CANTIKA.COM, Jakarta - Di tengah derasnya arus globalisasi dan tren mode dunia yang terus berubah, industri fashion lokal di Indonesia dinilai masih belum melaju sekencang potensinya. Meski para kreator lokal punya segudang talenta, kenyataannya roda industri sering kali terasa seperti berputar di tempat.
“Sudah waktunya kita berhenti hanya mengulang-ulang yang lama. Indonesia butuh ekosistem fashion yang sehat dan kolaboratif,” ujar Thresia Mareta (Advisor JF3 & Founder LAKON Indonesia) dalam diskusi JF3 Talk di Tangerang Selatan, Rabu, 11 Juni 2025.
Menurut Thresia, potensi kreator lokal kita tak diragukan lagi. Tapi potensi hebat itu tak bisa berkembang sendirian. Dibutuhkan ekosistem yang mendukung dari sisi pelatihan, distribusi, hingga kebijakan pemerintah yang pro terhadap industri kreatif.
Di sinilah peran penting kolaborasi lintas sektor dan dukungan negara sangat dibutuhkan. Salah satunya, lewat kehadiran JF3 yang berkomitmen membangun ruang kreatif yang mendorong fashion lokal melangkah lebih jauh. Bukan hanya jadi tren sesaat, tapi benar-benar menjadi kekuatan ekonomi dan budaya yang diakui dunia.
Fashion Jadi Andalan Ekonomi Kreatif
Wamen EKRAF, Irene Umar saat menjadi narasumber di JF3 Talk 2025 (Vol.2), Rabu, 11 Juni 2025 di Tangerang Selatan/Foto: Doc. JF3
Tahukah kamu? Dari 16 sektor ekonomi kreatif yang dulu dicanangkan, kini hanya ada tiga yang jadi fokus utama: kuliner, kriya, dan fashion. Di antara ketiganya, fashion punya posisi istimewa, bukan hanya soal bisnis, tapi juga sebagai identitas visual bangsa.
Batik, tenun, dan songket adalah contoh nyata kekayaan budaya kita yang sudah sejak lama jadi incaran global. Tantangannya adalah bagaimana kita mengemas warisan itu dalam desain modern yang bisa dipakai sehari-hari dan mampu bersaing di panggung internasional.
Melihat demografi Indonesia yang mayoritas muslim, pemerintah pun mulai mendorong positioning Indonesia sebagai pusat fashion muslim di Asia. Tapi tentu, ini bukan sekadar wacana.
Dalam mini talkshow yang diadakan JF3, Wamen Ekonomi Kreatif, Irene Umar mengungkap berbagai strategi konkret. Salah satu yang jadi sorotan adalah masalah klasik: ketersediaan dan pengolahan bahan baku lokal. “Kita punya material lokal yang luar biasa, tapi teknologinya masih tertinggal. Kita harus berinovasi dalam pengolahan bahan agar bisa bersaing,” jelas Irene.
Namun begitu, Indonesia memiliki kekuatan utama yang diakui dunia: desain. “Desainer kita hebat. Yang perlu ditingkatkan sekarang adalah cara menampilkan karya mereka ke pasar dunia. Karena yes, we have it!”
Fashion Indonesia Go Global
Upaya mendunia sudah dimulai. Ekraf melakukan berbagai langkah nyata:
1. Menjajaki pasar global
Prancis sudah menjadi mitra aktif, disusul Jepang yang siap membuka outlet khusus brand Indonesia. Bahkan Zoom meeting dengan buyer Jepang sudah dirancang untuk memperkenalkan produk secara langsung!
2. Uji coba ekspor
Skala kecil akan jadi batu loncatan, dengan tes pasar di luar negeri agar brand lokal bisa memahami selera dan kebutuhan global.
3. Digitalisasi showcase
Lewat platform digital, karya kreator Indonesia bisa dilihat dunia. Ekraf juga menggandeng mitra global untuk membantu memperluas distribusi brand lokal.
Hong Kong pun dilirik sebagai pasar potensial yang masih minim kompetitor, membuka peluang emas bagi brand lokal yang siap melebarkan sayapnya. Namun tentu saja, semua ini hanya bisa berhasil jika pelaku industri siap dari berbagai sisi, mulai dari standar global, kualitas produk, hingga kapasitas produksi.
"Industri fashion Indonesia punya segalanya untuk jadi besar. Tapi talenta dan budaya saja tidak cukup. Perlu ekosistem, dukungan teknologi, kolaborasi, dan dorongan kuat dari pemerintah agar kita bisa menjadikan fashion lokal sebagai pemain utama dunia. Karena dunia sudah siap melihat kita. Pertanyaannya: apakah kita sudah siap menunjukkannya?" ucap Irene.
Pilihan Editor: Brand Fashion Lokal Aleza Rilis Koleksi Elysian, Sebarkan Pesan Inklusif
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika