaduan antara nilai religius dan tradisi rakyat inilah yang membuat Paskah menjadi perayaan yang kaya makna sekaligus meriah.
Perayaan Paskah di Indonesia
Di Indonesia, umat Kristiani merayakan Paskah dalam rangkaian Tri Hari Suci, yang meliputi Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah. Perayaan ini lebih berfokus pada aspek spiritual dan liturgi gereja, namun tak sedikit pula yang mulai mengenal simbol-simbol populer seperti telur hias atau kelinci dari pengaruh budaya global.
Febyana Siagian dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.