TEMPO.CO, Jakarta -Pengusaha industri perhotelan meminta pemerintah membantu membangkitkan geliat bisnis mereka. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Pusat Hariyadi BS Sukamdani mengeluhkan redupnya industri perhotelan yang makin terasa, ditandai oleh merosotnya okupansi hotel selama libur Lebaran 2025.
Sebelumnya, bisnis hotel telah terpukul akibat kebijakan pemangkasan 50 persen anggaran perjalanan dinas pemerintah. Kini, industri perhotelan makin lemah karena daya beli masyarakat yang turun. "Simpel saja kok, kami cuma minta pemerintah itu eksekusi belanjanya. Kan mau potong 50 persen, ya sudah gak apa-apa, tapi dieksekusi," kata Hariyadi kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia meminta pemerintah merealisasikan anggaran seperti rapat, program sosialisasi, tau kegiatan lain di hotel. Hariyadi menyebut, saat ini hotel kehilangan pangsa pasar dari sektor pemerintahan. "Pada kelimpungan, pasar pemerintahnya hilang. Kami minta, kuartal kedua dieksekusi belanjanya," ujar Hariyadi.
Selaras, Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan, reservasi hotel oleh pemerintah untuk rencana kegiatan sepanjang tahun ini masih sangat minim. Dia menyebut biasanya, di awal kuartal pertama, pemerintah telah memesan hotel untuk kegiatan-kegiatan setahun ke depan. "Biasanya di awal kuartal pertama sudah melakukan reservasi, tinggal implementasi setelah anggarannya cair. Sekarang justru reservasinya kelihatannya hampir tidak ada," ujar Maulana kepada Tempo.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, pemulihan bisnis perhotelan tidak bisa hanya diserahkan kepada pelaku usaha. Dia menyebut, perlu adanya intervensi dan dukungan dari pemerintah. "Kami percaya bahwa pemulihan sektor perhotelan dan pariwisata tidak bisa diserahkan hanya kepada pelaku usaha," ujar Shinta kepada Tempo.