DPR Kritik Lemahnya Sistem Pengawasan PDDS dalam Kasus Dokter Priguna

1 day ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR Mohammad Rano Alfath menyoroti lemahnya sistem pengawasan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dalam kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama. Menurut Rano Alfath, Priguna menggunakan kekuasaannya sebagai dokter saat diduga memerkosa anak pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kasus ini membuka fakta rapuhnya sistem pengawasan dalam pendidikan profesi kedokteran, khususnya PDDS, yang seringkali menempatkan peserta didik dalam posisi kekuasaan terhadap pasien tanpa kontrol yang memadai," ujar Rano kepada Tempo, Minggu, 13 April 2025. Ia mengatakan mencuatnya kasus ini menjadi sinyal kelalaian sistematis dari RSUP Hasan Sadikin dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran tempat Priguna belajar.

"Ini bukan sekadar soal perilaku individu, tapi sudah masuk pada ranah kegagalan sistem pengawasan dan tanggung jawab kelembagaan, " kata Rano. Ia mendorong agar penanganan kasus kekerasan seksual ini dilakukan dengan menyentuh akar persoalan struktural. Proses hukum, kata Rano, tak boleh berhenti pada penetapan tersangka semata.

Selain pengusutan kasus secara tuntas, Rano menyerukan perbaikan lembaga secara sistematis. "Kami mendorong evaluasi menyeluruh baik terhadap tata kelola rumah sakit, sistem rekrutmen dan pengawasan residen, hingga regulasi pengunaan obat-obatan anestasi yang berpotensi disalahgunakan," ucap Rano merincikan.

Ia juga menggarisbawahi perlunya peningkatan protokol perlindungan terhadap pasien dan pendamping. "(Protokol) harus diperkuat secara konkret, tidak hanya berupa slogan atau kode etik, melainkan sistem kerja yang ketat, akuntabel, dan dapat diaudit. Ke depan, Rano  mengusulkan pula untuk menambah aspek kesehatan mental dan integritas moral dalam seleksi tenaga medis. 

Senada dengan Rano, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Alifudin meminta penguatan prosedur operasional standar (standard operating procedure/SOP) dalam praktik kedokteran. Menurut Alifudin, kasus itu menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap tenaga medis, sehingga perlu aturan yang lebih ketat di sektor kesehatan.

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter PPDS itu, kata Alifudin, merupakan pelanggaran serius terhadap etika profesi medis yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pasien.

“Tindak pelecehan semacam ini menunjukkan adanya kegagalan dalam pengawasan terhadap perilaku tenaga medis, yang seharusnya mengutamakan martabat pasien dan keluarganya. Ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap dunia kedokteran,” ujar Alifudin dalam keterangannya, dikutip Jumat, 11 April 2025. 

Ia mengatakan SOP yang jelas dan terukur penting agar setiap tindakan medis yang dilakukan sesuai dengan kaidah medis yang berlaku. “Hal ini tidak hanya berlaku pada tindakan medis kepada pasien, tetapi juga dalam interaksi dengan keluarga pasien,” tutur dia. 

Ia menilai SOP yang jelas akan mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh tenaga medis. Selain itu, aturan yang ketat juga bisa memberikan perlindungan bagi pasien dan keluarga dari potensi pelecehan maupun kekerasan. 

Sebelumnya seorang dokter residen dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Priguna Anugerah Pratama, ditahan Polda Jawa Barat atas dugaan melakukan kekerasan seksual. Laki-laki berumur 31 tahun itu diduga membius dan memperkosa anak pasien di Rumah Sakit Unggulan Nasional (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan penahanan sudah dilakukan sejak 23 Maret 2025. Teranyar, korban Priguna diduga tak hanya satu orang. Surawan menyatakan ada dua korban baru dalam kasus pemerkosaan itu. Kedua korban merupakan perempuan berusia 21 dan 31 tahun.

“Dua korban lagi sudah dilakukan pemeriksaan kemarin. Benar bahwa dua korban ini ternyata sudah menerima perlakuan yang sama (oleh) dokter tersangka dengan modus yang sama," kata Surawan di Bandung, Jumat, 11 April 2025, seperti diberitakan Antara. Surawan mengatakan keduanya mengalami pelecehan dengan modus serupa pada 10 dan 16 Maret 2025.

Menurut dia, pelaku menjalankan aksinya dengan dalih melakukan uji alergi namun dengan menyuntikkan cairan anestesi kepada korban sebelum membawa mereka ke Lantai 7 gedung baru untuk melakukan pemerkosaan. 

Ervana Trikarinaputri dan Nabiila Azzahra berkontribusi pada penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |