Kisah Ki Hajar Dewantara Tokoh Kebangkitan Nasional, Santri yang Hafal 30 Juz Al-Qur'an

7 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Tiap 20 Mei, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Hari Kebangkitan Nasional tahun ini jatuh pada Selasa, 20 Mei 2025.

Ki Hajar Dewantara adalah salah satu sosok yang sangat berjasa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan dan kebangkitan nasional.

Namun, di balik kiprahnya yang monumental tersebut, ada sisi lain dari perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara yang jarang diketahui oleh banyak orang, yaitu latar belakang pendidikannya yang kuat dalam bidang agama dan keilmuan Islam.

Sebelum dikenal sebagai tokoh kebangkitan nasional dan pelopor pendidikan, Ki Hajar Dewantara mengawali pendidikannya dengan menjalani masa mudanya sebagai santri di pesantren.

Kemampuan spiritual dan intelektual yang tinggi, termasuk kemampuan menghafal Al-Quran, menunjukkan betapa kuat pondasi keilmuan agama yang dimiliki oleh beliau.

Melansir dari laman langit7.id, pada Senin (19/5/2025), berikut lebih lanjut kisah perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara, mulai dari masa-masa sebagai santri, kemampuan luar biasa dalam menghafal Al-Qur'an, hingga perannya sebagai tokoh kebangkitan nasional.

Saksikan Video Pilihan ini:

Hubungan Terlarang Bapak-Anak di Balik Temua Tulang Belulang 4 Bayi di Purwokerto Banyumas

Riwayat Masa Kecil Ki Hajar Dewantara

Pria yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat lahir pada Kamis, 22 Mei 1889/2 Ramadhan 1309 H. Ia merupakan keturunan bangsawan. Sang ibu, Raden Ayu Sandiah, memiliki garis keturunan Puro Pakualaman Yogyakarta. Sementara sang ayah, Kanjeng Pangeran Ario, adalah anak dari Paku Alam III Gusti Pangeran Adipati Ario. Dengan begitu, ia adalah cucu Paku Alam III.

Dalam buku KI Hajar Dewantara Pemikiran dan Perjuangannya terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Suwardi kecil pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Ayah beliau, Kanjeng Pangeran Ario, menitipkan Suwardi kecil ke sahabatnya, Kiai Soeleman (KH. Muhammad Furqan) yang memiliki pesantren.

Bahkan, kiai Soeleman menjuluki Suwardi dengan Trunogati. Truno berarti pemuda, sedangkan gati/wigati berarti penting atau berarti. Kiai Soeleman memiliki firasat saat mendengar tangisan bayi Suwardi yang lembut. Ia yakin suara Suwardi akan didengar banyak orang di negeri ini dan perutnya yang kembung (buncit) menandakan akan menelan dan menerima ilmu yang banyak.

Soewardi tak hanya berguru di satu pesantren. Keluarganya mengirim Suwardi kecil untuk mondok ke sejumlah pesantren. Dalam laman pesantren.id disebutkan, ia merupakan santri tulen yang menghafal 30 juz Al-Qur’an.

Soewardi belajar mengaji dan menghafal Al-Qur’an dari Kiai Zainuddin Soeleman Abdurrahman, pengasuh Pesantren di Kalasan, Prambanan. Ia juga mahir dalam membaca dan memahami isi kandungan kitab suci tersebut.

Jejak Al-Qur’an dalam Gagasan Ki Hajar Dewantara

Soewardi tidak hanya sekadar menghafalkan Al-Qur’an tapi juga memaknainya dengan baik. Bahkan menjadikannya sebagai inspirasi perjuangan. Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Z. Arifin Junaidi, menjelaskan, kredo Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal terinspirasi dari Al-Qur’an. Kredo itu yakni ‘ing madyo mangun karso, tut wuri handayani’.

Ing ngarso sung tulodo terinspirasi dari Surah Al-Ahzab ayat 21, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” Sementara, Ing madyo karso dijiwai Surah Al-Anbiya ayat 107, “tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menebar rahmat untuk seluruh alam.”

Tut wuri handayani dijiwai surah Al-Ghasiyah ayat 21, “belajarkanlah, sesungguhnya engkau (Muhammad) hanya seorang pembelajar (membuat manusia belajar).”

“Apakah ini bukan sekadar othak-athik mathuk? Bukan. Raden Mas Suwardi Suryaningrat merupakan salah satu di antara ribuan santri di nusantara yang berkiprah di dunia pendidikan,” tanya Arifin, dikutip dari laman Suyanto.id, Senin (1/11/2021).

Sebagai santri, Ki Hajar Dewantara pasti paham kisah Ibnu Hajar (si anak batu) yang bernama lengkap Ibnu Hajar Asqalani. Ibnu Hajar menjadi ulama besar setelah terinspirasi dari batu berlubang karena ditetesi air terus-menerus.

Pada usia 40 tahun, Suwardi Suryaningrat dijuluki KI Hajar (sang Bapak Batu), simbol ketidakpintaran tapi rela ‘ditetesi’ air terus-menerus, rela mendengarkan, rela menerima ilmu pengetahuan dari mana pun. Setelah ia mencapai kebijaksanaannya, Soewardi kemudian mendirikan perguruan taman siswa dan berjuang bersama tokoh lain memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |