Sejumlah Titik Kritis dalam Program MBG, Menurut BPOM

7 hours ago 3

KOMISI IX DPR mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Gizi Nasional (BGN) mengimplementasikan secara menyeluruh kesepakatan dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani kedua belah pihak, termasuk perihal program Makan Bergizi Gratis atau MBG.

Komisi yang antara lain membidangi kesehatan itu menyampaikan hal tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan BPOM dan BGN pada Rabu, 21 Mei 2025. Rapat tersebut bertujuan membahas mengenai titik krusial pada aspek keamanan pangan dan penerapan standar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sekaligus mendiskusikan solusi yang efektif dan efisien dalam menjamin keamanan pangan pada program MBG.

Menurut Komisi IX, kolaborasi yang perlu segera ditindaklanjuti terutama dalam sistem deteksi dini dan tanggap darurat pangan. Hal ini termasuk mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan serta memberikan edukasi keamanan pangan bagi pihak sekolah dan masyarakat penerima manfaat MBG.

BPOM Beberkan Sejumlah Titik Kritis dalam MBG

BPOM menyatakan terdapat sejumlah titik kritis yang harus diperhatikan guna memastikan pengendalian bahaya, deteksi dini, dan tindakan korektif pada seluruh rantai penyiapan makanan program MBG.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Kamis, 22 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara, Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan titik-titik tersebut mulai dari penerimaan bahan baku dan wadah makanan, penyimpanan bahan baku, proses pengolahan, penetapan porsi dan pengemasan, distribusi, pengawasan pihak sekolah sampai ke pencucian, pengeringan, dan penyimpanan wadah makanan.

Dia ingin Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) memahami pentingnya pencucian, pengeringan, dan penyimpanan wadah. “Kenapa perusahaan pangan harus menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) dan penyajian itu saklek kita berikan? Karena kita tidak ingin konsumen yang datang dan makan, keracunan. Maka dari itu, kita akan bekali di seluruh titik kritis ini,” ujarnya.

Taruna mendorong keterlibatan BPOM di semua tahapan pengelolaan MBG sebagai upaya mengawal ketat aspek keamanan dan mutu pangan. Menurutnya, ada sejumlah hasil analisis akar penyebab keracunan pangan pada program MBG. Beberapa potensi penyebab keracunan, yaitu kontaminasi silang, baik dari bahan mentah, lingkungan, maupun penjamah pangan selama proses pengolahan pangan.

Risiko lain, kata dia, adalah pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, karena ketidaksesuaian suhu dan waktu penyiapan serta kondisi dan proses pengolahan pangan. Kegagalan pengendalian keamanan pangan juga menjadi potensi penyebab, seperti pada aspek higiene dan sanitasi, suhu, praktik penanganan pangan, serta pengawasan dan monitoring yang dilakukan.

Menurut dia, upaya pencegahan kejadian MBG perlu mengedepankan tindakan preventif dalam penerapan keamanan pangan pada sarana produksi pangan olahan siap saji. “Keamanan pangan yang terjamin akan memastikan bahwa makanan yang diberikan tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga bebas dari kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan,” kata Taruna.

Karena itu, pihaknya berkomitmen mengoptimalkan keterlibatan pengawasan BPOM, terutama dari segi kesiapan sumber daya manusia yang akan terjun langsung dalam proses pengawasan di lapangan.

“BPOM akan mengupayakan peningkatan kompetensi dan kapasitas pelaku penyedia pangan serta SPPI dengan memberikan pendampingan dan pelatihan teknis yang telah diramu BPOM melalui kurikulum pelatihan berisi materi tentang food safety and hygiene,” ujarnya.

Taruna juga berkomitmen terus bersinergi dengan BGN maupun instansi lainnya dalam mengakselerasi dan memperkuat kualitas pelaksanaan MBG. Yang paling penting, menurut dia, mendorong pemerintah segera menghadirkan aturan yang menaungi upaya BPOM beserta instansi lain yang terlibat dalam menyukseskan program MBG.

“Payung hukum tersebut dibutuhkan untuk memperjelas pembagian peran dari masing-masing instansi dan memastikan setiap pihak dapat menjalankan perannya secara optimal,” ujarnya.

Upaya BGN Pastikan Keamanan Pangan MBG

Adapun BGN menyatakan pihaknya telah melakukan beberapa langkah korektif-preventif terhadap kejadian keracunan makanan MBG, mulai dari pemilihan bahan baku yang selektif hingga penerapan protokol keamanan saat proses pengantaran makanan dari SPPG ke sekolah.

Kepala BGN Dadan Hindayana menyebutkan tiap SPPG diharuskan menerapkan beberapa standar, yaitu food flow yang sesuai prinsip hazard analysis and critical control point (HACCP), higiene dapur, manajemen yang efektif dan efisien (lean management), serta kapasitas semiindustri.

“Dari lapangan kemarin, harus kita upgrade, karena kalau katering masih terlalu sederhana, sehingga harus mengikuti standar yang kita tetapkan, termasuk ruangan-ruangan untuk lean management, di mana ada barang masuk, kemudian penyimpanan basah, penyimpanan kering, refrigerator, dan seluruh peralatan, misalnya talenan untuk daging tidak boleh digunakan untuk sayur. Jadi masing-masing ada peruntukannya, termasuk pisau dan lain-lain,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dadan mengatakan, di lokasi penerimaan pangan atau sekolah, juga telah ditetapkan batas toleransi waktu antara makanan diterima dan waktu maksimal untuk dapat dikonsumsi, mekanisme distribusi di sekolah, termasuk penyimpanan dan penyerahan kepada siswa dan kewajiban uji organoleptik atau uji tampilan, aroma, rasa, dan tekstur terhadap makanan sebelum dibagikan.

“BGN juga melakukan penyegaran dan pelatihan terhadap penjamah makanan secara rutin,” katanya.

Ervana Trikarinaputri dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Pro Kontra Pelantikan Muhammad Iqbal sebagai Sekjen DPD

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |