Sejak Awal Tahun Bisnis Ritel Mengalami Kemunduran, Apa Sebabnya?

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki paruh pertama tahun 2025, bisnis ritel di Indonesia dan global mengalami tanda-tanda perlambatan yang makin nyata. Sejumlah pusat perbelanjaan mulai sepi pengunjung, toko-toko tutup permanen, hingga pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan bisnis ritel kerap kali terjadi. Fenomena ini menandai kemunduran bisnis retail yang sudah terlihat sejak awal tahun, dan menjadi kekhawatiran banyak pelaku usaha.

Data dari Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2025 melambat. Laju pertumbuhan konsumsi yang lelet menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini.

Penyebab Bisnis Ritel Mengalami Kemunduran

Menurut data BPS, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 54,53 persen. Namun, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen. Angka ini rendah bila dibanding pada kuartal tahun lalu yang sebesar 4,91 persen. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Januari-Maret 2025 berada di angka 4,87 persen, di bawah periode yang sama pada 2024 yang mencapai 5,11 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Makin lesunya daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor penekanan industri retail. Akibat kondisi itu, beberapa perusahaan retail memutuskan menutup gerai atau mengubah model bisnisnya. 

Efisiensi dan adaptasi menjadi kata kunci dalam bisnis retail modern di Indonesia. Kegagalan memenuhi tuntutan konsumen tersebut bisa berujung gulung tikar. Seperti yang dialami GS The Fresh, pasar swalayan yang berinduk di Korea Selatan dengan delapan cabang di Jakarta dan sekitarnya.

Nasib yang kurang-lebih sama dialami Lulu Hypermarket. Pasar swalayan besar asal Uni Emirat Arab yang gerai perdananya di Cakung, Jakarta Timur, diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2016 ini akan merampingkan bisnisnya menjadi unit usaha yang lebih kecil.

E-commerce Tak Sepenuhnya Menjadi Penyebab Mundurnya Bisnis Retail

Banyak orang menuding niaga elektronik atau e-commerce sebagai pembunuh bisnis retail modern. Penilaian itu tidak sepenuhnya keliru mengingat pasar digital memiliki jangkauan yang lebih luas, proses transaksi lebih cepat, biaya lebih murah, dan transaksi lebih fleksibel. Hanya, semua manfaat itu kini telah dirasakan peretail modern yang juga membuka lapak belanja daring.

Rontoknya bisnis peretail modern lebih banyak disebabkan oleh perubahan perilaku konsumen. Pada 1990 dan 2000-an, hipermarket menjadi satu simbol ekonomi modern di Indonesia. Banyak keluarga rutin menghabiskan dua-tiga jam menelusuri lorong demi lorong pasar swalayan raksasa dengan troli besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setelah gajian.

Kini kebiasaan berbelanja bulanan hampir punah. Ada yang menyebutkan pusat belanja sepi akibat pandemi Covid-19. Nyatanya, jauh setelah masa pagebluk berlalu, banyak keluarga memilih berbelanja untuk kebutuhan dengan rentang waktu yang lebih singkat.

Penghematan

Penghematan pengeluaran makin dibutuhkan seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat penurunan pendapatan, gelombang pemutusan hubungan kerja, dan dampak pemangkasan anggaran pemerintah. Indikasinya deflasi dua bulan berturut-turut pada awal 2025. Ini deflasi tahunan pertama dalam seperempat abad.

Ramadan dan Lebaran, periode belanja tertinggi sepanjang tahun, pun tak mengangkat konsumsi rumah tangga. Seusai Lebaran, sama saja. Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia terbaru menunjukkan ekspektasi pertumbuhan penjualan retail turun pada sebagian besar jenis produk, dari makanan, minuman, pakaian jadi, hingga peralatan rumah tangga.

Adaptasi

Namun kondisi ini bukan berarti akhir industri bisnis ritel modern. Sebab, pada masa yang sama, sejumlah pasar swalayan, baik lokal maupun asing, terus berekspansi dan tetap ramai pembeli. Kekuatan mereka adalah adanya target pasar yang jelas. Ada supermarket yang membidik masyarakat kelas atas. Harga yang tinggi mereka kompensasikan dengan barang berkualitas premium dan kenyamanan tempat berbelanja. Pasar swalayan khusus barang impor termasuk segmen ini.

Di sisi lain, ada peretail yang berfokus menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan harga kompetitif. Pasar swalayan seperti ini akan terus dipadati pelanggan meski relatif sempit. Pembeli tidak lagi berharap mendapat kenyamanan berbelanja. Mereka hanya ingin beroleh barang dengan harga lebih murah daripada berbelanja di minimarket di dekat rumah. 

Caesar Akbar, Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam tulisan ini.

Pilihan editor: Penyebab Bisnis Retail Tutup

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |