TEMPO.CO, Tangerang - Pembongkaran pagar laut sepanjang puluhan kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, menyisakan apa yang disebut nelayan setempat sebagai 'tunggul'. Ini adalah versi pagar yang tersisa di lokasi perairan karena tak setiap bambu bisa dicabut seutuhnya, melainkan hanya bisa dipatahkan.
Tanpa adanya pagar laut, para nelayan telah bisa bebas melintas atau melaut kembali. Hanya, mereka harus hati-hati terhadap keberadaan tunggul itu yang bisa membuat perahu kandas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dituturkan Marto, 46 tahun, nelayan asal Kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, "Tunggul itu merusak lambung perahu kami. Sudah ada sepuluh-an perahu nelayan bocor karena terkena patahan bambu yang dicabut tak sampai bawah itu."
Menurut Marto, nelayan harus memilih jalan secara hati-hati supaya perahu melaju tanpa membentur tunggul. Seperti yang disaksikan Tempo dari atas perahu Marto pada Selasa pekan lalu, patahan bambu eks pagar laut masih terpancang timbul tenggelam di antara gelombang air laut. Dari yang terlihat, ujung patahan bambu itu telah menghitam.
"Tak hanya perahu bocor tapi jaring atau jala yang ditebar nelayan kerap tersangkut tunggul hingga akhirnya sobek. Harus hati-hati," kata Marto lagi.
Patahan bambu sisa pagar laut yang terlihat di perairan Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, 22 April 2025. Barisan patahan bambu itu disebut nelayan setempat sebagai tunggul. Tempo/AYU CIPTA
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Susiyanti mengatakan mengetahui permasalahan tunggul ini. Menurutnya, pagar laut tak bisa diangkat secara manual karena tertancap kuat di dasar laut. Sedangkan penggunaan alat berat dikahwatirkan hanya akan memperparah karena patahan bambu jadi lebih tajam dan tidak kelihatan di bawah permukaan laut.
Akhirnya, Susiyanti mengaku telah berdiskusi dengan para nelayan untuk membiarkan tunggul melapuk. "Jadi nelayan melaut sambil memperhatikan supaya menghindari tunggul yang sebarannya sangat banyak karena patah saat pembongkaran awal itu," katanya kepada Tempo pada Senin, 28 April 2025.
Susiyanti menerangkan pembongkaran pagar laut yang pernah memanjang 30,16 kilometer di perairan itu sudah selesai. Menyusul setelahnya adalah pengerjaan pembongkaran pagar laut yang membentuk kaveling di perairan Desa Kohod. Pembongkaran di bagian ini menggunakan alat berat ekskavator. "Karena kerapatan pemasangan yang lebih tinggi dan bambu yang digunakan besar-besar," kata Eli.