TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mendesak Presiden Prabowo Subianto melarang anak buahnya merangkap jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Fitra menilai rangkap jabatan bagi pejabat pemerintah di sektor bisnis bisa menimbulkan konflik kepentingan.
“Fitra mendesak pemerintah dalam hal ini Presiden, Menteri PAN RB, Menteri BUMN dan Lembaga Penegak Hukum untuk melarang pemerintah menggunakan celah perundang-undangan untuk melanggengkan praktik-praktik rangkap jabatan yang berpotensi conflict of interest,” kata Fitra dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Fitra juga meminta agar pemerintah memberi sanksi berupa pemberhentian dan administrasi yang telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Senyampang itu, pemerintah juga diminta agar memberlakukan UU tentang Pemberantasan Korupsi pada BUMN yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Fitra juga meminta Presiden Prabowo mengevaluasi pejabat tinggi di kementerian atau lembaga yang merangkap posisi strategis di BUMN. Kemudian menarik Pejabat tinggi tersebut dari jabatan di BUMN. “Mendesak menjalankan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan meritokrasi dengan melakukan lelang jabatan terbuka untuk mengisi jabatan Dewan Direksi, Dewan komisaris dan Dewan Pengawas BUMN,” kata Fitra.
Fitra mencatat ada 11 pejabat di kementerian dan lembaga yang juga mengisi posisi strategis di BUMN. Fitra menilai masuknya pejabat ke struktur strategis BUMN bernuansa politis atau terkesan bagi-bagi jabatan. “Dampaknya kinerja BUMN tidak maksimal. Hal ini bisa dilihat dari sejauh mana BUMN tersebut berdampak pada ekonomi nasional dan berkontribusi pada dividen untuk negara,” kata Fitra.
Selain itu, rangkap jabatan juga dapat meningkatkan risiko korupsi dan alokasi anggaran yang tidak efisien. Dalam praktiknya, Fitra menambahkan, pejabat yang merangkap dapat mempengaruhi pengelolaan anggaran BUMN untuk kepentingan tertentu yang bisa merugikan sektor publik dan keuangan negara.
Menurut Fitra, berbagai kasus mega korupsi yang terjadi di tubuh BUMN terpampang nyata dalam berbagai pemberitaan media. Di antaranya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina, pada 25 Februari 2025, kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun, korupsi PT Antam dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 3,3 triliun, investasi fiktif PT Taspen Persero dengan dugaan kerugian negara Rp1 triliun. “Dan masih banyak berbagai kasus korupsi yang sedang dalam tahap penyidikan, persidangan dan bahkan sudah berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Selain itu, Fitra juga menyinggung langkah pemerintah mengumumkan ada tujuh BUMN bubar akibat pailit pada Desember 2023, BUMN tersebut meliputi PT Istaka Karya, PT Kertas Leces, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Industri Gelas, PT Kertas Kraft Aceh, PT Industri Sandang Nusantara dan PT Pembiayaan Armada. “Pembubaran BUMN ini dikarenakan tata kelola yang tidak memenuhi prinsip Good Governance di mana salah satunya akibat rangkap jabatan,” kata Fitra.
Fitra menambahkan, berbagai peraturan Perundang-undangan telah tegas melarang praktik rangkap jabatan. Aturan itu tertuang dalam Pasal 17 huruf a, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik pada intinya Pelaksana Pelayanan Publik dalam hal ini Kementerian/Lembaga (K/L); Pasal 23 huruf b UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara; UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019; dan Pasal 27B UU Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
Fitra menilai Pemerintah tidak konsisten dalam mengangkat Komisaris BUMN. Padahal komisaris BUMN memiliki peran strategis dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan, memastikan perusahaan beroperasi sesuai tujuan dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). “Bagaimana bisa komisaris yang menjaga nilai GCG justru menjadi bagian dari pelanggaran etis seperti rangkap jabatan,” kata Fitra.
Berikut ini adalah 11 menteri hingga wakil menteri yang merangkap jabatan di BUMN:
- Budi Santoso, Menteri Perdagangan sekaligus Komisaris Utama Holding BUMN Pangan ID FOOD.
- Angga Raka Prabowo (Wakil Menteri Komunikasi dan Digital) sekaligus Komisaris Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
- Nezar Patria Wamenkomdigi, sekaligus Komisaris Utama PT Indosat Tbk (diangkat tanggal 25 Mei 2025)
- Silmy Karim Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, sekaligus Komisaris Independen PT. Telkom Tbk pada 30 Mei 2023.
- Diaz FM Hendropriyono Wakil Menteri Lingkungan Hidup, sekaligus Komisaris Utama PT. Telkom Tbk (diangkat pada 28 Mei 2025).
- Ahmad Riza Patria Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal sekaligus Komisaris PT. Telkom Tbk (diangkat pada 28 Mei 2025).
- Donny Oskaria Wakil Menteri BUMN, sekaligus Wakil Komisaris Utama Pertamina (diangkat pada 4 November 2024).
- Ratu Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Komisaris Mitratel (diangkat 28 Mei 2025).
- Diana Kusumastuti, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, sekaligus Komisaris Utama PT Brantas Abipraya.
- Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD, sejak 29 November 2023) sekaligus Komisaris Utama PT Pindad.
- Christina Aryani, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Wakil Kepala BP2MI, sekaligus Komisaris Semen Indonesia Group.