Pemberian Kompensasi Bukan Solusi atas Keracunan Makan Bergizi Gratis

6 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengkritisi upaya pemerintah mencari mekanisme kompensasi akibat keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG). "Negara seharusnya melindungi, bukan justru membahayakan rakyatnya, terlebih anak-anak. Mengapa program sebaik MBG bisa menjadi bumerang yang mencelakakan mereka?" kata Achmad dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 Mei 2025.

Achmad menganalogikan implementasi program MBG ini seperti membangun rumah secara buru-buru tanpa fondasi yang kuat sehingga menimbulkan masalah di tengah jalan. "Kegagalan ini bukan insiden acak, tetapi konsekuensi dari perencanaan yang buruk, pengawasan yang lemah, dan tata kelola yang tidak berpihak pada rakyat," kata Achmad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia memahami program MBG adalah cita-cita besar, yakni memberi makan bergizi pada anak-anak sekolah, memperbaiki gizi nasional, dan menjembatani ketimpangan sosial. Namun, seperti banyak program publik lainnya, ide besar itu malah kandas dalam eksekusinya. 

Ketika pemerintah hanya menawarkan kompensasi, menurut Achmad, hal itu sama saja dengan menambal ban bocor menggunakan plester. Dia menegaskan kompensasi tidak menyelesaikan sumber kebocoran, tidak mengembalikan kepercayaan publik, tidak memperbaiki sistem distribusi makanan, dan tidak memastikan bahwa kejadian serupa tak akan terulang. "Dalam logika kebijakan publik, kompensasi adalah langkah darurat, bukan solusi jangka panjang," tuturnya. 

Menurut Achmad, pemerintah sering terjebak pada obsesi program cepat tanpa membangun ekosistem pendukungnya. Dalam kasus MBG, dia menegaskan pengadaan makanan, distribusi, kontrol kualitas, hingga pengawasan harus diikat dalam sistem yang transparan, profesional, dan akuntabel.

Seharusnya, kata dia, visi kebijakan publik selalu memihak pada keselamatan masyarakat, terutama kelompok paling rentan seperti anak-anak, warga miskin, dan kelompok marginal lainnya. MBG tidak boleh menjadi arena baru bagi praktik pengadaan yang tidak transparan, apalagi sarat kepentingan politik lokal. "Makanan anak-anak bukan proyek politik. Ia adalah hak dasar warga negara yang harus dijamin mutunya," ujar Achmad.

Alih-alih fokus pada skema kompensasi, kata Achmad, pemerintah seharusnya membangun kembali kepercayaan publik. Salah satunya dengan membuka data penyedia makanan, proses lelang, dan sertifikasi keamanan pangan. “Keamanan anak-anak tak bisa dikompensasi, hanya bisa dijamin lewat sistem yang bertanggung jawab,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan pemerintah tengah mengkaji mekanisme kompensasi bagi korban keracunan dalam program MBG. “Kami sedang mencari mekanisme bagaimana kompensasi untuk hal-hal yang seperti ini,” ujar Kepala BGN Dadan Hindayana di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025 seperti dikutip Antara.

Dadan menjelaskan, mekanisme tersebut masih dikaji. Pasalnya, kata dia, selama ini pemerintah ingin tidak ada kejadian keracunan selama program MBG berjalan. “Tidak pernah terpikirkan karena kami kan tidak menginginkan hal ini terjadi. Kami inginkan nol kejadian,” kata Dadan.

Pilihan editor:  Target Swasembada Energi Prabowo Sulit Tercapai. Mengapa?

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |