TEMPO.CO, Jakarta - Ketua MPR RI Ahmad Muzani menilai pelemahan rupiah semestinya dimanfaatkan sebagai peluang untuk mendorong ekspor Indonesia ke pasar non-Amerika Serikat. Menurutnya, melemahnya rupiah justru menjadikan harga produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.
“Ini harus dijadikan momentum untuk memperluas ekspor ke negara-negara selain Amerika, karena harga barang kita lebih bersaing. Pemerintah saat ini sedang mendorong hal itu,” ujar Muzani saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, Presiden RI Prabowo Subianto turut menunjukkan komitmennya dalam membuka pasar baru bagi produk Indonesia lewat kunjungan kenegaraan ke lima negara. “Pak Prabowo hari ini juga berangkat ke lima negara tersebut guna mempererat kerja sama bilateral agar produk Indonesia bisa lebih banyak diserap,” kata Muzani.
Menurut Muzani, Prabowo juga akan membahas kebijakan resiprokal Amerika Serikat yang muncul sejak era Presiden Donald Trump dengan para pemimpin negara yang dikunjungi. “Nanti Pak Prabowo tentu akan berdialog banyak dengan kepala negara di sana,” ujarnya.
Sebelumnya, nilai rupiah sempat menembus angka Rp 17.000 per dolar Amerika Serikat di pasar asing atau non-deliverable forward (NDF) selama lebaran. Faktor global termasuk pemberlakuan tarif impor AS dianggap jadi salah satu pemicunya.
Pada perdagangan Jumat, 4 April 2025, rupiah sempat menyentuh level Rp 17.006 per dolar AS. Analis Forex Ibrahim Assuabi mengatakan ada berapa data fundamental yang mempengaruhi penguatan dolar. “Misal data ketenagakerjaan AS yang ternyata lebih baik dibanding ekspektasi sebelumnya,” katanya lewat pernyataan resmi dikutip Ahad, 6 April 2025.
Selain itu, menurut Ibrahim, penguatan dolar disebabkan testimoni Bank Sentral AS atau The Fed pada Jumat malam. The Fed mengisyaratkan penurunan suku bunga belum akan terjadi dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga saat ini disebut terlalu dini, khususnya dalam kondisi ekonomi global sedang bermasalah dan inflasi yang masih tetap tinggi.
Penurunan suku bunga masih akan menunggu dampak dari perang dagang. Sehingga menurut Ibrahim, prediksi penurunan suku bunga sebanyak 3 kali atau 75 basis poin pada 2025 meleset. “Kemungkinan besar hanya tinggal mimpi. Ini yang menyebabkan indeks dolar kembali mengalami penguatan signifikan,” kata dia.
Ilona Estherina dan Linda Lestari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini