Kenapa Manusia Diciptakan? Mengungkap Rahasia Penciptaan Manusia dalam Al-Qur'an

1 day ago 6

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah terpikir di benak Anda, kenapa manusia diciptakan di muka bumi ini? Pertanyaan fundamental ini seringkali muncul ketika kita merenungi eksistensi kita di dunia. Sebagai makhluk yang dibekali akal dan pikiran, manusia memiliki kecenderungan alami untuk mencari tahu tentang asal-usul dan tujuan keberadaannya. Kenapa manusia diciptakan menjadi pertanyaan yang tidak hanya bersifat filosofis tetapi juga spiritual, yang jawabnya dapat ditemukan dalam kitab suci Al-Qur'an.

Dalam Islam, kenapa manusia diciptakan bukanlah pertanyaan yang diabaikan. Sebaliknya, Al-Qur'an memberikan jawaban yang jelas dan mendalam tentang tujuan Allah SWT menciptakan manusia. Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia memiliki kedudukan istimewa sebagai khalifah di bumi, dibekali dengan kemampuan berpikir, berbahasa, dan kebebasan memilih. Hal ini menjadikan pertanyaan kenapa manusia diciptakan semakin menarik untuk ditelusuri, terutama bagi mereka yang ingin menjalani kehidupan sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Mempelajari kenapa manusia diciptakan menurut Al-Qur'an tidak hanya memberikan pemahaman doktrinal, tetapi juga memberikan panduan praktis dalam mengarungi kehidupan. Ketika seseorang memahami tujuan penciptaannya, ia dapat menjalani hidup dengan lebih terarah dan bermakna. Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup umat Islam, telah memberikan penjelasan komprehensif tentang alasan dan tujuan penciptaan manusia. 

Berikut ini telah Liputan6.com kupas secara mendalam kenapa manusia diciptakan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mulia, pada Jumat (28/2).

Al-Qur’an itulah bacaan sempurna yang ditafsirkan dengan bermacam penafsiran, dalam berbagai bidang kelimuan, dan penafsirannya yang hingga kini terus menerus mengalami perkembangan dan sesuai dengan tuntunan dari perkembangan ilmu dan masyarakat.

Hakikat Pertanyaan tentang Penciptaan Manusia

Sebelum membahas lebih jauh tentang tujuan manusia diciptakan, kita perlu memahami terlebih dahulu bagaimana Al-Qur'an memposisikan pertanyaan ini. Mempertanyakan tindakan Allah, termasuk mengapa Allah menciptakan manusia, sebenarnya memiliki batasan-batasan tertentu dalam Islam.

Al-Qur'an mengajarkan kepada kita bahwa Allah SWT tidak perlu ditanya tentang apa yang Dia kerjakan. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Anbiya ayat 23:

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

lâ yus'alu 'ammâ yaf'alu wa hum yus'alûn

Artinya: "(Allah) tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya."

Ayat ini mengajarkan bahwa sebagai manusia, kita tidak sepantasnya mempertanyakan tindakan Allah dengan sikap menuntut penjelasan. Justru sebaliknya, kita yang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan kita. Hal ini menunjukkan bahwa posisi kita sebagai hamba adalah tunduk dan patuh kepada kehendak Allah SWT.

Dalam memahami tujuan penciptaan manusia, kita harus menyadari bahwa Allah SWT adalah Zat Yang Maha Berkehendak. Dia melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya tanpa perlu persetujuan siapapun. Sebagaimana disebutkan dalam potongan Surat Hud ayat 107:

إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

inna rabbaka fa''âlul limâ yurîd

Artinya: "... Sesungguhnya Tuhanmu Maha-Melakukan apa yang Ia kehendaki."

Kebebasan Allah dalam berkehendak juga ditegaskan dalam Surat Al-Qashash ayat 68, yang menyatakan:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَيَخْتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

wa rabbuka yakhluqu mâ yasyâ'u wa yakhtâr, mâ kâna lahumul-khiyarah, sub-ḫânallâhi wa ta'âlâ 'ammâ yusyrikûn

Artinya: "Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."

Meskipun demikian, Allah SWT dalam kemurahan-Nya tetap memberikan penjelasan kepada manusia tentang tujuan penciptaannya. Ini menunjukkan kasih sayang-Nya kepada manusia, agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan arah yang jelas dan benar.

Tujuan Pertama: Beribadah kepada Allah SWT

Tujuan utama manusia diciptakan menurut Al-Qur'an adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Ini dinyatakan dengan sangat jelas dalam Surat Az-Zariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Wa ma khalaqtul-jinna wal-insa illa liya'budun

Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."

Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan manusia (dan juga jin) adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Namun, konsep ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada ritual-ritual keagamaan seperti shalat, puasa, atau haji. Ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah SWT.

Dalam perspektif Islam, bekerja untuk menafkahi keluarga adalah ibadah. Menuntut ilmu adalah ibadah. Berbuat baik kepada sesama adalah ibadah. Bahkan aktivitas-aktivitas mubah (netral) dapat menjadi ibadah jika diniatkan untuk menjalankan perintah Allah dan dilakukan sesuai dengan syariat-Nya.

Tujuan beribadah ini selaras dengan sifat fitrah manusia yang memiliki kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada Sang Pencipta. Manusia, dalam fitrahnya, selalu mencari sesuatu yang lebih besar dari dirinya untuk disembah. Tanpa bimbingan wahyu, manusia bisa tersesat dengan menyembah tuhan-tuhan palsu, baik berupa berhala fisik maupun berhala-berhala modern seperti kekayaan, kekuasaan, atau popularitas.

Dengan beribadah kepada Allah SWT, manusia menemukan tujuan tertinggi dari eksistensinya. Ia tidak lagi terombang-ambing dalam kehidupan tanpa arah, melainkan hidup dengan tujuan yang jelas: mendapatkan ridha Allah dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Tujuan Kedua: Menjadi Khalifah di Bumi

Selain untuk beribadah, Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pengganti/wakil Allah) di bumi. Hal ini disebutkan dalam Surat Al-An'am ayat 165:

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَكُمْ خَلَٰٓئِفَ ٱلْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلْعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌۢ

Wa huwalladzi ja'alakum khala`ifal-ardi wa rafa'a ba'ḍakum fauqa ba'din darajatil liyabluwakum fi ma atakum, inna rabbaka sari'ul-'iqabi wa innahụ lagafụrur rahim

Artinya: "Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian dari kamu atas sebagian (yang lain) dengan beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat dalam memberi siksaan dan Dia sungguh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Konsep khalifah ini juga disebutkan dalam beberapa ayat lain, seperti Surat Al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً

Wa idz qala rabbuka lil-mala'ikati inni ja'ilun fil-ardi khalifah

Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.'"

Sebagai khalifah di bumi, manusia memiliki tanggung jawab untuk memakmurkan bumi, menjaga keseimbangan alam, menegakkan keadilan, dan menyebarkan kebajikan. Ini adalah amanah besar yang diberikan Allah kepada manusia karena manusia dibekali dengan akal, hati nurani, dan kemampuan untuk memilih.

Konsep khalifah ini menegaskan bahwa manusia bukan pemilik bumi dan segala isinya, melainkan hanya wakil atau pengelola yang harus bertindak sesuai dengan ketentuan pemilik sejati, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, manusia tidak boleh berbuat sewenang-wenang dalam mengeksploitasi alam dan sesama manusia.

Sebagai khalifah, manusia juga dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan. Manusia didorong untuk mengeksplorasi alam semesta, memahami hukum-hukumnya, dan memanfaatkannya untuk kebaikan bersama, bukan untuk kerusakan atau ketidakadilan.

Tujuan Ketiga: Manifestasi Kekuasaan Allah

Al-Qur'an menjelaskan bahwa penciptaan manusia juga merupakan manifestasi dari kekuasaan Allah SWT. Melalui penciptaan manusia, Allah menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya sebagai Sang Pencipta yang Maha Kuasa.

Dalam Surat At-Talaq ayat 12, Allah SWT berfirman:

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ وَمِنَ ٱلْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًۢا

Allahulladzi khalaqa sab'a samawatiw wa minal-ardi mislahunn, yatanazzalul-amru bainahunna lita'lamu annallaha 'ala kulli syaiing qadiruw wa annallaha qad ahata bikulli syaiin 'ilma

Artinya: "Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan demikian pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, sehingga kalian dapat memahami bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu."

Penciptaan manusia dengan segala kompleksitasnya menunjukkan kehebatan Allah SWT sebagai Perancang dan Pencipta. Mulai dari sel-sel mikroskopis hingga organ-organ yang bekerja secara sempurna, dari kemampuan berpikir hingga kemampuan berbahasa, semuanya menunjukkan keagungan Allah SWT.

Dalam Surat Ar-Rum ayat 54, Allah SWT juga menjelaskan tentang tahapan-tahapan penciptaan manusia yang menunjukkan kekuasaan-Nya:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

allâhulladzî khalaqakum min dla'fin tsumma ja'ala mim ba'di dla'fing quwwatan tsumma ja'ala mim ba'di quwwatin dla'faw wa syaibah, yakhluqu mâ yasyâ', wa huwal-'alîmul-qadîr

Artinya: "Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(-mu) kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikan(-mu) lemah (kembali) setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa."

Ayat ini menggambarkan perjalanan hidup manusia dari bayi yang lemah, menjadi dewasa yang kuat, kemudian menjadi tua yang lemah kembali. Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah yang tak terbatas dan pengetahuan-Nya yang meliputi segala sesuatu.

Dengan memahami bahwa penciptaan manusia adalah manifestasi kekuasaan Allah, diharapkan manusia dapat lebih menyadari kebesaran-Nya dan lebih bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya.

Tujuan Keempat: Mengemban Amanah

Tujuan penciptaan manusia yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mengemban amanah dari Allah SWT. Amanah ini adalah tanggung jawab besar yang hanya sanggup dipikul oleh manusia, sementara makhluk-makhluk lain, bahkan yang lebih besar seperti langit, bumi, dan gunung-gunung, enggan untuk memikulnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 72:

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Inna 'aradnal-amanata 'alas-samawati wal-ardi wal-jibali fa abaina ay yaḥmilnaha wa asyfaqna min-ha wa hamalahal-insan, innahụ kāna zaluman jahula

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun semuanya enggan untuk memikul amanah tersebut dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh."

Para ulama berbeda pendapat tentang apa sebenarnya amanah yang dimaksud dalam ayat ini. Sebagian berpendapat bahwa amanah tersebut adalah taklif (pembebanan) syariat dan kewajiban-kewajiban agama. Sebagian lain berpendapat bahwa amanah tersebut adalah akal yang dengannya manusia dapat memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk.

Menurut Ibn Abbas, amanah tersebut adalah ketaatan dan kewajiban-kewajiban agama. Menurut Mujahid, amanah tersebut adalah ketaatan, ibadah, dan hal-hal yang fardhu. Sementara menurut Qatadah, amanah tersebut adalah agama, fardhu-fardhu, dan batasan-batasan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Apapun interpretasinya, yang jelas amanah ini merupakan tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh manusia. Dengan menerima amanah ini, manusia berpotensi untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah SWT jika ia menunaikannya dengan baik. Namun, ia juga berpotensi untuk menjadi makhluk yang paling hina jika ia mengkhianatinya.

Akhir ayat tersebut menyebutkan bahwa manusia sangat zalim dan sangat bodoh. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia tidak menyadari sepenuhnya beratnya amanah yang ia pikul. Namun, dengan bimbingan wahyu dan upaya yang sungguh-sungguh, manusia dapat menunaikan amanah tersebut dengan baik.

Tujuan Kelima: Diuji dalam Ketaatan

Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk diuji dalam ketaatan kepada Allah SWT. Kehidupan dunia adalah arena ujian bagi manusia untuk menentukan siapa yang terbaik amalnya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mulk ayat 2:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Alladzī khalaqa al-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu 'amalā, wa huwa al-'azīzu al-ghafūr

Artinya: "Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun."

Ayat ini menegaskan bahwa tujuan dari penciptaan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia, untuk melihat siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. Ini berarti bahwa kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu mendapatkan ridha Allah SWT dan kebahagiaan di akhirat.

Dalam ujian ini, manusia diberikan kebebasan untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Mereka diberikan petunjuk melalui para rasul dan kitab-kitab suci, dan mereka juga diberikan akal dan hati nurani untuk membimbing mereka. Namun, keputusan akhir tetap di tangan mereka sendiri.

Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Kahfi ayat 7:

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Innā ja'alnā mā 'alā al-arḍi zīnatan lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā

Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya."

Ayat ini menjelaskan bahwa segala keindahan dan kenikmatan dunia sebenarnya adalah ujian bagi manusia. Apakah mereka akan tertipu oleh gemerlap dunia dan melupakan tujuan sejati kehidupan, ataukah mereka akan menggunakan kenikmatan dunia sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbuat kebajikan kepada sesama?

Menariknya, ujian ini tidak hanya berupa kesulitan dan penderitaan, tetapi juga berupa kesenangan dan kemudahan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Anbiya ayat 35:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Kullu nafsin dzā'iqatu al-maut, wa nablūkum bisy-syarri wal-khairi fitnatan, wa ilainā turja'ūn

Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."

Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa tujuan penciptaan manusia menurut Al-Qur'an sangatlah jelas dan komprehensif. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT, menjadi khalifah di bumi, sebagai manifestasi kekuasaan Allah, untuk mengemban amanah, dan untuk diuji dalam ketaatan.

Semua tujuan ini saling terkait dan saling melengkapi. Beribadah kepada Allah SWT adalah tujuan tertinggi, sedangkan menjadi khalifah di bumi adalah cara untuk mewujudkan ibadah tersebut dalam bentuk yang lebih konkret. Mengemban amanah dan diuji dalam ketaatan adalah aspek-aspek dari pelaksanaan tugas sebagai khalifah.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |