Serba-serbi Kasus Eks Pekerja OCI Vs Taman Safari Indonesia

1 hour ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Delapan orang mantan pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI) menyambangi Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan, Selasa lalu. Didampingi para pendamping hukum, mereka melaporkan dugaan eksploitasi anak, kekerasan fisik dan psikis, serta pelanggaran hak asasi manusia yang mereka alami sejak era 1970-an.

Sebagian besar dari mereka adalah perempuan paruh baya yang mengaku telah bekerja di OCI sejak usia belia, bahkan ada yang mulai sejak umur 2 tahun. Mereka menyatakan telah mengalami tindakan kekerasan seperti dipukul, disetrum, dipaksa tampil saat sakit, dipisahkan dari anak kandung, hingga dipaksa memakan kotoran hewan. Selain itu, mereka juga tidak diberikan akses pendidikan layak dan tidak mengenal identitas aslinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadi Manansang, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw – keluarga pendiri Taman Safari Indonesia – disebut bersalah dalam kejadian ini. Ketika dikonfirmasi oleh Tempo, Tony menyangkal adanya eksploitasi tersebut. 
 
“Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ujar komisaris Taman Safari Indonesia itu lewat pesan WhatsApp, Selasa.

Dugaan Pelanggaran HAM

Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, yang menerima langsung aduan ini, menilai terdapat sejumlah kemungkinan pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Di antaranya adalah perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, dan hak atas identitas.

“Kementerian HAM akan mengambil langkah pencegahan agar kejadian semacam ini tidak terulang, serta akan berkoordinasi dengan lembaga lain seperti Komnas HAM dan Kementerian PPPA,” ujar Mugiyanto.

Namun, ia juga mengakui adanya tantangan hukum karena sebagian besar dugaan pelanggaran terjadi sebelum disahkannya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Meskipun begitu, Mugiyanto menyatakan kasus ini tetap bisa ditindaklanjuti melalui jalur hukum pidana berdasarkan KUHP.

Desakan Pembentukan Tim Pencari Fakta

Pendamping korban, Muhammad Soleh, mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta lintas kementerian untuk mengusut kebenaran dugaan ini secara menyeluruh. Dalam dokumen kronologi yang diserahkan, disebutkan lebih dari 60 anak-anak usia 2 hingga 4 tahun dipisahkan dari orang tuanya dan kemudian dipekerjakan tanpa upah, tidak disekolahkan, serta tidak diberi akses terhadap identitas mereka.

Beberapa nama yang disebut dalam aduan korban sebagai pihak yang bertanggung jawab atas eksploitasi ini adalah Hadi Manansang, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw, keluarga pendiri OCI dan Taman Safari Indonesia.

Bantahan dan Klaim OCI

Dikonfirmasi terpisah, Tony Sumampouw selaku perwakilan OCI sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, membantah keras tuduhan eksploitasi. “Apa yang disampaikan itu mengada-ada,” ujar Tony melalui pesan WhatsApp. Ia menyatakan OCI akan mengambil langkah hukum terhadap tuduhan ini.

Tony juga menegaskan tidak ada kaitan legal atau keuangan antara OCI dan Taman Safari Indonesia. “Tidak ada hubungan hukum, tidak ada transfer dana dari OCI ke Safari, dan pemain sirkus OCI tidak pernah tampil di Taman Safari,” ujarnya.

Pihak Taman Safari Indonesia pun menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh OCI tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan taman satwa tersebut. “TSI sangat berbeda dan tidak terkait dengan tindakan hukum yang dituduhkan kepada OCI,” kata Barata Mardikoesno, Vice President Legal & Corporate Secretary TSI.

Rekam Jejak di Komnas HAM

Dugaan pelanggaran terhadap anak-anak pemain sirkus OCI bukan pertama kali mencuat. Pada 1997, Komnas HAM menyatakan OCI telah melanggar sejumlah hak anak, termasuk hak atas asal-usul, pendidikan, dan perlindungan sosial. Komisi saat itu merekomendasikan agar OCI memperbaiki kondisi anak-anak pemain sirkus dan menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan.

Tony Sumampouw mengklaim pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM, termasuk menyekolahkan 15 anak ke sekolah formal. Dua di antaranya adalah Nova dan Novi, saudara kembar yang lulus dari SMP di Cisarua, Bogor. Namun, menurut kesaksian Debby Suwandi, anak eks pemain sirkus lainnya, pola pendidikan yang diterapkan tidak seperti sekolah biasa dan berlangsung hanya seminggu sekali.

Kekerasan sebagai ‘Disiplin’

Tony membenarkan adanya kekerasan dalam bentuk pukulan menggunakan rotan, namun menyebutnya sebagai hal “biasa” dalam konteks pendisiplinan. Ia membantah adanya penyiksaan berat, seperti penyetruman atau pemisahan ibu dan anak.

Tony menyebutkan kala itu para anak pemain sirkus hanya mendapat pendisiplinan dalam bentuk pukulan. Salah satunya menggunakan rotan. “Pemukulan biasa itu ada aja,” ujarnya dalam konferensi pers.

Sementara itu, Wakil Menteri HAM Mugiyanto menyatakan Kementerian HAM akan segera memanggil pihak Taman Safari Indonesia untuk meminta klarifikasi resmi. “Kami akan lakukan secepatnya,” ujarnya.

Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |