Fakta-Fakta Kasus Predator Seksual Jepara

11 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Tengah mencatat setidaknya ada 31 anak di bawah umur menjadi korban predator seksual berinisial S (21 tahun) asal Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara.

"Awalnya ditemukan data 21 korban wanita di bawah umur. Setelah dilakukan pendalaman kembali, ditemukan tambahan 10 korban dan beberapa file yang telah dihapus," kata Dirkrimum Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Dwi Subagio, pada Rabu, 30 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puluhan korban kekerasan seksual tersebut diketahui berasal dari Jepara dan sejumlah daerah lain seperti Semarang, Lampung, dan Jawa Timur. Lebih lanjut, berikut fakta-fakta kasus predator seks di Jepara.

Kronologi Terungkapnya Kasus Predator Seks

Kasus kekerasan seksual ini terungkap setelah salah satu korban mengalami kerusakan pada ponselnya. Orang tua korban kemudian membawa ponsel tersebut ke tempat reparasi, di sanalah ditemukan sejumlah foto korban dalam kondisi tanpa busana.

"Orang tua korban setelah melihat handphone putrinya, kemudian memberi info ke kami dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan," ucap Dwi.

Menurut keterangan Dwi, foto-foto tersebut diambil atas permintaan tersangka, S. Sebelumnya, pelaku dan korban saling mengenal melalui aplikasi pesan daring. "Pelaku tidak memakai foto orang lain di media sosial," ujarnya.

S kemudian merayu korban untuk mengirimkan foto dan video saat membuka pakaian. Ketika sudah mendapatkan file yang diinginkan, pelaku mulai mengancam korban akan menyebarkan file itu jika permintaannya tidak dipenuhi.

"Jika tidak mau menuruti maka video yang direkam pelaku akan disebarkan sehingga korban ketakutan. Bahkan, ada 10 korban lebih yang melakukan pertemuan dan akhirnya disetubuhi," ungkap Dwi, dikutip Antara.

Jumlah Korban Dapat Bertambah

Dwi mengungkapkan pihak kepolisian telah menggeledah rumah tersangka dan menyebutkan bahwa jumlah korban kemungkinan bisa bertambah, mengingat sejumlah barang bukti yang ditemukan. Ia juga mengatakan bahwa pelaku mengaku sempat menghapus beberapa dokumen penting.

Untuk itu, Polda Jawa Tengah akan melakukan pemeriksaan menggunakan uji laboratorium forensik guna memulihkan data yang terhapus demi memastikan jumlah korban secara akurat.

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan bahwa tindak kejahatan seksual ini dilakukan pelaku sejak September 2024. Para korban itu diduga berusia antara 12 hingga 17 tahun, dengan korban terbaru tercatat masih berstatus pelajar kelas XI SMA.

Polda Jateng Minta Orangtua Awasi Media Sosial Anak

Dwi meminta agar para orang tua mengontrol perilaku anak dalam menggunakan media sosial dan aplikasi percakapan seperti Telegram dan WhatsApp. Hal itu tak lepas dari modus pelaku yang berkenalan dengan korbannya melalui dua aplikasi tersebut.

"Pelaku dalam menjalankan aksinya menggunakan Telegram dan ditindaklanjuti dengan WhatsApp," ucapnya.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku juga merekam korbannya sehingga akan dilakukan penyelidikan guna mengetahui masing-masing korbannya. "Pelaku ini merupakan predator seks dan korbannya anak-anak kita sendiri. Saya juga tidak mau anak kita ini menjadi trauma dan jadi korban perundungan temannya. Bahkan ada yang mau bunuh diri," ujar dia.

Bareskrim Polri Bantu Penanganan Kasus Predator Seks

Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri membantu penanganan kasus predator seksual yang tengah ditangani oleh Polda Jawa Tengah di Jepara.

“Direktorat PPA dan PPO memberikan backup terhadap penanganan kasus tersebut dan bantuan teknis yang dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) dan Pusat Identifikasi (Pusident) Bareskrim Polri serta Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri,” kata Dirtipid PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nurul Azizah dalam video yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, 1 Mei 2025.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam melakukan pemantauan, pengawasan, dan advokasi perlindungan anak. Selain itu, Direktorat juga menjalin kolaborasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), unit sosial, rumah sakit, serta lembaga berbasis masyarakat guna menjamin pelayanan cepat, perlindungan, serta pemulihan bagi para korban.

“Termasuk layanan psikologi dan tenaga profesional lainnya untuk memberikan layanan pendampingan dan pemulihan yang holistis,” imbuh Nurul.

Respon Ketua DPR Soal Kekerasan Seksual

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani berpendapat, penanganan kasus kekerasan seksual tidak cukup hanya fokus pada penegakan hukum usai kejahatan terjadi, namun harus dibarengi dengan upaya pencegahan yang konkret.

"Kasus kekerasan seksual di Indonesia yang sudah seperti gunung es perlu penanganan komprehensif yang terstruktur, termasuk bagaimana negara membangun sistem yang mampu mencegah kejahatan seksual terjadi sejak awal," kata Puan di Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu, 30 April 2025.

Puan mengatakan kasus kekerasan seksual yang terus bermunculan menunjukkan adanya sistem yang kurang, utamanya dalam langkah-langkah pencegahan. Menurut dia, Indonesia memerlukan sistem peringatan real time untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kekerasan seksual sehingga korban kasus kejahatan seksual dapat diminimalisasi.

"Jadi, bagaimana pendekatannya adalah bukan lagi menyelesaikan kasus kekerasan seksual, tetapi bagaimana negara memiliki sebuah sarana yang dapat mencegah tindak-tindak kekerasan seksual," ujar dia.

Jamal Abdun Nashr, Kukuh S. Wibowo, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |