TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyiapkan pasar alternatif merespons kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang naik sebesar 32 persen kepada Indonesia. Pasar alternatif ini untuk menghindari tarif resiprokal Amerika Serikat yang dapat merugikan sektor perdagangan Tanah Air.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan kebijakan tarif resiprokal itu semula bakal berlaku pada 9 Juli 2025. Namun ada kesepakatan untuk menunda hingga 90 hari. Walhasil kenaikan tarif hingga 32 persen dari Amerika Serikat untuk Indonesia saat ini masih dalam tahap negosiasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Djatmiko menuturkan, Kemendag sudah menyiapkan pasar alternatif atau pasar non-tradisional yang sebelumnya tidak terjamah oleh ekspor perdagangan Indonesia. Penjajakan kerja sama itu telah dimulai sebelum kebijakan tarif Amerika Serikat tersebut diumumkan. “Sebelum ada kebijakan tarif ini, kami juga sudah fokus membuka berbagai pasar alternatif, pasar non-tradisional. Sudah banyak yang kami jajaki dan kami bikin platform kerja samanya,” kata Djatmiko kepada wartawan di Kemendag, Senin, 21 April 2025.
Dia menyebut sejumlah pasar alternatif yang potensial menjadi wilayah ekspor, seperti Kanada, Tunisia di Afrika Utara, dan negara-negara maghribi serupa Libya, Mesir, hingga Maroko. “Ini akan menjadi pasar alternatif yang sangat menjanjikan,” ucap Djatmiko.
Kerja sama teranyar untuk sektor ekspor itu, kata Djatmiko, bisa dipantau melalui Indonesia-Canada CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) pada Desember 2024 yang secepatnya bakal diteken dan ratifikasi. Kemudian, Indonesia juga akan menyelesaikan perundingan kerja sama dagang dengan Peru. Menurut dia, Peru menjadi salah satu negara berkembang yang cukup progresif untuk produk Indonesia.
Kemendag juga menargetkan penyelesain perjanjian dagang dengan Eurasia yang potensial menjadi pasar ekspor kalau kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat itu merugikan Indonesia "Eurasia ini custom union, terdiri dari Rusia, Belarus, Kazakhstan, Tiri Istanbul. Kalau kita bisa memiliki perjanjian-perjanjian Eurasia, akan masuk kita ke kawasan Eropa Timur dan sebagian dari kawasan Asia Tengah," kata Djatmiko.
Pemerintah Indonesia juga optimistis mencapai target ekspor nasional 2025 di tengah kebijakan tarif tersebut. Adapun target ekspor Indonesia untuk tahun ini sebesar US$ 294,45 miliar atau Rp 4.981,26 triliun (kurs Rp 16.917,17). Angka tersebut naik sebesar 7,1 persen dari capaian ekspor tahun lalu yang hanya US$ 241,25 miliar.