TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung memeriksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, HS, dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, HM, perihal kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Selasa, 27 Mei 2025.
Kedua hakim itu sudah pernah diperiksa pada April lalu.
Selain kedua hakim tersebut, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung juga memeriksa empat orang lainnya. Mereka adalah SMA selaku Manager Litigasi PT Wilmar, MBHA selaku Head Corporate Legal PT Wilmar, WK selaku Staf PT Wilmar Nabati Indonesia dan DMBB selaku Head Legal PT Permata Hijau Palm Oleo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan suap hakim dan atau gratifikasi penanganan perkara ini diusut Kejagung setelah vonis lepas atau ontslag 3 korporasi yakni Wilmar Group, Musim Mas Group dan Perdata Hijau Group. Vonis tersebut dijatuhkan pada 19 Maret 2025. Mereka dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatannya dinyatakan bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht ver) sehingga dilepaskan dari semua dakwaan. Atas vonis tersebut jaksa telah mengajukan kasasi.
Dalam kasus ini Kejaksaan Agung sudah menetapkan 8 orang tersangka. Empat di antaranya adalah hakim. Yakni majelis yang menangani perkara Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom dan wakil ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Arif Nuryanta. Mereka menerima suap dan melakukan kongkalikong agar 3 korporasi di atas divonis lepas atau ontslag dan bebas dari dakwaan jaksa.
Sebelumnya Kejagung juga memeriksa Ketua Pengadilan Tinggi DK Jakarta Pusat Herri Swantoro. Pemeriksaan Herri berkaitan dengan administrasi putusan perkara banding kasus perdata di PT DK Jakarta nomor 220/PDT/2025/PT DKI yang memenangkan 3 korporasi tersebut. Putusan ini menjadi salah satu pertimbangan hakim memvonis lepas 3 korporasi tersebut.
Dalam vonis banding kasus perdata, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi dan PT Wilmar Bionergi Indonesia memenangkan gugatan perdata atas Kementerian Perdagangan. Hakim memerintahkan pemerintah membayar kerugian Rp 947,3 kepada PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi dan PT Wilmar Bionergi Indonesia. Korporasi itu menggugat perdata karena merasa dirugikan oleh negara atas berbagai kebijakan pemerintah dalam menangani kelangkaan minyak goreng pada 2021.
Pilihan Editor: Betulkah Indonesia Jadi Surga Produksi Konten Pornografi?