Saran Psikiater Agar Peserta UTBK SNBT Tidak Merasa Cemas dan Stres

3 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT), banyak siswa kelas XII SMA mengalami tekanan mental yang cukup tinggi.

Psikiater yang juga dosen Fakultas Kedokteran IPB University Riati Sri Hartini mengungkapkan bahwa tantangan psikologis yang dihadapi siswa menjelang ujian ini cukup kompleks dan perlu menjadi perhatian semua pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Yang paling sering dialami siswa adalah stres dan kecemasan, rasa kurang percaya diri, serta tekanan untuk berhasil,” ujar Riati melalui keterangan tertulis, Ahad, 20 April 2025.

Riati menjelaskan bahwa stres dan kecemasan bisa bersumber dari dua sisi, yakni faktor internal dan eksternal. Dari sisi internal, siswa biasanya diliputi rasa takut menghadapi soal yang sulit, kekhawatiran tidak mampu menjawab, dan cemas terhadap hasil ujian.

“Ketakutan ini bisa mengganggu kognitif siswa. Akibatnya, mereka sulit berkonsentrasi dan performa saat ujian bisa terganggu,” kata dia. 

Sementara dari faktor eksternal, siswa kerap tertekan oleh padatnya jadwal belajar di kelas akhir dan banyaknya kegiatan akademik tambahan.

“Mulai dari kelas tiga, ritme belajar berubah drastis. Jadwal makin padat dan tekanan untuk sukses dari sekolah maupun keluarga makin terasa. Ini bisa menyebabkan kejenuhan bahkan burnout,” katanya.

Rasa kurang percaya diri juga menjadi masalah yang cukup signifikan. Menurut Riati, meskipun siswa telah mengikuti berbagai persiapan, mereka tetap bisa merasa tidak yakin.

“Sering kali rasa tidak percaya diri ini muncul karena merasa persiapannya tidak maksimal. Padahal secara objektif sebenarnya mereka mampu. Harapan yang tinggi dari keluarga atau sekolah bisa menjadi beban psikologis tersendiri,” tuturnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Riati menekankan pentingnya persiapan menyeluruh, baik dari sisi akademis maupun mental. “Persiapan tidak bisa instan. Butuh proses panjang yang mencakup manajemen stres, penguatan akademik, dan pengelolaan emosi,” ujarnya.

Ia menyarankan beberapa langkah konkret seperti teknik relaksasi napas, meditasi, dan penyadaran emosi. “Menarik napas dengan tenang bisa meningkatkan oksigenasi otak, yang membantu fokus dan ketenangan. Meditasi pun bisa membantu melatih konsentrasi,” kata dia.

Selain itu, siswa juga perlu belajar mengenali dan melepaskan emosinya. “Bisa lewat journaling, self-talk, atau menyalurkan emosi ke aktivitas positif seperti olahraga atau hobi,” ujar Riati.

Ia menegaskan bahwa teknik ini sebaiknya dilakukan secara rutin, bukan hanya saat stres. “Dengan kebiasaan ini, siswa akan lebih siap menghadapi situasi yang menantang,” ucapnya.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |