Liputan6.com, Jakarta - Humor tentang Gus Dur seolah tak pernah habis untuk diceritakan. Kali ini, kisah unik datang dari Priyo Sambadha, mantan ajudan Presiden keempat Indonesia itu. Priyo pernah mengalami kejadian yang membuatnya nyaris kehilangan pekerjaannya, hanya karena roti tawar kesukaan Gus Dur.
Kisah ini diceritakan langsung oleh Priyo Sambadha dalam sebuah tayangan video di kanal YouTube @gresikTV. Dalam video tersebut, Priyo mengisahkan momen kocak sekaligus menegangkan saat ia terpaksa mencuri roti Gus Dur.
Semua bermula pada suatu pagi ketika Gus Dur dijadwalkan menjalani sesi pemotretan untuk majalah luar negeri. Sejak subuh, persiapan sudah dilakukan agar semuanya berjalan lancar. Gus Dur dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam bekerja. Bahkan, sebelum matahari terbit, ia sudah bangun dan mulai beraktivitas.
Tak seperti presiden sebelumnya yang bekerja mulai pukul 10.00, Gus Dur justru aktif sejak subuh. Ia sering berjalan-jalan di sekitar Istana Merdeka, menerima tamu, dan langsung berkegiatan hingga larut malam. Kebiasaannya ini membuat ajudan dan stafnya harus selalu siaga.
Dalam tayangan video itu, diceritakan bahwa pagi itu, semua orang sibuk memastikan sesi pemotretan berjalan sesuai rencana. Priyo, yang tinggal di Bekasi, harus berangkat lebih awal agar tiba tepat waktu di Istana Negara.
Namun, begitu sampai di lokasi, ia justru mendapati bahwa Gus Dur sudah keluar dari kamar dengan pakaian rapi. Sesi pemotretan yang seharusnya belum dimulai pun seakan keduluan oleh kesiapan Gus Dur sendiri. Priyo dan timnya terkejut, namun mereka tetap berusaha menyesuaikan diri.
Simak Video Pilihan Ini:
Perahu Terbalik Dilabarkan Ombak Tinggi Pantai Selatan, Nelayan Cilacap Tewas Tenggelam
Saking Laparnya, Priyo Nekat Ambil Roti Kusukaan Gus Dur
Gus Dur kemudian bertanya apakah sesi foto akan dilakukan sambil berdiri atau duduk. Priyo, yang saat itu gugup, mencoba menjawab dengan hati-hati. Namun, jawaban yang terlalu banyak basa-basi justru membuat Gus Dur tertawa.
Sambil menunggu, Gus Dur meminta segelas teh hangat dan sepiring roti tawar kesukaannya. Roti itu sederhana: hanya dioles mentega, ditaburi gula, lalu dipotong diagonal menjadi dua segitiga.
Saat roti dihidangkan, Gus Dur menikmati satu potong dengan santai. Sementara itu, Priyo duduk di belakang meja kecil, tepat di samping Gus Dur. Ia memperhatikan gerakan tangan Gus Dur yang tampak seperti sedang menulis sesuatu di pahanya.
Namun, sesuatu yang lain juga menarik perhatian Priyo—sisa satu potong roti yang masih tergeletak di meja. Priyo, yang sejak pagi belum makan, mulai tergoda untuk mengambilnya.
Dalam hatinya, ia bergulat antara menahan diri atau menyerah pada rasa lapar. Tapi tanpa sadar, tangannya bergerak sendiri. Pelan-pelan, ia meraih roti itu sambil tetap mengawasi wajah Gus Dur.
Anehnya, Gus Dur sama sekali tidak bereaksi. Priyo pun semakin berani. Ia menggigit roti itu perlahan, menikmati rasa manis mentega dan gula yang meleleh di lidahnya. Suara kriuk dari gula pasir sempat membuatnya cemas, namun Gus Dur tetap diam saja.
Merasa aman, Priyo akhirnya menghabiskan seluruh potongan roti tersebut. Ia pun mulai bersandar santai, menikmati kenyang yang baru saja diperolehnya.
Namun, suasana mendadak berubah ketika Gus Dur bertanya dengan nada santai, "Roti saya mana?"
Reaksi Gus Dur Sangat Mengejutkan, Dipecatkah Si Pencuri Roti Tawar?
Priyo langsung panik. Bagaimana tidak takut, kata Priyo, mencuri roti presiden bukanlah hal sepele. Bahkan, dalam benaknya, ia membayangkan kemungkinan terburuk jika dipecat. Ia akan menjadi pengangguran, lontang-lantung tanpa pekerjaan, dan terbayang betapa sedih anak istrinya jika ia tak lagi bisa menafkahi mereka.
Tanpa pikir panjang, ia bergegas menuju dapur untuk mencari roti pengganti. Di dapur, Priyo meminta pramusaji untuk membuatkan roti yang sama. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mau mengantarkan roti tersebut kembali ke meja Gus Dur. Semua orang kompak menolak, seolah tahu bahwa ini bukan perkara kecil.
Akhirnya, dengan berat hati, Priyo sendiri yang membawa roti pengganti ke hadapan Gus Dur. Dalam perjalanan kembali, ia masih terus diliputi bayangan buruk tentang masa depannya jika dipecat.
Sesampainya di hadapan Gus Dur, Priyo menyajikan roti tersebut dengan tangan gemetar. Gus Dur mengambil satu potong tanpa berkata apa-apa, hanya menikmati sarapannya dengan tenang.
Priyo menunggu dengan penuh waspada. Ia siap menerima teguran keras atau bahkan hukuman yang lebih berat. Namun, beberapa saat kemudian, Gus Dur menoleh dan bertanya, "Mas, rotinya mau lagi?"
Ruangan langsung meledak oleh tawa. Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah, beserta orang-orang yang hadir dalam acara tersebut ikut tertawa terbahak-bahak. Priyo menceritakan, yang awalnya ketakutan pun tak bisa menahan tawa.
Gus Dur, dengan wajah santainya, kembali menawarkan roti itu kepada Priyo. Kejadian semacam ini luar biasa sekali, yang semula menegangkan berubah menjadi momen penuh canda tawa.
Priyo menyadari bahwa Gus Dur bukan hanya seorang pemimpin yang bijaksana, tetapi juga memiliki selera humor yang luar biasa. Bahkan dalam situasi seperti ini, ia tetap memilih untuk merespons dengan cara yang jenaka.
Kisah ini menjadi bukti bahwa meskipun berada dalam lingkaran kekuasaan, Gus Dur tetaplah pribadi yang sederhana dan penuh kehangatan. Tidak heran jika banyak orang merindukan sosoknya hingga kini.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul