TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mempersilakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak ke barak militer untuk pendidikan karakter. Syaratnya, anak-anak yang dinilai bermasalah itu tidak boleh dicubit atau dipukul.
Pigai menilai cubitan dan pukulan adalah bentuk corporal punishment atau hukuman fisik. Metode tersebut, kata Pigai, merupakan cara-cara lama yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
"Cubit telinga, dia pukul, atau pukul kakinya supaya kami disiplin, itu namanya corporal punishment," kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan pada Selasa, 6 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Pigai, hukuman fisik bertentangan dengan HAM. Maka dari itu, dia berujar siswa yang dikirim ke barak tidak boleh mendapat corporal punishment agar tidak bermasalah secara prinsip.
Meski begitu, Pigai mengklaim kebijakan Dedi Mulyadi tidak mengandung aspek hukuman fisik. Dia yakin pengiriman anak ke barak di Jawa Barat berorientasi kepada pembentukan disiplin, mental, dan karakter. "Maka tidak melanggar HAM dan kami mendukung pemerintah Jawa Barat itu," ucap mantan komisioner Komisi Nasional HAM itu.
Meski begitu, Pigai tidak menjawab tegas saat ditanya mengenai pengawasan yang akan dilakukan oleh Kementerian HAM atas program pendidikan di barak. Pigai hanya menyebut pemerintah akan mengawasi dan memberikan usulan yang baik kepada pelaksanaan kebijakan tersebut.
Rencana Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa yang dinilai bermasalah mulai berlangsung sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.
Sedikitnya 69 pelajar sudah dikirim ke barak militer. Dedi Mulyadi mengatakan kriteria anak yang disertakan dalam pendidikan semi-militer tersebut dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro merespons rencana Dedi Mulyadi mengirim anak bermasalah ke barak TNI. Atnike mengharapkan Dedi meninjau ulang wacana tersebut. “Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civil education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025.