TEMPO.CO, Garut - Kepolisian Resor Garut menetapkan tiga tersangka setelah galian pasir ilegal di kawasan cagar alam Gunung Guntur longsor. Musibah yang terjadi pada Senin, 26 Mei 2025, itu menyebabkan satu orang penambang bernama Hendi Suhendi, 53 tahun, tewas. "Penyidikan masih berjalan," ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Polres Garut, Ajun Komisaris Joko Prihatin, Selasa, 3 Juni 2025.
Tiga tersangka itu adalah AN, 18 tahun, SA (41), dan FI (44). Mereka penambang pasir, sopir dan pemilik kendaraan. Ketiganya berdomisili sekitar kaki Gunung Guntur, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka namun polisi tidak menahan tiga orang itu. "Alasan tidak ditahan karena ada permohonan dari tokoh masyarakat," ujar Joko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi belum bisa menentukan luas kerusakan lingkungan akibat galian pasir ilegal ini. Joko mengatakan, akan mendatangkan ahli untuk menelaah kerusakan akibat galian pasir ilegal di kawasan cagar alam ini. "Saat ini kami masih mendalami soal galian pasir ini menyebabkan hilangnya nyawa orang," ujarnya.
Joko tidak merinci pasal untuk menjerat para tersangka. Ia hanya menyebutkan bahwa perbuatan tersangka melanggar undang-undang tentang Kehutanan dan Pertambangan.
Longsor pada Senin lalu sekitar pukul 11.00 WIB. Hendi bersama kelompoknya tengah menaikkan pasir ke truk di blok Seureuh Jawa, Kelurahan Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler. Tiba-tiba tebing setinggi 30 meter longsor dan menimbun setengah badan truk. Hendi yang berada paling dekat dengan truk, tidak bisa menyelamatkan diri.
Struktur tanah di Gunung Guntur terbilang labil karena hanya berupa batuan lahar bercampur pasir. Kondisinya semakin rawan akibat guyuran hujan sehari sebelumnya.
Aktivitas penambangan pasir di kaki Gunung Guntur telah berlangsung lama. Pemerintah bahkan berkali-kali menutup tempat itu. Namun hingga kini aktivitas penambangan liar tetap berjalan.
Lubang-lubang galian dan kerusakan lahan dapat dilihat dari sekitaran pusat Kota Garut, dengan jarak sekitar lebih 10 kilometer. Jalur pengangkutan pasir ini melalui Desa Rancabango dan Kelurahan Pananjung, tepatnya dari jalan Ibrahim Adjie. Setiap harinya ratusan dump truk berlalu-lalang di kawasan ini.
Penggalian pasir dilakukan secara manual menggunakan skop dan linggis. Para penggali biasanya membuat lubang di sekitaran lereng gunung hingga menjadi tebing puluhan meter. Tujuannya agar lebih memudahkan penggalian dan pemisahan antara pasir dan batu. Satu kelompok penggali biasanya terdiri dari tiga sampai enam orang. Mereka kebanyakan warga sekitar kaki gunung Guntur. "Satu truk pasir dibeli dari penggali seharga Rp 300-350 ribu," ujar Ade, 25 tahun, seorang sopir truk.
Ade mengaku dalam satu hari, ia mampu tiga kali mengangkut pasir dari penambangan itu. Menurut Ade, kecelakaan dalam penambangan biasa terjadi, namun biasanya tidak sampai menimbulkan korban jiwa. "Jarang ada yang sampai meninggal, biasanya hanya kejadian seperti jatuh," pungkasnya.