TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut satu unit mobil milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang disita adalah merek Mercedes Benz. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan penyitaan mobil itu berkaitan dengan dugaan korupsi dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB.
"Informasi terakhir mereknya Mercy atau Mercedes," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 28 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Tessa belum bisa membocorkan jenis mobil yang disita oleh KPK. Alasannya, kata Tessa, merek dari mobil tersebut belum mendapatkan konfirmasi dari para penyidik di lembaga antirasuah itu. "Mereknya masih belum bisa dikonfirmasi," ucap dia, pada Jumat, 25 April 2025.
Selain itu, Tessa menyebut jika mobil ini masih berada di Bandung, Jawa Barat. Sebab, lanjut dia, kendaraan sitaan KPK itu masih dalam perbaikan di sebuah bengkel sebelum di bawa menuju rumah penyimpanan benda sitaan negara atau rupbasan.
"Tetapi kendaraan ini kenapa belum bisa digeser ke rupbasan karena posisinya masih dalam perbaikan di bengkel. Mobil kendaraan itu," tutur Tessa.
Dia mengatakan semua biaya perawatan dari mobil milik Ridwan Kamil yang telah disita itu ditanggung oleh KPK. Termasuk, lanjut Tessa, barang sitaan yang sudah ada di rupbasan.
"KPK dalam hal ini tentu akan melakukan perawatan terhadap barang bukti khususnya kendaraan yang sudah dilakukan penyitaan dan dititipkan di rupbasan secara optimal dan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya.
KPK juga telah menyita sepeda motor dari Ridwan Kamil dengan merek Royal Enfield tipe Classic 500 Limited Edition. Sepeda motor warna hitam ini berbeda dengan sepeda motor dengan merek yang sama, yang biasa dipakai Ridwan Kamil dan kerap ditampilkan ke publik.
"Ya, jadi motor yang di Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) Cawang itu tidak masuk LHKPN saudara RK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika di Jakarta, Jumat, 25 April, seperti dikutip Antara
Adapun KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di Bank BJB tersebut mencapai Rp222 miliar. Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo mengatakan anggaran iklan BJB dalam periode 2021–2023 sebesar Rp409 miliar sebelum pajak dan setelah potong pajak sekitar Rp300 miliar. Kemudian dari jumlah tersebut hanya sekitar Rp100 miliar yang digunakan sesuai peruntukannya.
"Yang tidak riil ataupun fiktif itu sudah jelas nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut," ujar Budi pada Jumat, 14 Maret 2025.
Dalam persoalan tersebut, penyidik KPK telah menetapkan lima tersangka yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB, Widi Hartoto (WH).
Selain itu, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress, Suhendrik (S), dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama, Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Keterangan awal yang didapat penyidik KPK, dana iklan yang diterima oleh enam agensi tersebut yakni PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspress Rp49 miliar.
Budi mengatakan, tersangka YR dan WH memang sengaja menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter. Penunjukan agensi tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal BJB terkait dengan pengadaan barang dan jasa. YR dan WH juga diduga turut mengatur agensi yang memenangkan penempatan iklan tersebut.