Demonstrasi Dukung Palestina Marak di Dunia Tapi Sepi di Indonesia, Mengapa?

1 day ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Timur Tengah Smith Alhadar menyoroti perbedaan aksi bela Palestina di Indonesia dengan negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Alhadar menilai aksi unjuk rasa untuk membela Palestina terjadi lebih besar di negara-negara Barat.

Alhadar menuturkan bahwa demonstrasi di AS dan Eropa dipicu oleh pelanggaran besar-besaran pemerintahan AS dan Eropa terhadap nilai-nilai yang dibangun Barat usai Perang Dunia Kedua, yakni demokrasi, kebebasan pers, kebebasan berpendapat, tatanan dunia berbasis hukum, dan kebebasan kampus. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Semua ini telah dilanggar Israel tanpa sanksi," kata Alhadar dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 27 Mei 2025.

Lebih lanjut, Alhadar menyebut bahwa AS dan negara Eropa yang berpengaruh turut terlibat dalam genosida di Gaza karena bertanggung jawab memasok senjata untuk Israel. 

"Luasnya spektrum pelanggaran yang dilakukan Israel tanpa sanksi dari sekutunya mendorong para demonstran dari berbagai komponen ke jalan untuk mengambil alih persoalan yang tidak mampu ditangani pemerintahan mereka," ujarnya. 

Tak hanya itu, Alhadar menyebut bahwa peran media sosial di Barat memicu kelahiran genersi baru di seluruh dunia yang berbagi nilai-nilai universal.

Ihwal aksi di Indonesia, Alhadar menilai bahwa aksi bela Palestina belum terorganisir secara optimal. Menurut dia, isu yang menjadi perhatian utama generasi muda ialah kesulitan lapangan pekerjaan, masa depan yang tidak menentu, dan perasaan ketidakberdayaan menghadapi kondisi ekonomi-politik domestik yang tak terpahami. 

Alhadar juga menduga bahwa keadaan itu turut diperparah dengan sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang enggan memotori unjuk rasa kembali mengingat Presiden Prabowo Subianto cenderung antidemonstrasi. 

Sebelumnya, ratusan ribu orang di berbagai kota besar Eropa menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada 15 Mei untuk memperingati Hari Nakba--hari ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah air mereka usai berdirinya Israel pada 1948.

Seperti dilansir Anadolu dan Al Jazeera, aksi protes itu juga menjadi bentuk kecaman atas serangan brutal Israel ke Jalur Gaza. Para aktivis mengatakan bahwa sejarah terulang kembali hari ini di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

Di Stockholm, ribuan orang memadati Lapangan Odenplan atas undangan sejumlah organisasi masyarakat sipil.

Para demonstran membawa bendera Palestina, foto anak-anak korban serangan, dan spanduk bertuliskan “Hentikan genosida rezim Zionis di Palestina.”

Sebagian peserta memegang poster bertuliskan nama-nama warga sipil yang tewas di Gaza untuk menarik perhatian terhadap tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung.

Pada April lalu, bentrokan terjadi antara polisi dan mahasiswa Pro-Palestina di Amerika Serikat yang menentang serangan Israel di Jalur Gaza. Polisi turun ke jalan dan melakukan aksi kekerasan untuk menghentikan protes yang meluas sejak penangkapan massal di Universitas Columbia sejak sepekan sebelumnya. Kericuhan dimulai antara polisi dan mahasiswa yang menentang perang Israel di Gaza pecah pada Kamis, 25 April 2024.

Sita Planasari ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |