Direktur Pemberitaan Jak TV Tersangka, Apa Kata Dewan Pers, AJI dan IJTI?

3 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV  Tian Bahtiar (TB) bersama pengacara Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice).

“Terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa dini hari, seperti dikutip Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perintangan itu, kata dia, dilakukan pada rangkaian penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong, dan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

Qohar mengatakan bahwa terungkapnya kasus ini berawal dari pengembangan kasus dugaan suap dalam putusan lepas perkara pemberian fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dari pengembangan, diketahui bahwa tersangka MS dan JS memerintahkan tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif yang menyudutkan penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung dengan imbalan biaya sebesar Rp478.500.000.

Uang tersebut, kata Qohar, masuk ke dalam kantong pribadi tersangka TB. “Tersangka TB kemudian mempublikasikannya di media sosial, media online, dan JAKTV News sehingga Kejaksaan dinilai negatif,” katanya.

Selain melalui berita, tersangka TB juga membiayai demonstrasi dan kegiatan seminar, podcast, serta talkshow yang menyudutkan Kejaksaan.

Ketiga tersangka pun dikenai Pasal 21 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Invoice Pembayaran Berita

Penyidik Kejaksaan Agung menyatakan menemukan bukti invoice publikasi berita yang dipesan tersangka MS dan JS  selaku advokat kepada tersangka TB (Tian Bahtiar) selaku Direktur Pemberitaan JAKTV.

"Dalam penggeledahan ini, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik, baik ponsel maupun laptop yang diduga sebagai alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan," kata Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.

Invoice pertama adalah tagihan Rp153,5 juta bertanggal 14 Maret 2025 untuk pembayaran 14 berita dengan topik alasan tindak lanjut kasus impor gula, 18 berita dengan topik tanggapan Jamin Ginting, 10 berita dengan topik tanggapan Ronald Lobloby, serta 15 berita topik tanggapan Dian Puji dan Prof. Romli.

Invoice kedua yang ditemukan adalah tagihan sebesar Rp20.000.000 untuk pembayaran atas pemberitaan di sembilan media mainstream dan umum, media monitoring, dan konten TikTok Jakarta untuk periode 4 Juni 2024.

Penyidik juga menyatakan menemukan beberapa dokumen campaign melalui podcast dan media streaming, serta dokumen kebutuhan social movement, lembaga survei, seminar nasional, bangun narasi publik, key opinion leader terkait penanganan perkara tata niaga PT Timah dan kasus importasi gula oleh Kejaksaan dengan biaya sebesar Rp2,4 miliar.

Menurut Abdul Qohar. penyidik juga menemukan laporan terkait media monitoring dengan berita Indonesia Police Watch (IPW) untuk periode 3 Juni 2024 serta dokumen berisi skema pemerasan dan pencucian uang oknum Jampidsus.

Dewan Pers Langsung Temui Jaksa Agung

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu beraudiensi dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, menyusul penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka.

“Kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan, yang menurut Kejaksaan tadi digunakan untuk melakukan rekayasa pemufakatan jahat,” kata Ninik Rahayu, usai bertemu Jaksa Agung.

Berita-berita tersebut, kata dia, akan dinilai apakah secara substansial atau prosedural menggunakan parameter kode etik jurnalistik guna memastikan ada atau tidaknya pelanggaran etik.

“Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” katanya.

Terkait perkara dugaan perintangan penyidikan yang menjerat TB, Ninik mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

“Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum. Akan tetapi terkait dengan pemberitaan, untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan, ini adalah kewenangan etik dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers,” katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa Korps Adhyaksa juga menghormati proses penyelidikan dugaan pelanggaran etik yang akan dilakukan oleh Dewan Pers.

IJTI: Berpotensi Mencederai Kebebasan Pers

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan, mengatakan, pihaknya mendukung pemberantasan korupsi seperti dilakukan Kejaksaan Agung.

"Namun demikian, IJTI menyoroti penetapan tersangka yang didasarkan pada aktivitas pemberitaan, yang merupakan bagian dari kerja jurnalistik," kata Herik dalam keterangan tertulis pada Selasa, 22 April 2025.

Dia menuturkan, produk jurnalistik termasuk yang bersifat kritis terhadap institusi negara adalah bagian dari fungsi kontrol pers. Ini dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Bila tuduhan terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV berkaitan dengan isi siaran atau konten jurnalistik, semestinya Kejaksaan Agung berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers," ujar Herik. Hal itu sesuai dengan mandat undang-undang, hanya Dewan Pers yang berwenang menyatakan apakah suatu produk merupakan karya jurnalistik atau bukan.

Dia mengatakan, proses hukum yang dilakukan tanpa melibatkan Dewan Pers berpotensi mencederai kebebasan pers. Hal ini juga berpotensi menciptakan preseden buruk yang dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menekan media yang menjalankan fungsi kritik secara profesional dan sah.

Sesuai dengan UU Pers, setiap sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib diselesaikan melalui Dewan Pers. "Bukan jalur pidana," ucapnya.

Dia menilai, langkah pemidanaan terhadap jurnalis atau media tanpa dasar yang jelas dan tanpa prosedur adalah ancaman terhadap demokrasi. Hal ini juga mengancam kebebasan berekspresi.

Oleh sebab itu, IJTI menyerukan seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik dan menjaga independensi dalam bertugas. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia juga meminta aparat penegak hukum untuk menghormati prinsip kemerdekaan pers, serta tak menggunakan pendekatan represif terhadap aktivitas jurnalistik.

"IJTI juga akan segera melakukan koordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan perlindungan terhadap kerja jurnalistik tetap terjaga dalam koridor hukum yang benar," kata Herik.

AJI: Diadukan ke Dewan Pers

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida mengatakan, berita dengan narasi negatif harusnya tidak dipidana tapi diadukan ke Dewan Pers.

Setelah itu, kata dia, Dewan Pers yang akan menilai dan memutuskan, bukan lembaga lain. "Akan sangat berbahaya jika sebuah berita dianggap atau dikenai pasal perintangan hukum oleh lembaga selain Dewan Pers," ujar Nany kepada Tempo, Selasa.

Dia menuturkan, banyak media yang benar-benar murni meliput dengan mengkritisi kasus hukum. Apalagi media sering menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan. "Narasi seperti ini juga akan jadi presenden buruk untuk kriminalisasi pers ke depannya," ucap Nany. "Kalau mengunakan cara ini, bisa-bisa mereka juga kena pasal perintangan hukum."

Nany menegaskan, Dewan Pers harus dilibatkan dalam semua sengketa pers. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 dapat digunakan untuk isu pers. AJI mengimbau media dan jurnalis untuk selalu mengikuti kode etik jurnalistik sehingga bisa terus independen. Nany juga mengingatkan, para jurnalis jangan melintasi pagar api dan terus profesional.

Amelia Rahima Sari, Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |